Dalam setiap manusia diberikan satu kesempatan untuk memilih jawabannya. Terkadang, kesempatan kedua tidak akan datang untuk kedua kalinya.
Itu hanya diperuntukkan bagi mereka yang beruntung, manusia kadang menyimpan kesempatan pertama mereka untuk keadaan yang lebih genting.
Terkadang juga mereka menyia-nyiakan kesempatan itu untuk hal-hal yang menurut mereka hanya untuk mementingkan diri sendiri.
Sebagian mereka berhasil mendapatkan kesempatan kedua mereka, sebagiannya lagi mereka harus kehilangan kesempatan mereka yang pertama.
Sudah jam 7 malam, sepertinya mereka akan menyadarinya. Batinnya sambil menatap langit yang sudah berubah menjadi gelap dan bulan mulai naik untuk menggantikan tugas sang matahari. Tanpa henti langkahnya berjalan entah kemana. Tanpa arah. Ataupun tujuan.
Saat di tengah jembatan gantung, ia melihat banyak sekali gantungan kunci yang mereka pasang. Akan lebih idah jika di nikmati bersama keluarga, Michelle terdiam ketika seorang anak kecil menggenggam erat kedua tangan orangtuanya.
Sepasang suami istri itu tersenyum kepada sang buah hati, dadanya benar-benar sesak ketika melihat pemandangan yang ia rindukan itu.
Lagi-lagi, sepasang kekasih melewati jembatan itu dengan romantisnya. Saat ini, yang ia pikirkan adalah. Ia akan menjatuhkan dirinya dari jembatan, dan berdampingan dengan orangtuanya dan juga kakaknya.
Ia mengadahkan kepalanya keatas dan menikmati pemandangan langit yang begitu indah, beribu-ribu bintang menemani sang bulan sendirian di atas sana. "Itu.." ucapnya pelan, "Alpha Crucis... Sudah lama aku tidak melihatnya."
Dirinya nyaris saja jatuh karena seseorang tanpa sengaja menabraknya, "anda baik-baik saja? Maafkan saya." Ucap pria itu sambil membantunya berdiri.
"Tidak apa-apa, sepertinya saya yang menghalangi jalannya." Ia membungkukkan badannya dan berjalan tanpa tujuan. "Aku harap mereka tidak mencariku." Gumamnya pelan.
Pria yang menabraknya tadi hanya menatap punggung Michelle yang mulai menjauh dari pandangannya.
"Kita mendapatkannya." Gumam pria itu pada alat komunikasinya yang ia pasang di telinganya.
"Bagus. Awasi dia, bunuh saja dia. Dan jangan biarkan sedikitpun jejak terlihat." Suara berat terdengar dari alat komunikasi tersebut. Dan pria yang sama mulai mengikutinya dari kejauhan, ia tidak ingin ada orang lain atau Michelle yang menyadarinya.
***
"Dimana lagi kita harus mencarinya kakak?" Tanya Liam sambil menggunakan alat komunikasinya untuk tetap berhubungan dengan kakaknya.
"Diarah barat tidak ada. Bagaimana tempatmu?" Yukio masih berusaha untuk menelusuri semua tempat yang ada di Liverpool.
"Tidak ada. Apa Michelle meninggalkan sesuatu sebelum dia pergi?" Saat itu juga Yukio teringat dengan kalimat yang dibisikkan oleh Michelle saat dirinya setengah sadar.
"Kakak, aku akan pergi keluar untuk mencari angin. Dan malam ini bintang Alpha Crucis akan muncul, ikuti saja petunjuknya. Dan kakak akan menemukan aku terbaring tak berdaya." Kini ia mengingat apa yang Michelle bisikan di telinganya. "Dia meninggalkan pesan. Katanya, cari bintang Alpha Crucis dan ikuti petunjuknya." Jelas Yukio lalu matanya menelusuri semua bintang yang disebutkan oleh Michelle.
"Kakak! Aku menemukan bintangnya. Kemarilah." Akhirnya, tanpa membuang waktu Yukio langsung menuju kearah Liam. Adiknya kini yang tengah berada ditengah jembatan gantung, "lihat. Itu bintangnya." Liam menunjuk bintang yang Michelle maksud.
"Kita harus berjalan ke arah utara." Tanpa membuang waktu, Yukio dan Liam langsung berlari menuju tempat entah itu dimana. Yang pasti, Michelle sudah meninggalkan petunjuk untuk mereka berdua.
Kejadian tadi sore membawa Michelle untuk meninggalkan rumah barunya. Selama ini, ia hanya merepotkan kedua kakaknya. Tapi, hati kecilnya merasa bersalah karena telah meninggalkan mereka.
Apa yang harus aku lakukan? Batin Michelle sambil bersandar pada pohon mahoni yang cukup besar, sebenarnya. Sedari tadi ia sudah sadar bahwa seseorang akan mengikutinya. Tapi, ia biarkan begitu saja.
Apa mereka membencimu? Apa kau masih tidak mengerti, seseorang sudah memberikanmu kesempatan kedua. Dan saat itu juga, entah dari mana arahnya. Satu peluru berhasil menembus perutnya, noda darah mulai mengotori pakaian dan kedua tangannya.
"Sudah... Kuduga.. ka.. u tidak... Akan melepaskanku..." Lirih Michelle sambil memegang perutnya yang terluka. Dirinya, hanya bertumpu pada pohon mahoni besar yang berada di belakangnya.
Berapa saat kemudian, Yukio dan Liam menemukan Michelle masih memegang perutnya dibawah pohon mahoni.
"Tidak... Ini tidak mungkin." Gumam Yukio pelan sambil memangku Michelle, ia tidak peduli dengan bajunya yang sudah basah karena darah.
Kedua mata Grisaseo Azulado Pardo perlahan terbuka dan tidak menyangka bahwa kedua kakaknya benar-benar berhasil menemukannya.
"Bertahanlah, sebentar lagi ambulance akan datang." Ucap Liam sambil menghapus jejak darah dari sudut bibir adiknya. Ia hanya tersenyum kepada kedua kakaknya, dan berusaha menyembunyikan semua rasa sakit yang ia rasakan. "Berhentilah, tersenyum bodoh seperti itu." Bentak Liam yang membuat Michelle semakin menarik sudut bibirnya.
***
"Dia baik-baik saja. Untunglah, pelurunya tidak terlalu dalam jadi kami bisa mengeluarkannya dengan mudah." Jelas pria dewasa yang mengenakan pakaian serba putih. "Kalau begitu, saya permisi dulu." Yukio dan Liam mengangguk dan membiarkan sang dokter melakukan pemeriksaan terhadap pasien lainnya.
Dengan ragu, Yukio menggenggam tangan Michelle yang terpasang selang infus, "sepertinya ini cukup sakit untukmu." Gumm Yukio pelan sambil menatap wajah adiknya yang masih tertidur. Sedangkan, Liam hanya diam dan membiarkan pikirannya sibuk sendiri.
"Michelle Visigosth, putri ayah yang baik."
"Tak lama lagi putri ibu akan tumbuh dewasa di umurnya 19 tahun."
"Kembalilah ke Manchester, pergilah ke kamar ibu dan ayah. Kami sudah menyiapkan hadiah untukmu."
Ada apa ini? Apa aku sudah mati? Mereka benar-benar berada di depanku, kuharap ini nyata. "Ayah ibu, apa ini benar-benar kalian?" Tanpa ia sadari cairan bening mengalir membasahi sebelah pipinya. Dan membuat Yukio terdiam saat adiknya baru saja menangis.
Maafkan aku, karena tidak bisa menyelamatkan kalian untuk terakhir kalinya... Aku benar-benar payah, tidak bisa menjaga kalian.
***
[Selasa, 02 Juni 2020]
VioletaAnggreni
KAMU SEDANG MEMBACA
My Alterego [End]
FantasyAlterego. Apa yang kalian bayangkan ketika mendengar atau melihat kata tersebut? Jiwa baru? Gangguan mental? Manusia yang baru? Double personality? Atau yang lainnya? Satu kata untuk menjelaskan seorang remaja perempuan yang baru saja ditinggal oleh...