Gue inget kata Rangga kalo gue harus berusaha.
Makanya, gue pengin mulai dari hal-hal kecil aja dulu.
Contohnya kayak hari ini. Gue memutuskan untuk datang ke sekolah lebih awal dari biasanya, karena gue tau, Eva sering datang paling awal di kelas. Sekolah masih dalam keadaan sepi banget pas gue masuk.
Yang namanya pertama kali bangun lebih awal pasti susah dong. Tapi, ini demi usaha. Kalo gue diem aja di garis start tanpa mulai berlari, sampai mati pun gue nggak bakal tau hasilnya seperti apa. Nggak-ada-yang-bakal-berubah.
So, here I am. Di lantai dua gedung sekolah, dengan tas ransel masih terpasang di punggung, gue menumpukan kedua tangan di pagar pembatas koridor sambil memperhatikan lapangan di bawah sana. Sesekali gue menikmati udara sejuk yang berhembus di bawah langit pagi yang cerah.
Bukan ide yang buruk gue datang sepagi ini. Sekolah jadi terasa berbeda di saat sedang sepi daripada ramai.
Lalu, tanpa sengaja mata gue menangkap sosok cewek berambut sebahu yang sedang berjalan di lapangan. Gue menyipitkan mata, mengerjap untuk memastikan penglihatan gue. Dan, bener, itu si Eva!
Gue melangkah mundur, menjauhi pagar pembatas. Gue celangak-celinguk, jadi pusing sendiri harus ngapain. Kabur ke toilet, masuk ke kelas, atau nungguin dia di sini. Yang bener aja, masa nungguin dia di sini?
JADI APA YANG HARUS GUE LAKUIN?!
Gue langsung terbelalak melihat Eva yang sudah akan berbelok menuju kelas. Tanpa berpikir dua kali gue berlari menuju kursi panjang depan kelas dan langsung menaikkan satu kaki gue ke atasnya.
Pura-pura ngiket tali sepatu, ah.
Jadi gue bungkukin badan kemudian melepas tali sepatu yang sebenarnya udah gue ikat baik-baik dari rumah.
Kok, dia nggak lewat-lewat, sih?
Ini apa cuma perasaan gue aja dia jalannya lelet amat? Gue sama sekali belum liat kakinya berjalan ngelewatin gue.
Akhirnya gue mutusin masuk kelas duluan aja--pura-pura masih nggak sadar kalo dia sudah datang. Gue baru aja berdiri tegak, menurunkan kaki gue ke lantai. Tapi, di detik itu juga, gue noleh dan mata gue langsung ketemu sama matanya. Gue ..., ya, gue berusaha mengontrol diri supaya nggak keliatan kaget.
Dia yang keliatan gugup juga akhirnya tersenyum sambil nyapa gue, "E-eh, hai."
Dalam hati gue agak bingung, sih, sama sapaan dia.
Akhirnya gue ikut tersenyum, melihat senyuman Eva yang tampak agak canggung tapi tetap berhasil membentuk eyesmile. "Hai," sapa gue balik.
Dan setelah sapaan singkat itu, dia berjalan mendahului gue dan masuk ke kelas duluan. Sementara itu, gue masih berjalan--lambat banget--sambil senyam-senyum nggak jelas melihat cewek itu dari belakang.
💘
KAMU SEDANG MEMBACA
Too Shy And Too Late [COMPLETED]
Short StoryIni kisah tentang dua hati yang saling memendam rasa. Tentang dua lidah yang terlalu kelu untuk sekadar menyapa. Tentang dua pasang mata yang terlalu malu untuk menatap lebih dari sedetik. Tentang dua hati yang berdebar di saat mereka berdekatan. Da...