Terusan Jingga

17 6 0
                                    

Baru saja aku ingin membuka pintu. Suara mobil terdengar dari luar. Aku membalikkan badan. Terlihat seseorang keluar dari pintu depan kiri mobil sehingga aku tidak bisa melihatnya dengan jelas.

Aku berjalan ke arah gerbang. Terdengar ketukan sandal high heels. Itu pasti wanita.

Tapi aku sangat shock ketika melihat wanita berkacamata hitam, berkulit putih, dan rambut hitam bergelombang menghampiriku.

"Permisi dik mau nanya..."

Aku mengangguk dengan kaku.

"Tau alamatnya ini?" Wanita itu mengulurkan kertas.

"Oh ini ibu tinggal lurus aja. Terus ada pertigaan belok kiri. Nanti di kiri jalan lihat aja ada plang nama jalannya ini."

"Oh yaya. Makasi ya adik cantik." Wanita berkulit putih mengelus rambutku. Dan kembali masuk ke mobil APV putihnya.

Bersamaan dengan perginya mobil itu. Aku melihat seorang laki-laki tersenyum dibalik jendela tengah mobil.

"Sial! Itukan yang nyerempet aku waktu itu."

"Kalau aku tau aku bakal bilang ke mamanya tadi kalau dia udah nyerempet aku."

Aku membanting gerbang keras. Aku tidak peduli tetangga mendengarnya atau tidak.

Aku berjalan sampai di pintu depan. Langkahku terhenti ketika handphone di saku rokku bergetar.

"Oh ternyata Papa."

"Iya halo Pa kenapa?"

"Papa gak bercanda kan?"

"OMG Pa! Tara laper. Uang jajan Tara juga udah habis."

"Sekarang gimana dong Tara masuk kalau papa yang bawa kuncinya"

"Hmm iyaiya pa. Cepet pulang ya.

Tut Tut Tut

Sambungan di telepon terputus. Aku duduk di teras sambil menatap langit berisi ribuan kapas. Berharap besok akan baik baik saja.

Kupikir lebih baik aku belajar sambil menunggu papa dan bubu pulang dari mall. Aku terus memegangi perutku yang sakit karena lapar. Keringat dingin mulai mengucuri tubuhku.

Tiba-tiba dunia terlihat berputar. Samar-samar aku melihat seorang perempuan memakai terusan berwarna jingga berlari ke arahku. Entah mengapa tubuhku mati rasa dan semuanya terasa gelap.

***

Aku membuka mata, lemas. Buram terlihat wajah seorang perempuan.

"Are you okay Tara?"

"Vi... Viona...." Aku berusaha bangun dalam posisi duduk.

"Eehhh kamu tidur aja Tar."

Aku kembali dalam posisi tidur seperti perintah Viona. Aku memegangi pelipisku.

"Kita di rumah sakit ya Vi?" Aku melihat sekeliling dan yang terdapat hanya korden putih mengelilingi.

"Iya Tar. Kita lagi di rumah sakit."

"Tadi aku udah nelpon mama kamu. Katanya masih dalam perjalanan."

Aku mengangguk dengan lemas. Memandangi wajah Viona yang terlihat cemas.

"Hh tunggu bentar ya Tar. Aku keluar dulu mama kamu nelpon."

Viona beranjak dari kursi dan melewati korden putih itu. Tapi aku merasa ada suatu kejanggalan.

HURUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang