"Gawat!"
Feeya berbalik, kembali berlari. Matanya yang jeli menatap setiap lorong yang ia lewati, berharap dapat menemukan ibunya.
Dalam hati ia terus memanggil Ashley. Ia sudah berkeliling istana, tapi ia masih belum menemukannya. Entah dimana ibunya itu sekarang.
"Apa yang kau cari?"
Feeya menoleh. "Kakek Xavier?"
Terkadang Feeyana merasa heran pada 'Alpha' nya para vampire ini. Disaat apapun, keadaan apapun, cuaca apapun, mereka tetap mengenakan jubah hitam. Apa tidak panas?
Bibir Xavier terangkat. Kemudian ia mulai mencium bau harum yang sangat familiar di hidungnya. "Hei anak kecil." panggilnya lagi.
"Kau mempunyai darah yang harum. Persis sepertinya."
Wajah Feeya memucat saat Xavier mulai membahas soal darah. "Kakek, kau tidak akan menghisap darahku kan?"
"Mungkin saja, setelah perang ini selesai." Xavier mengeluarkan dua taring panjangnya. Ia tidak benar-benar akan menghisap darah Feeya, kalau itu sampai terjadi Xavier bisa dimusnahkan oleh nenek Feeya.
Tiba-tiba Feeya tertawa. "Sudah ya bercandanya kek, aku harus mencari ibuku."
Baru saja Feeya ingin berlalu. Xavier menahannya, "Tidak perlu, kau pergilah temui pangeran Werewolf itu. Aku yang akan menuntun ibumu." ujar Xavier seolah tahu apa yang ingin Feeya perbuat dengan ibunya.
Seketika itu juga Xavier melesat meninggalkan Feeya sendiri. Ia mengerti maksud Xavier, menemui pangeran Werewolf berarti menemui Peter. Tapi ia tidak memiliki keberanian sebanyak itu untuk menampakan dirinya dihadapan Peter.
Ia hanya berjalan tidak tentu arah sampai tanpa sadar ia melangkah menuju kamar Peter.
"Fey."
"Eh?" gadis muda itu terkejut tatkala ia mendapati Peter berdiri didepannya tanpa mengenakan pakaian.
"Ak-ku." belum lagi Peter menyelesaikan ucapannya, ia langsung menutup kembali pintu kamarnya. Ia keluar hanya karena ia mencium aroma Feeya, dan ternyata itu benar dia.
"Pa-paman! Aku ingin bicara." entah mendapat kekuatan darimana Feeya bisa berbicara seperti itu. Biasanya ia akan mendengus dan langsung berlalu begitu saja saat ia melihat Peter.
Perlahan, Peter membuka kembali pintu kamarnya sedikit. "Kau serius?"
"Iya. Ada hal yang ingin kukatakan padamu."
"Masuklah." Peter membuka pintu lebih lebar. Wajahnya terlihat was-was dan tidak yakin.
Mereka berdua diliputi keheningan, tidak ada satupun yang terlihat akan membuka suara. Feeya sedang memikirkan kata-kata yang akan dia ucapkan, sedangkan Peter sibuk menata detak jantungnya yang tidak karuan melihat mate nya duduk bersebrangan dengan dirinya. Bahkan, serigala dalam dirinya ikut melompat girang. Setidaknya perangai Feeya hari ini tidak sekeras biasanya pada mereka.
"Apa yang ingin kau bicarakan?" ujar Peter memecah keheningan. Karena jujur saja, ia tidak suka berada di situasi seperti ini dengan belahan jiwanya. Seperti orang asing yang enggan saling bicara atau bahkan menyapa.
"Aku sudah mendengarnya." Feeya membuang pandangannya. "'Dia' sudah mulai bergerak kan?"
Peter paham arah pembicaraan ini, wanita tua yang ditemuinya di hutan waktu itu. Orang yang sialnya membuat hubungannya dengan Feeya menjadi seperti sekarang ini. "Tidak, maksudku iya."
Pria itu terdiam ketika Feeya memberinya tatapan tajam. "Jawab yang benar!"
Peter terkejut mendengar nada bicara Feeya. "Kau ini benar-benar tidak mirip sekali ya dengan ibumu." ia berkacak pinggang.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVING YOU (Sequel My Nerd Mate)
WerewolfKupikir, mencintaimu tak sesulit ini. Tapi, nyatanya aku salah. Kita tak bisa bersama, bukan karna perbedaan umur. Tapi aku yang tidak akan pernah bisa mencintaimu, persetan dengan embel-embel "Mate" diantara kita. Aku tidak peduli. "Aku Feeyana Je...