Harapan yang Terkabul (Aron)

2.1K 212 4
                                    

Di kelas, gue duduk di belakang Eva--di barisan ketiga dari depan, sementara dia duduk di barisan paling depan. Ini salah satu spot terbaik gue untuk bisa bebas ngeliatin dia dan apapun yang dia lakukan.

Sekarang Eva lagi bercanda dengan teman sebangkunya. Dan, ya, gue paling suka liat dia tersenyum. Gue nggak tau alasannya apa, tapi ya gitu. Gue jatuh cinta sama senyuman dia.

"ARON! LO NGELIATIN SIAPA, SIH? KERJAAN BELUM SELESAI JUGA!" Gue yang baru aja mau nulis--melengkapi catatan, tiba-tiba urung karena seseorang langsung nutup mata gue pake tangannya dan narik gue ke belakang.

"Ah, Ga! Tangan lo busuk sumpah! Lo abis ngapain, sih?!" Gue melempar tangannya dari muka gue.

Sampai gue sadar kami berdua jadi pusat perhatian seisi kelas. Eh, bukan gue kayaknya, tapi si Rangga. Mereka melihat Rangga dengan tatapan jijik. "Ish, Ga! Cuci tangan sana!" celetuk Vita yang duduk di dekat kami sambil nutup lubang hidungnya. Fyi, mereka ini emang suka cekcok. Jadi gue udah nggak heran.

"Ihs, apaan, sih, lo." Rangga melotot pada Vita, kemudian melanjutkan pelototannya pada gue. "Tuh mulut dijaga dong," ucapnya ketus seraya mencium bau tangannya sendiri. "Apanya bau, njir? Hidung lo tuh bau!"

Gue nyengir. "Jadi kenapa? Kerjaan apa belum selesai?" tanya gue.

"Sejarah! Tuh!" Rangga menunjuk David yang tengah fokus natap laptop, ngerjain power point.

Gue tiba-tiba teringat tugas kelompok dari Bu Mia itu.

"Gue yakin, bentar kalo dia masuk pasti ngasih tugas lagi," kata Rangga sambil geleng-geleng kepala.

Bu Mia memang guru yang paling rajin ngasih tugas, apalagi sekarang udah masuk bulan-bulan terakhir sebelum kelulusan. Bahkan ketika tugas sebelumnya belum selesai, dia pasti bakal ngasih tugas baru lagi di pertemuan berikutnya.

Dan gue nggak bisa bilang apa-apa soal itu.

Selagi gue diam, tiba-tiba pintu kelas dibuka. Guru berambut sebahu itu berjalan masuk dengan santai. Gue, dan yang lain kembali ke tempat masing-masing.

Usai mengucapkan salam, kami duduk.

Gue punya feeling nggak enak sama raut wajahnya Bu Mia itu. Dia memperhatikan tiap murid sambil senyum tipis.

"Power point udah selesai belum?"

Gue bisa denger beberapa di antara kami ada yang jawab 'sudah' dan ada juga 'belum'. Dan gue termasuk yang jawab 'belum'.

"Kalian bisa ngerjain tugas baru, 'kan?"

Sementara yang lain mendemo, gue hanya menghembuskan nafas, pasrah. Begitu pun dengan Rangga yang duduk di samping gue. "Gue bilang juga apa, Ron, dia pasti ngasih tugas baru lagi," bisiknya ke gue.

"Tapi kali ini, Ibu mau rombak anggota kelompok kalian."

"APA? SERIUS, BU?!"

Bukan cuma yang lain yang membelalak, gue pun juga ikut melotot. Gue udah nyaman sama teman kelompok gue, kenapa malah dirombak, sih? Belum tentu juga gue bisa enjoy ngerjain tugas sama yang lain. Apalagi kalo sudah sekelompok sama orang-orang yang emang malas. Bzz.

"Sekarang Ibu tentukan, ya, anggota kelompoknya."

Keheningan dan bisikan samar terdengar ketika Bu Mia sedang membaca absen dalam diam. Tak lama kemudian, beliau bersuara, "Untuk kelompok pertama; Adeeva." Mendengar nama pertama yang disebut Bu Mia, gue refleks melirik beliau.

Oke. Nggak apa-apa anggota kelompok dirombak asal gue bisa sekelompok sama Eva.

"Aron."

Selama dua detik, gue terpaku.

Itu beneran nama gue?

Mata gue perlahan melebar mendengar nama gue disebut Bu Mia. Rangga di sebelah gue dan David di belakang langsung ninju punggung gue dengan ekspresi heboh. Mereka aja kaget, gimana gue? Gue bahkan nyaris bersuara kalo aja gue nggak bungkam mulut gue sendiri saking senangnya.

Ha, gue serasa abis menangin lotre.

Thanks, God.

Akhirnya harapan gue terkabul!

💘

Too Shy And Too Late [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang