5 (Regret)

313 16 0
                                    

"Dokter berkata bahwa sebenarnya kau mengalami cidera otak karena kecelakaan waktu itu, namun karena dari awal kau tidak pernah memeriksakannya malah saat ini menjadi semakin parah. Mengapa Soojung? Mengapa kau mengabaikan rasa sakitmu?"
"Aku tidak merasakannya oppa, kufikir itu hanya kelelahan"
"Tuhan menyadarkan oppa dengan cara seperti ini. Oppa merasa sangat berdosa, apalagi cidera otakmu semakin parah karena oppa sering memukul kepalamu"
"Jadi... aku.."
"Kumohon Soojung, kau berobat ya, agar tidak semakin parah. Kau ingat kau pernah menjatuhkan piring di depan oppa? Itu karena beberapa syarafmu mulai melemah"
"Apa...separah itu oppa?"
"Oppa menyayangimu, oppa tidak mau kehilanganmu, sekarang oppa merasakan apa yang kau rasakan. Maafkan oppa. Jangan menambah rasa bersalahku lagi Soojung, oppa mohon"
"Aku akan berobat jika oppa juga mau berobat, kita bisa mencari tahu kondisi oppa yang sesungguhnya. Oppa mau kan?"
"Iya, kita berobat bersama. Oppa akan selalu ada untukmu"
"Jangan pikirkan itu dulu"
"Bagaimana bisa kau sebaik ini Soojung. Mungkin benar apa yang dikatakan oleh Kyungsoo"
"Jangan memikirkan kalimat Kyungsoo oppa, ia hanya emosi dan melebih-lebihkan saja"
"Oppa tahu kau menderita Soojung, oppa sendiri tidak tahu bagaimana oppa berubah menjadi gila dan sama sekali tidak memiliki akal sehat ketika itu. Maafkan oppa karena kau harus mengorbankan dirimu dan bahkan sekarang kau juga tersiksa"
.
Selama pembicaraan itu Jongin tidak henti-hentinya menangis. Soojung belum pernah melihat Jongin menangis seperti itu. Soojung bahagia sekaligus terpukul karena ternyata ia juga "berpeluang" untuk mati lebih cepat. Namun ia tidak mau melihat penyesalan Jongin yang berlarut-larut.
.
Soojung dan Jongin kembali ke kamar rawat Soojung. Walau sakit, Soojung tetap dengan setia mendorongkan kursi roda Jongin. Awalnya Jongin menolak namun Soojung berdalih ini semua adalah wujud baktinya pada seorang Jongin, oppa kandungnya.
.
Soojung membaringkan dirinya di kasur rawatnya, Jongin masih terus menunduk. Rasa sesal dan bersalahnya terlalu besar. Soojung tidak marah sedikitpun, bahkan dia masih mau merawat Jongin walau dirinya juga sedang sakit.
.
"Oppa?"
"Hhmm?"
"Lihat aku"
.
Jongin mengangkat kepalanya dan memandang Soojung dengan tatapan penuh penyesalan dan kesedihan.
.
"Jangan bersedih"
"Aku masih belum bisa memaafkan diriku sendiri"
"Aku tidak pernah menyalahkanmu, mengapa kau harus menyalahkan dirimu sendiri?"
"Apakah aku segila itu Soojung? Bagaimana bisa aku tidak sadar atas semua perbuatanku?"
"Aku mengerti oppa, kau tidak gila, kau hanya butuh waktu, dan aku akan menunggumu untuk sembuh. Dan kau pasti bisa kembali seperti dulu. Yang perlu oppa lakukan adalah tetap percaya bahwa keajaiban itu pasti terjadi"
.
Jongin menggenggam erat tangan Soojung yang juga dihiasi oleh selang infus. Tidak lama, terlihat paman Jongdae yang menjenguk Soojung.
.
"Soojung-ah, bagaimana keadaanmu?"
"Sudah jauh lebih baik paman, bagaimana keadaan toko? Maafkan aku membolos dan tidak membantumu"
"Berhentilah memikirkan orang lain. Pikirkan dirimu sendiri dulu saat ini. Paman masih sanggup bekerja kalau kau sedang tidak bekerja"
"Maafkan aku paman"
"Sudah-sudah. Oh iya, sudah lama aku tidak melihatmu Jongin"
"Iya paman, paman apa kabar?"
"Aku baik-baik saja. Aku yakin kau juga pasti baik-baik saja karena Soojung selalu berada disisimu kan?"
"Paman benar, tapi nyatanya malah aku yang membuat Soojung celaka"
"Tidak ada yang saling mencelakai Jongin-ah, semua ini sudah direncanakan Tuhan untuk jalan hidup kalian. Bukan Tuhan benci pada kalian, tapi Tuhan ingin mempererat hubungan kalian dan percayalah, akan ada hikmah besar dibalik semua ini"
.
"Paman, apa kerja Soojung sangat berat di tokomu? Tidak bisakah aku yang menggantikan Soojung?"
.
Paman Jongdae menunduk mendengar pertanyaan Jongin. "Begini saja, Soojung kau hanya perlu bekerja 4x seminggu saja. Dan Jongin, kau fokus saja untuk terapimu, nanti kalau aku butuh bantuan, aku akan memanggilmu tapi tidak sekarang"
"Terima kasih paman, karena paman sudah sangat banyak membantu dan aku juga meminta maaf karena tidak pernah membalas jasamu"
"Kalian keluargaku, dan hanya aku yang kalian punya saat ini. Appa kalian sangat baik kepadaku, aku ingin membalas budi appa kalian melalui kalian, keponakanku sendiri"
"Oh iya, dimana sepupu-sepupuku paman? Aku merindukan mereka"
"Mereka sekolah Jongin, mereka sedang persiapan ujian sekolah"
.
Ucapan Paman Jongdae mengingatkan Soojung terhadap sekolahnya yang terbengkalai, padahal masa ujian kelulusan SMA sudah di depan matanya.
.
"Astaga, bagaimana dengan sekolahku? Aku pasti ketinggalan pelajaran"
"Jangan dipikirkan, aku sudah mengizinkanmu dan aku yakin kau pasti tetap akan lulus ujian"
"Benarkah paman? Terima kasih paman. Maaf sudah merepotkan"
"Sudah kewajibanku sebagai walimu. Sekarang kau dan Jongin harus fokus untuk sembuh. Mulai sekarang jangan pernah meminta lembur lagi. Jika kau butuh uang, bilang saja padaku"
.
Jongin membelalakkan matanya terkejut mendengar perkataan paman Jongdae. Bagaimana mungkin yeodongsaengnya bekerja sebegitu kerasnya untuk memenuhi kebutuhan mereka. Padahal hal tersebut seharushnya adalah tanggung jawab Jongin sebagai oppa.
.
"Apa? Jadi Soojung sering meminta lembur pada paman? Soojung-ah, apa yang kau lakukan, kau bisa sakit jika terlalu memaksakan diri"
"Jangan pojokkan aku seperti itu"
"Hey sudahlah, jangan salahkan dongsaengmu Jongin"
.
Ini adalah pertama kalinya paman Jongdae bertemu dengan Jongin setelah kecelakaan itu. Sebenarnya paman Jongdae sudah mengetahui semuanya karena memaksa Soojung untuk bercerita, namun karena tutur kata paman Jongdae yang halus membuat Jongin tidak tersulut emosi.
.
.
Beberapa hari setelah itu, kondisi Jongin perlahan membaik. Namun Soojung masih sulit menebak emosi Jongin. Saat ini seakan Jongin memiliki dua kepribadian. Terkadang ia lembut namun terkadang ia kembali kasar kepada Soojung.
.
"Oppa, aku akan berangkat sekolah. Apa ada yang bisa kubantu lagi?"
"Tidak. Berangkatlah"
"Telfon aku jika kau membutuhkan sesuatu"
"Hhmm..."
.
Soojung berangkat sekolah menggunakan bus, ketika ia sedang menunggu di halte, tiba-tiba ada mobil yang berhenti tepat di sampingnya.
.
"Soojung? Sendirian saja? Masuklah"
"Sehun oppa? Kau sudah kembali?"
"Hhmm. Masuklah"
"Terima kasih oppa. Bagaimana kabarmu? Apa kau tak membawa oleh-oleh untukku?"
"Pasti kubawakan kau oleh-oleh Soojung-ah"
"Sejak kau pergi ke Paris 2 bulan lalu aku selalu kesepian oppa"
"Maafkan aku, aku harus mengikuti appaku pergi ke Paris"
"Yang penting sekarang kau sudah kembali"
"Kau kurus sekali Soojung-ah, apa kau sakit?"
"Ah, tidak, mungkin terlalu lelah saja"
"Lalu, bagaimana keadaan Jongin?"
"Dia sudah lebih baik"
"Aku tidak benar-benar mengetahui kondisinya Soojung-ah, dulu kau tak mengizinkanku menjenguknya. Aku tak mengerti apa yang kau maksud dengan "lebih baik""
"Do'akan saja semoga oppa bisa berjalan lagi. Sebentar lagi ia akan menjalankan terapi"
"Benarkah? Aku pasti mendoakannya"
"Nanti kau pulang jam berapa? Biar ku jemput"
"Tidak usah oppa, aku bisa sendiri"
"Tak apa. Aku lagi pula aku sedang merindukanmu"
"Oppa gombal"
.
~Pulang sekolah~
"Kita ke café dulu bagaimana?"
"Maaf oppa, tapi aku harus menyiapkan makan siang untuk Jongin oppa dan sore harinya aku harus bekerja"
"Tapi aku masih ingin bersamamu Soojung-ah"
"Mungkin lain kali saja"
"Baiklah"
"Jangan marah oppa"
"Tidak"
.
~Sesampainya di rumah~
"Soojung!!! Dengan siapa kau pulang?"
"I...itu... Se...hun oppa"




TBC
Gimana gimana? Kurang greget ya? Kasi tanggapan gapapa kok. Vote dan Comment ya. Biar saling menghargai. Makasiiih :)

My Brother (Complete) Where stories live. Discover now