dua puluh satu

11.6K 684 19
                                    


"Buat insta stori deh, Ni. Terus tag mereka bertiga, biar heboh. Haha!" Ucap Gwen sambil melangkah menyusuri Trans Studio Makassar.

"Udah waktu beli tiket tadi,"

"Ada respon gak?"

Ani menggeleng seraya menikmati permen kapas yang ia beli barusan. "Belum. Masih pada boboan kali. Apalagi si Melpo, mungkin masih asik mimpiin Adudu."

"Adudu siapa?"

"Musuhnya boboy boi. Jangan bilang lo gak tau boboy boi? Yang di MNC TV itu loh."

Gwen menggeleng polos. "Enggak tahu. Gue taunya upin-upin doang, sama Takeshi's castle."

"Kudet banget sih lo. Adudu itu yang warna ijo, palanya kotak gitu." jelas Ani lebih lanjut.

"Yaudah sih, gak penting juga. Sekarang gue laper. Gara-gara lo, gue gak sarapan tadi pagi."

"Yang nyuruh lo datang pagi-pagi siapa?"

"Gak ada sih, tapikan..."

"Ngeles lo kebanyakan. Yaudah kita makan apa?"

Gwen melirik sekitarnya, namun tak ada yang berhasil menarik perhatiannya. Ia terus melangkah menyusuri TSM yang baru beberapa kali dia datangi.

Walaupun sudah bertahun tinggal di Makassar, Gwen jarang sekali ke tempat-tempat seperti ini. Alasannya karena jauh dari rumah. Toh, sama saja dengan Mall yang biasa ia kunjungi. Letak bedanya hanya di wahana-wahana yang menurut Gwen hanya membuang uang.

"Ke Mc'D aja yuk,"

"Eh! Gue udah bayarin mahal-mahal dan lo.. Ah gue gak mau! Kita main aja, atau makan di restoran biasa." pekik Ani histeris.

"Kan gue udah bilang gak usah, tiket mahal kalau hari libur." kata Gwen membela dirinya. Memang saat hari libur seperti ini, tiket bisa naik hinga 2 kali lipat.

"Tapi gue pengen. Ada rumah hantu gak ya?"

"Mana gue tahu. Yang biasanya ke sini kan lo." Gwen mendengus sambil mendudukkan dirinya di sebuah bangku.

"Tapi mood gue tiba-tiba hilang. Balik ajalah ayuk?"

"Jangan!"

Ani mengangkat kedua alisnya bingung, "Kenapa? Bukannya lo yang mau balik?"

"Setelah gue pikir-pikir, sayang uang lo empat ratus ribu. Gue juga capek nyetir mobil."

"Tuh kan, ini nih yang gue gak suka kalau jalan sama lo. Plin-plan!"

Gwen terkekeh geli, "Yaudah kita makan apa nih?"

"Ada gerai fast food deket sini. Kalau gue gak salah inget sih, di belokan sana," Ani berjalan duluan, sedanh Gwen yang hanya pasrah mengikuti Ani. Hitung-hitung menebus kesalahan yang ia buat beberapa bulan ini.

Dalam perjalanan yang tidak menemukan akhir, Ani berhenti mendadak membuat Gwen menabrak punggungnya.

"Gue capek, mending kita makan di sini aja ya?" Gwen melirik food court di sebelah kanannya. Makanan Jepang. Sebenarnya Gwen tidak terlalu suka, tapi apa boleh buat, perutnya sudah keroncongan.

"Oke deh."

Lantas mereka berdua masuk dan duduk di meja paling pojok. Tak lama kemudian seorang pelayan datang.

"Mau pesan apa?" kata sang pelayan sambil memberikan sebuah buku menu pada Ani.

"Lo mau pesen apa Gwen?" tanya Ani sambil memerhatikan buku menu di tangannya.

"Terserah lo aja."

"Oke."

Setelahnya Gwen mengecek ponselnya. Sepi. Tidak ada satu pun notifikasi yang muncul di ponselnya.

"Ni, coba lo wa gue. Kayaknya hape gue eror." pinta Gwen tanpa menatap Ani.

"Udah."

Bertepatan saat itu, chat dari Ani masuk ke ponselnya. Ponselnya tidak error sama sekali.

"Masuk gak?"

Gwen mengangguk. "Masuk kok. Ternyata hape gue emang sepi."

"Lo nungguin chatnya si Nando?"

"Kak Nando, Ni. Dia kakak kelas lo kan?"

Ani mendengus malas. "Masa bodo! Gue gak lagi di sekolah."

Gwen tidak menjawab. Ia lebih memilih memerhatikan ponselnya. Karena tidak tahu apa yang harus dilakukan, Gwen memosting salah satu foto hasil candid Aileen.

PHOTO

(Tidak ada karena belum menemukan cast yang cocok. Ada rekomendasi?)

Gwenitaabi: kalau belum bisa nangkep, jangan buat jatuh ❤

Setelah itu Gwen menaruh kembali ponselnya di tas kecil yang ia taruh di bangku sebelahnya.

"Kode keras ya?"

"Hah?" sahut Gwen tidak mengerti.

"Caption lo."

"Eh lo gak unfollow ig gue ya? Perasaan akun gue private deh." gumam Gwen mengalihkan pembicaraan.

"Lo kira gue ababil yang kalau marahan main unfoll terus kalau udah baikan Follow lagi. Sori, gue gak gitu."

"Alah gayaan! Lo unfollow Irham tuh buktinya."

"Ya itukan beda,"

"Ngeles mulu lo, tapi gak pinter-pinter." celetuk Gwen sedikit candaan.

"Lo ngelucu?"

"Gak. Gue nanyi tadi." ketus Gwen. Ia lalu menyantap sushi yang baru saja diantar oleh pelayan yang berbeda dari sebelumnya.

"Arah jam delapan. Jangan langsung noleh."

Lantas Gwen menoleh ke arah yang dimaksud Ani. Dan tepat pada saat itu matanya membulat. Ia tidak tahu mengapa ia begitu emosi melihat dua orang yang saling bersuapan.

"Bego! Kan gue bilang jangan langsung noleh."

"Gimana lo bisa santai? Itu si Irham sama cewek lagi suap-suapan." desis Gwen geram.

"Jadi gue harus apa?"

Gwen mendelik. "Ya lo lakuin apa kek. Samperin sana, mau gimana pun kalian deket kan?"

"Gue gak punya hak. Kan lo sendiri yang bilang gue cuma korban phpnya dia."

"Gak usah sok tegar, gue ngerti rasanya." ujar Gwen santai seraya menyesap orange juice yang dipesan Ani.

"Siapa yang sok tegar? Gue sakit, tapi gak sebesar sakit hati lo sama Nando."

"Kenapa? Bukannya lo cinta sama dia juga? Harusnya kita sama kan?

"Iya sih. Gue juga gak ngerti. Tapi emang gue deket sama dia gak napsu pengen pacaran, deket aja cukup."

Gwen terdiam sejenak sebelum ia membalas Ani lagi. "Terus kenapa lo gak perjuangkan cinta itu? Kan itu hak lo."

"Iya emang. Mencintai itu hak semua orang, memperjuangkan cinta itu juga. Termasuk gue contohnya. Tapi dia punya kewajiban untuk membalas perasaan gue kan?"

Tidak ada jawaban dari Gwen. Seluruh perkataan Ani memang benar. Mencintai itu hak semua orang. Tapi gak kewajiban untuk membalas perasaan seseorang.

"Udahlah. Gue udah biasa diginiin. Tapi lo enggak, makanya gue larang lo sama Nando." Ani menjeda. "Tapi setelah dipiki-pikir itukan hak lo. Jadi gue gak bisa ikut campur. Intinya lo harus bahagia. Itu aja."

"So sweet banget sih kamu. Aku jadi terhura. Thank ya?" Ani mendengus lalu ikut menyantap pesanannya.

Playboy's Effect ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang