Vote!
Gwen menaruh kepalanya di atas meja dengan bantalan kedua lengannya. Hari ini guru mata pelajaran mereka tidak hadir dan memberikan tugas untuk mengisi jam kosong.
Gwen sudah menyelesaikan tugasnya sejak tadi, dan sekarang tugasnya sedang dipinjam oleh ketiga temannya, Melfa, Evan, dan Putri. Tentu saja itu tidak cuma-cuma, Gwen disogok dengan iming-iming ditraktir tiket bioskop dan popcorn oleh Evan. Siapa yang bisa nolak coba?
Sepuluh menit ia dalam posisi seperti itu membuat tangannga keram. Gwen mengangkat kepalanya malas lalu menggoyang-goyangkan tangannya.
"Kenapa Gwen?" Gwen menoleh ke arah Evan, satu-satunya sahabat laki-laki yang ia punya. Evan tidak bencong, malah jiwa kelaki-lakiannya gampang sekali muncul, apalagi melihat cewek kos belakang sekolah yang selalu berpakaian seksi.
"Keram. Udah belum tugasnya? Pengen ngantin nih,"
"What? Gwen pengen jadi pengantin?" Gwen mendengus mendengar Melfa, temannya yang paling heboh.
"Ngantin bego, ngan.tin."
"Yaudah yuk, udah selesai kok."
Mendengar itu, seluruh rasa kantuk Gwen lenyap entah kemana. Ia berdiri dengan semangat dan menghampiri teman-temannya.
Karena terlalu bersemangat ia tersandung kaki mejanya sendiri. Tawa terdengar memenuhi ruang kelas. Gwen merenggut kesal lalu bangkit dengan pipi yang memerah.
"Tolol sekali Gwen. Itu meja besar masa gak keliatan." ejek Evan membuat Gwen semakin kesal. Mood nya seketika hancur.
"Makanya jalan itu make mata," Evan menghampiri Gwen lalu mengusap-ngusap kepala sahabatnya itu.
Dengan kesal Gwen menghempaskan tangan besar milik Evan. Sahabatnya ini ganteng tapi ngeselinnya minta ampun.
Pernah sekali, Gwen ditinggal sendirian di Mall karena Evan harus menjemput pacar barunya. Padahal rumah Gwen jauh dan sialnya tas miliknya ketinggalan di jok motor Evan. Untung saja Gwen membawa hapenya, jadi ia memesan jasa ojek online.
"Dimana-mana jalan pake kaki." ketus Gwen.
"Iya tapikan..."
"Apa!"
"Gak, gak jadi. Yatuhan kenapa Evan bisa punya mantan kayak ni cewek ya tuhan." ucap Evan dramatis.
"Maksudnya apa tuh? Lo nyesal pernah pacaran sama gue? Emang lo kira gue gak?" jawab Gwen tak mau kalah.
"Mel, mantan goals banget ya Mel?"
Mereka memang pernah berpacaran. Tidak lama, hanya 3 bulan. Alasan berpisah adalah karena mereka merasa lebih cocok menjadi teman.
Sering kali mereka dijuluki oleh Melfa dan Putri dengan julukan 'mantan goals', tapi mereka tidak menanggapi lebih, hanya tertawa dan terkadang mendengus seperti sekarang ini.
"Yaudah ke katanya mau ke kantin."
"Yaudah ayo,"
"Gue gak ikut deh," semua mengarah pada sumber suara, Evan. "Woi santai aja liatnya."
"Emang mau kemana, Van? Gak usah sok sibuk deh. Bilang aja takut disuruh bayarin." nyinyir Putri malas.
"Enak aja, gue gak pernah pelit ya. Itu, mau liatin mbak kos belakang sama yang lain." jawab Evan tanpa rasa malu sedikit pun.Gwen melotot lalu melempari Evan dengan gumpalan tisu yang ada di tangannya. "Jijik banget sih, ih. Inget dosa!"
"Sekali-kali, Gwen. Udah lama gak cuci mata."
Gwen mendengus lalu meninggalkan kelas diikuti oleh Melfa dan Putri. Evan yang ditinggalkan hanya mengangkat bahunya lalu bergabung dengan teman sekelasnya yang sudah asik menonton mbak kos seksi.
..
"Gwen?" Gwen bergumam tanpa menoleh ke arah Putri. Ia masih asik dengan batagor di hadapannya.
"Ntar malam jam berapa? Beneran gak?"
Gwen mendongak, "Iyalah jadi. Jam tujuh gue minta jemput Evan. Nonton apa ya?"
"The mummy?" usul Melfa. Putri dan Gwen lantas menggeleng.
"Kan udah,"
"Oh iya. Jailangkung gimana?" Sekali lagi Gwen menggeleng.
"Gak. Gue gak rela liat Nathan-Salma tergantikan. Wonderwoman aja, katanya sih bagus."
"Evan udah nonton katanya,"
Putri mendengus, tangannya mengaduk-aduk es teh yang tersisa 3/4 gelas. "Masa bodo. Tiga lawan satu menang tiga kemana-mana."
Setelah memutuskan hal itu, pembicaraan mereka berlanjut membahas gosip seputar sekolahan mereka.
"Eh katanya, si Alena, kakak kelas yang anak OSIS itu hamil di luar nikah." bisik Melfa serius. Dari mereka berempat, Melfa memang orang yang paling update tentang gosip. Mulai dari politik sampai gosip-gosip seperti yang mereka bicarakan sekarang pun ia tahu.
"Sumpah?! Pantesan kemaren gue ketemu di M'tos make maxi dress terus warna item gitu. Supaya gak keliatan kali ya?"
"Iya-iya mungkin."
"Lah kemarin ke M'tos, Put? Perasaan gue ajak jalan bilangnya ada acara keluarga." selidik Gwen curiga. Kemarin malam ia mengajak Putri keluar, tapi ditolak. Alasannya ada acara keluarga di rumahnya.
"Ha? Anu, ituloh. Acara keluarganya sambil jalan-jalan gitu." gagap Putri membuat dua temannya tertawa. Untuk masalah berbohong memang bukan keahlian Putri.
"Jalan sama Ikmal ya?"
"Hahahaha!" Melfa dan Gwen kembali meledakkan tawanya melihat muka Putri yang semakin memerah. Temannya itu memang paling polos di antara mereka.
Namun, tawa Gwen seketika hilang saat merasakan ada yang menatapnya. Ia menoleh, dan benar saja. Di sana ada Nia, musuh bebuyutannya sejak SMP.
"Apa liat-liat?" tantang Nia dari arah seberang. Gwen mendelik lalu mengangkat sebelah bibirnya membentuk senyuman sinis.
"Situ yang liat-liat dari tadi. Kenapa? Ada masalah?"
"Ketawa lo sama teman-teman kunti lo menganggu ketenangan."
Sepertinya emosi Gwen tersulut mendengar teman-temannya diejek seperti itu. Ia lalu memutar bola matanya.
"Yang kunti itu temen-temen situ! Liat, rambut udah kayak gak diurus. Kayak sarang burung pembantu rumah gue!" balasnya tak kalah sinis.
Untung saja ini masih jam pelajaran, hanya ada mereka dan beberapa siswa yang mungkin adik tingkat mereka.
"Shut up, bitjh!"
"Hahahaha! Gak usah sok inggris, tuh remed ulangan lo sama Miss Jenny belum dituntaskan. Mending lo pergi, daripada gak naik kelas." jawab Gwen dengan nada santai. Ketenangannya mulai kembali. Ia mengingat kata mamanya 'Jangan sekali-kali menunjukkan kemarahanmu depan musuh. Itu sama saja memberikan kemenangan untuknya.'
"Gue gak pernah tinggal kelas kayak teman lo yang satu itu tuh! Siapa namanya? Ani, iya Ani."
"Heh! Gak usah bawa-bawa dia. Lagian sama aja kalau naik tapi raport kebakaran? Malu sama kucing."
"Apa lo bilang?! Lo nyindir gue?"
"Menurut lo aja gimana,"
"Sini lo, jangan cuma berani di mulut."
Gwen berdecih. Baru saja ia ingin melangkah, sebuah tangan menahannya. "Jangan ladenin, Gwen."
Gwen menoleh mendapati pria dengan senyum aneh di wajahnya, "Ih! Kenapa senyum-senyum? Geli."
"Tapi ganteng kan?" Gwen mendengus lalu berpura-pura ingin muntah. Walaupun yang dia memang ganteng tapi Gwen enggan mengaku. Enak aja.
"Lepasin tangan gue, sakit tau."
"Eh sori, sori yang."
"Yang pala lo peyang!" ketusnya membuat tiga orang di sana tertawa. Melfa, putri, dan pria itu. Seketika Gwen lupa akan kemarahannya dengan Nia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Playboy's Effect ✔
Teen FictionPLAK! "Kenapa nampar aku?" "Sakit?" "Iya," "Tau apa yang lebih sakit dari itu?" "Apa?" "Tetep cinta sama kamu, walau aku tau. I'm not the only one." .. Bi Gwenita Arundati, perempuan dengan segala keberuntungannya. Ia cantik, kaya, pintar. Namun di...