Kata Pertama Viona

6 2 0
                                    

Hari dimana hari yang sudah ku nanti-nantikan. Apa itu? Tentu saja sekolah. Hari dimana nerakanya bagi para siswa, termasuk aku. Tapi entah mengapa aku justru menantikan neraka itu. Tentu saja aku ingin ke sekolah bukan tanpa alasan. Mungkin bisa dibilang ada 1 alasan, yaitu aku ingin menanyakan Viona tentang sesuatu yang kemarin.

Tapi dimana saat paling menjengkelkan dalam hidup. Aku justru tidak dihiraukan oleh Viona yang sedang asyik berkutik dengan handphonenya. Aku terus menyeruput es caramel macchiato sambil memerhatikan Viona yang entah dengan siapa di seberang sana diajaknya.

"Viona?" Viona masih saja berkutik dengan handphonenya.

"Vi, aku mau nanya nih? Ganggu bentar boleh?"

"Hm?" Hanya kata itu yang keluar dari mulut Viona. Aku merasa sebal dengan kesibukan Viona yang tega-teganya mengacangiku.

"Ishh kacang mahal!!"

"Vi, kamu kemarin sempat keluar rumah gak?"

"Hm?" Viona menaikkan satu alisnya. Dan aku pun mengulangi pertanyaan.

"Vi, kamu kemarin sempat keluar rumah gaaakk?" Aku mencoba untuk tetap sabar.

"Ha?" Viona hanya mendongakkan kepala tetapi matanya masih tertuju pada handphone.

"Vionaaa." Aku menarik napas dalam-dalam. "Kemarin sempat keluar rumah gak?! Koe tu gak pernah bersihin telinga!"

Sontak teriakanku membuat siswa-siswi di kantin memandangiku dengan tatapan membelalak. Untung saja mereka memakai lem perekat yang kuat. Kalau tidak, mungkin detik itu juga mata mereka menggelinding di atas lantai kantin.

Viona pun ikut-ikutan memandangiku dengan tatapan herannya. Tanpa menjawab pertanyaanku dan malah terus berkutik dengan handphonenya.

Aku pun segera menyambar handphone Viona.

"Eh Tar, jangan main ngambil gitu aja dong. Sini balikin."

"Eitss! No no no no. Kamu harus menjawab pertanyaan saya terlebih dahulu jika kamu ingin handphone ini kembali." Maka keluarlah kata-kata resmi dari mulutku.

"Sini Tara. Balikin! Cepet ah."

Aku terus mengangkat tinggi-tinggi handphone Viona supaya ia tidak dapat mengambilnya. Aku beranjak dari kursi kantin dan kembali ke kelas dengan tetap membawa handphone Viona.

Viona tiba-tiba menarik tanganku saat aku hendak masuk ke kelas.

"Tara, sini balikin handphoneku."

"Gak boleh Vi, kamu kan belum jawab pertanyaanku."

"Pertanyaan apa?"

"Ishhh gak usah pura-pura bego!"

"Sumpah! Kamu nanya apa sih, Tar?"

"Males ah aku ngomong sama kamu. Udah ya. Bye." Aku memasuki kelas diikuti oleh Viona yang masih saja merayuku untuk mengembalikan handphone kesayangannya.

"Oke fine. Aku ulangi. Kemarin kamu sempat keluar rumah?"

"Gak sempet kok, Tar. Sini balikin handphoneku."

"Eitss. Bener kamu kemarin pakai baju hitam dan celana jeans biru?"

"Bener. Tapi aku gak ada keluar rumah."

"Kemarin kamu keluar pakai jaket parasut warna maroon kan?"

"Iya. Eh gak. Gak. Kemarin aku gak ada keluar."

"Trus tadi kenapa kamu jawab iya?"

"Bukan urusan lo! Sini balikin handphone Gue!" Viona berhasil mengambil handphonenya karena aku sengaja melepas genggamanku. Viona menghilang keluar kelas begitu saja entah kemana bocah itu perginya.

"Tadi apa? Gue? Lo?"

"Kata pertama yang aku denger dari mulut Viona. Apa aku lagi mimpi?" Aku mencubit lenganku. "Haduhh. Sakit kok. Berarti ini bukan mimpi."

HURUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang