tiga belas

11.2K 671 16
                                    

Mata Melfa menatap nyalang siswi yang berlagak polos di hadapannya ini. Sekarang mereka sedang berada di ruang BK karena kasus di aula beberapa menit yang lalu.

Tidak hanya mereka berdua, Evan, Putri, Gwen, dan tak lupa dua dayang-dayang Nia pun ada di dalam sini. Saling sinis satu sama lain.

"Devano, bisa kamu jelaskan apa sebenarnya yang terjadi tadi? Karena kamu satu-satunya yang saya ketahui tidak terlibat dalam perkelahian." kata Bu Nurma--salah satu guru BK di sekolah mereka dengan nada tegas.

"Mereka duluan bu yang nyerang saya!"

"Enak aja! Kalau lo gak mulai ngatain duluan, gak akan gue nyerang." Gwen tidak terima. Kalau saja dia tidak ingat dimana dirinya berada, mungkin akan ada babak kedua dari pertengkaran mereka.

"Eh elo ya?!"

"Lo gak usah nunjuk-nunjuk teman gue. Kayak jari lo bag..."

"DIAM!!!" Gwen menutup bibirnya rapat. Jantungnya hampir saja copot mendengar teriakan itu.

"Saya bertanya pada Devano Putra. Sejak kapan nama kalian berdua berubah menjadi Devano?"

"Silahkan jelaskan, Devano." lanjut Bu Nurma dari balik meja kerjanya.

"Saya tidak terlalu paham masalahnya, karena memang saya tadi asik main hape. Tiba-tiba dengerin Gwen teriak, otomatis saya bawa menjauh."

"Benar begitu?" Evan mengangguk ringan. "Baik. Saya tanya sama kamu Gwen, kenapa kamu teriak-teriak tadi?"

"Gimana saya gak teriak kalau dia tiba-tiba nyakar teman saya?"

"Gak akan gue cakar kalau temen lo gak ngolok gue,"

"CUKUP! Kalian berdua saya skorsing 3 hari. Dan yang lain, saya beri 5 point, dan surat panggilan orangtua." potong Bu Nurma.

Tidak ada yang berani melawan. Karena mereka tahu jelas, itu bukan pilihan yang baik.

"Sekarang kalian boleh keluar. Suratnya akan saya titipkan ke wali kelas masing-masing."

..

Atmosfir di ruangan ini seakan menipis. Tidak ada canda tawa yang biasa menghiasi, seperti hari biasanya.

Gwen hanya bisa menunduk, tidak berani menatap Bima. Sudah 10 menit mereka seperti ini. Duduk berdua, saling berhadapan, tanpa ada yang berbicara.

Merasa ini tidak akan berakhir, akhirnya Gwen membuka suaranya duluan. "Maafin Gwen, Pak."

"Kenapa bisa diskors? Tiga hari pula. Kamu ngapain Gwenita? Bolos? Ketawan ngerokok? Ngelawan guru?"

Gwen menggeleng pelan, "Enggak, Pak. Gwen berantem."

"Berantem? Coba jelasin kronologinya. Kalau bapak rasa kamu gak salah, bapak maafin."

Akhirnya mengalirlah cerita itu. Bukan hanya itu, Gwen menceritakan seluruh permasalahannya dengan Nia sejak SMP.

"Bapak ngerti. Tapi Bapak masih bingung, kenapa anak itu benci kamu? Kamu pernah bully dia? Atau rebut pacar dia?"

Lagi-lagi Gwen menggeleng, "Gak tau pak."

"Yasudah jangan dipikirin, mungkin dia iri. Kamu gak usah minta maaf kalau memang gak pernah merasa bersalah, tapi kalau digituin lagi, diamin aja. Dia malah senang kalau kamu lawan kayak gini." pesan Bima sambil mengelus rambut anak bungsunya itu.

"Kamu nikmati tiga hari ini, anggap saja liburan mendadak. Bapak gak bisa tiba-tiba datang marah-marah ke sekolah kamu, nanti malah kamu yang diejekin anak manja."

Playboy's Effect ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang