GADIS MISTERIUS

89 16 1
                                    

"Siapa nama...mu? Gadis itu sudah tidak ada.

"Eh? Adik kamu dimana?!" Aku mencari diseluruh sudut UKS. Ya aku juga gak ngerti kenapa sekolahku membangun UKS yang luas.

"Hmm.. mungkin saja dia malu melihatku." pikirku.

"Wait! Malu? Toh tadi kita bicara. Ya emang sih dia gak natap aku. Hahaha otak udang memang aku ini ya"

Aku berjalan kembali ke kelas dengan santai. Hari-hari di sekolah berlangsung dengan lancar.

***

Saat istirahat, aku membeli minuman di kantin.

Yaiyalah di kantin masak di toko bangunan, kalau di toko bangunan mah gak ada. Garing amat buk..

***

Seperti biasa kantin tetaplah kantin, seberapapun banyaknya ya masih banyakan murid.

Dan saat desak-desakan, ada adik kelas bebadan bongsor menyenggolku. Aku terjatuh ke belakang tepatnya ke arah Putra. Seketika Putra refleks dan menahan tubuhku.

Kami saling tatap sangat lama. Wajahku langsung memerah
"Ya Tuhan kenapa aku harus bertemu dengannya. Jangan buat aku gugup Tuhan."

Deg..deg.. jantungku berdegub kencang. Viona yang melihat kami langsung melenyapkan suasana ini. "Ekhm.. permisi."

Kami langsung tak berani saling menatap lagi. Putra pergi begitu saja. Sedangkan aku hanya bisa melihatnya pergi.
"Kenapa kamu pergi?"

"Hei Tara kamu sedang jatuh cinta ya?" Viona menyenderkan tangannya di pundakku.

"Sudahlah, lupakan kejadian tadi. Aku mau ke kelas dulu." Aku menahan malu. Sepertinya tomat di pipiku siap panen.

Viona menarik tanganku "Tara, aku ini sahabatmu. Aku tau apa yang terjadi dengan dirimu sekarang." Aku hanya terdiam. "Tara, sebaiknya kamu bilang aja langsung ke dia. Apa susahnya sih?! Aku tau kamu orang yang pemalu dan pendiam di kelas. Tapi Tara, jika kamu tidak mengutarakannya kamu pasti akan menyesal nanti." nasehat Viona.

"Aku tau kok Tar, kamu tu sangat mencintainya dan begitu sebaliknya dia juga mencintaimu." Lanjut Viona yang dengan kata-kata yang alay sumpah.
Aku meninggalkan Viona di kantin.

***

Tiga jam berlalu.. KRIIIING... kini saatnya kami pulang sekolah. Aku berjalan ke rumah sangat pelan. Tapi gak kayak siput juga.

"Kata-kata Viona ada benarnya juga. Tapi..."

Tiba-tiba Viona memanggilku, "Tara! Kotak pensilnya Putra hilang!" Aku menoleh dan tak bisa menahan kecemasanku. Aku berlari"Hilang dimana Vi?!" Aku langsung menuju ke kelas.

"Putra, kotak pensilmu hilang?! Dimana?" kataku cemas. Semua yang masih ada di kelas hanya menatapku dengan bingung, begitu juga Putra.
"Tara, siapa yang bilang kotak pensilku hilang? Ini kotak pensilku masih ada." Putra menunjukkan kotak pensilnya. "Oh, maafkan aku."
Bisa kurasakan pipiku memanas "Ciiieeee..." seisi kelas mengatakan itu padaku dan Putra. Aku langsung berlari karena tak bisa menahan malu. Aku mengabaikan Viona yang sedang tertawa kecil di pintu gerbang.

"Hei Tara, mau kemana kamu? Hei tunggu!" Viona menyusulku dan menghalangi jalanku. Aku menghela napas "Apa lagi Vi? Minggir! Aku mau lewat!" Aku bergerak ke kanan, Viona juga ikut. Begitu sebaliknya. Aku sebenarnya ingin mendorongnya, namun itu tak mungkin karena Viona adalah sahabatku.

"Tara, kamu marah ya?"
"Tidak, aku tidak marah. Aku cuman sedih, kenapa kamu kayak gini sama aku Vi? Apa kamu gak tau hah?! Aku tu malu tau! Aku sungguh terlihat konyol saat itu, Viona." Bisa kurasakan bendungan di mataku mulai pecah.

HURUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang