Vote!
Tepat pukul 12 siang, Gwen sekeluarga baru pulang beribadah di sebuah gereja yang tak jauh dari rumah mereka.
Masih dengan setelan gerejanya, Gwen membawa motor bebeknya menuju salah satu gerai fast food andalannya.
Kulit Gwen memerah akibat terbakar terik matahari di perjalanan tadi. Gwen merutuki dirinya yang tidak mengenakan jaket sebelum berangkat.
Gwen segera mengambil tempat duduk yang biasa ia tempati jika datang bersama dengan keluarganya.
Tangannya beralih merogoh saku dressnya dan langsung memeriksa benda putih persegi panjang yang sangat ia cintai.
Sahabat Gwen. Unch. (5)
Bi Gwenita: Pizza hut M'tos ya.
Devano Putra: ngomong sama sapa Gwen?
Bi Gwenita: sama si Ani. Ye. Pede.
Devano Putra: Ani aja gak ada. Huh.
Ani Hadisa: hadir. Ya, ak di parkiran ini.
Dona Putri: pc. Rbt
Bi Gwenita: cpt.
Read by 3.Gwen menaruh kembali ponselnya ke dalam saku. Ia menatap buku menu di meja. Bingung, akhirnya Gwen memilih untuk menunggu Ani.
Tak lama, orang yang Gwen tunggu muncul dengan tangan yang melambai-lambai dari pintu masuk.
"Udah lama?" tanya Ani basa-basi sebelum ia menjatuhkan bokongnya di sofa merah dalam gerai ini.
"Gak juga."
"Udah mesen belom?" tanya Ani lagi. Gwen menggeleng sebagai jawaban.
Setelahnya, Ani memanggil seorang pelayan. "Mba, saya mau pesen Meat lover, yang medium satu. Terus, spaghetti satu, sama lime juice satu. Lo mau apa?"
"Sunset aja satu. Pizzanya ganti yang large aja."
Sang pelayan mengangguk, "Pinggirannya apa?"
"Sosis aja deh,"
Sekali lagi sang pelayan mengangguk sambil memberikan senyumnya. "Baik. Ditunggu ya mba,"
Dua orang itu tidak menjawab, melainkan langsung melempar tatapan.
"Jadi, kenapa lo manggil gue ke sini? Awas aja kalau gak penting. Liat nih kulit gue, merah semua." kata Gwen kesal.
"Temenin gue ngedate sama Irham ya ya ya?"
Gwen melotot. "Lo ngedate ngajak gue? Gak salah itu? Irham? Siapa lagi ha?!" cecar Gwen dengan satu tarikan napas.
"Temennya Kak Nando. Pastinya masih inget kan? Nanti ada Kak Nando juga, jadi lo tenang aja."
Gwen tersedak ludahnya sendiri. Ia ingin memaki Ani sekarang juga. "Tai kamu ya? Liat, gue masih pake baju begini."
"Udah ah, cantik. Lo kan juga biasa make dress kalau jalan," ujar Ani sangat santai, membuat Gwen semakin kesal.
"Tapi ini dres ngembang, gue pake sandal jepit pula. Ahh! Pengen nyakar lo boleh gak?"
Ani tidak memperdulikan perkataan Gwen. Perhatiannnya sekarang berpusat pada dua orang pria yang baru masuk dari pintu.
"Hai kak, duduk sini."
"Hai, sori lama ya? Si Nando baru pulang gereja."
Mendengar kata Nando, sontak Gwen memutar kepalanya. Rasanya ingin lenyap sekarang juga. Apalagi melihat senyum manis milik pria berkemeja putih itu.
"Duduknya gimana nih? Sebelahan atau hadapan?" tanya seorang lelaki yang Gwen yakini sebagai Irham. Gebetan baru Ani.
"Sebelahan aja." jawab Gwen cepat. Ia tidak mau berhadapan lama-lama dengan Aileen. Memalukan sekali.
"Oke deh." Kata Irham.
Mereka langsung mengambil posisi masing-masing. Irham di sebelah Ani, dan tentunya Aileen di sebelah Gwen.
"Mau pesen apa? Kami udah pesen, sori ya?"
"Gapapa, kami aja kelamaan."
Gwen mendengus melihat interaksi dua orang berbeda gender di hadapannya itu. Apalagi melihat Ani yang pencitraan.
"Kamu pesan apa Bi?"
"Eh, aku?" tanya Gwen menunjuk dirinya malu-malu. Bahkan semua orang tahu dirinya sedang gugup sekarang.
"Iya, pesen apa tadi?"
"Cuma sunset, sama Pizza." jawab Gwen yang mulai mendapatkan ketenangannya kembali.
"Masa gak makan sih, ak pesenin spaghetti ya?" Gwen hendak menggeleng. Namun kalah cepat dengan Aileen yang sudah duluan memesan.
Saat-saat awkward datang kembali. Ani dan Irham asik berbicara, Aileen menatap Gwen, sedangkan Gwen sendiri mengalihkan kegugupannya lewat handphone.
"Main apa Bi? Serius amat."
"TTS Cak Lontong, ngeselin abis deh." adu Gwen kesal. Ia benci sekali dengan permainan itu, tapi entah kenapa tak ingin berhenti.
"Coba pinjem." Gwen menoleh lantas memberikan ponselnya kepada Aileen.
Di luar dugaan, Aileen membuka aplikasi instagram dan membuat sebuah instagram stori yang isinya hanya foto jari-jari tangan Gwen di atas meja. Yang membuat Gwen melotot adalah, Aileen menandai dirinya di dalam sana. Sebenarnya bukan hanya dia, Aileen juga menandai Ani. Tapi tetap saja.
"Alay tau buat snapgram kayak gitu,"
Aileen hanya terkekeh sambil mengangkat kedua bahunya, "Habisnya aku liat kamu gak pernah buat sg."
"Males, buat apa sih. Emang kamu sering?"
Aileen menggeleng, "Jarang. Kalau lagi ngumpul aja, atau ada yang memang bagus dan penting."
"Nahkan, sama aja."
"Tapikan kamu perempuan. Eksis dikit itu perlu."
"Ih ngapain, penting banget." sahut Gwen pura-pura malas. Tapi memang dia bukan orang yang sangat eksis hingga snapgramnya sudah seperti titik-titik.
"Siniin lagi hapenya, bentar."
Kali ini Gwen tak langsung memberikan, ia bertanya terlebih dahulu; "buat apa?"
"Fotoin kamu,"
"Ih, enggak."
"Buruan ayo,"
"Enggak mau ah," Gwen tetap kekeuh dengan pendiriannya. Sebenarnya ia suka berfoto, tapi tidak kali ini. Ia yakin wajahnya sedang amburadul setelah berada di atas motor 15 menit.
"Nand? Mangsa baru?" Gwen menoleh ke arah Irham. Ada kernyitan yang timbul di dahinya.
"Mangsa, lo kira gue singa."
"Bukan singa. Tapi buaya." Irham dan Ani tertawa lepas. Sedangkan Gwen, ia hanya bisa diam sambil menatap aneh tiga orang yang sedang bersamanya saat ini.
"Jangan mau sama Nando, playboi dia." Gwen berpura-pura tertawa.
Tak lama setelahnya, mereka disibukkan oleh pesanan yang baru saja datang.
Saat akan menyuapkan pasta ke dalam mulutnya. Perutnya mendadak mual saat melihat notifikasi yang muncul di layar ponselnya.
Aileenorlnd: jgn dngerin Irham. Ngeselin dia emg.
Aileenorlnd: slmt makan, Bi. 😉💙..
Mau lanjutin sampe 1000 words. Tp skt kpl melanda. 💩
KAMU SEDANG MEMBACA
Playboy's Effect ✔
Teen FictionPLAK! "Kenapa nampar aku?" "Sakit?" "Iya," "Tau apa yang lebih sakit dari itu?" "Apa?" "Tetep cinta sama kamu, walau aku tau. I'm not the only one." .. Bi Gwenita Arundati, perempuan dengan segala keberuntungannya. Ia cantik, kaya, pintar. Namun di...