Naik Tingkat

4 1 0
                                    

Malam yang sangat mencekam bagiku. Suasana hening membuat bulu kuduk berdiri. Hembusan angin yang begitu kencang membuat kehororan menjadi tragis dan dramatis. Ya, tentu saja tragis dan dramatis karena aku lupa menutup jendela.

"Kalau aku menutup jendela dan tiba-tiba hantu menarikku dan memakanku, aku akan berakhir dengan tragis. Kalau aku menutup jendela dan tiba-tiba Romeo datang menjemputku, hidupku akan berubah jadi dramatis. Terus aku harus gimana iniiii???"

Aku pun mengambil sapu, lalu menutup jendela. Cepat-cepat bersembunyi dibalik selimut. Ada yang menarik selimutku! Aku pun berusaha menahannya kuat-kuat.

"Jangan makan aku!", teriakku.

"Lho, kamu gak mau sekolah. Awas gak lulus ujian lho."

Aku sontak membuka selimut dan menabrak bubu. Melompat dari kasur, kujalani rutinitasku sebagai seorang siswi yang bersiap untuk ujian.

"Tara udah habisin ya nasi gorengnya. Makasi bubu udah mau buatin makanan kesukaan Tara. Tara berangkat dulu ya! Love you, bubu.", aku mencium pipi bubu, menaiki sepedaku yang sudah sangat berdebu setelah enam bulan kami harus belajar di rumah.

***

Pengawas ujian masuk dengan suara deru langkah kaki yang membuat semua siswa seperti akan kehilangan nyawa mereka. Jika kebanyakan sekolah melaksanakan ujian berkali-kali. Maka tidak seperti sekolahku ini. Kami hanya perlu mengikuti 1 kali ujian untuk bisa masuk ke Sekolah Menengah Atas. Bahkan kami boleh memilih 1 mata pelajaran saja untuk ikut ujian. Enak kan?

***

"Gimana tadi ujiannya?"

"Lancar kok pa. Papa emang sekarang lagi gak sibuk? Tumben banget mau jemput?", tanyaku sedikit ketus.

"Hahaha, ini papa mau ajak kamu ngomong sesuatu yang penting.", jawab papa dengan senyumnya yang begitu teduh.

"Ngomong penting apa? Bubu udah tau gak?"

"Yaaaa, ada lah. Kepo banget anak papa satu-satunya ini." Papa mencubit pipiku.

"Aaaaa sakit tau pa! Papa ini suka kali cubit pipi Tara." jawabku sambil mengelus-elus pipi yang lagi panen tomat.

"Bubu udah tau, udah nungguin kita malahan di resto."

"Kira-kira papa mau ngomong apaan ya? Ayo dong, kenapa harus banget mikirin hal yg gak penting! Toh juga nanti dikasi tau sama papa. Tapi aku kepo banget tau, gak pernah papa sampai ngajak aku ke resto, isi ada bubu lagi. Apa papa mau keluar kota lagi?"

Aku mengambil minum dari tasku, memakan cookies buatan bubu. Mulutku tak bisa berhenti memakan kue kering berlapis cokelat warna-warni ini. I won't to share!

Setelah perjalanan 1 jam 30 menit itu, tibalah kami di sebuah resto tua bergaya jaman Belanda. Kami pun masuk dan aku lihat bubu duduk sendiri. Iya, sendiri. Tak ada siapapun di resto ini.

"Pa, ini beneran resto? Kok kayak kuburan?"

"Sayangggg, gimana tadi ujiannya?", peluk bubu.

"Lancar kok bu. Hmm peyuknya bisa dilepas? Tara gak bisa nafas."

"Oopss maaf sayang. Bubu terlalu seneng."

"Kenapa yang ada di sini cuma kita? Restoran apa ini? Pulang yuk pa." Aku gelisah berada di sebuah resto tua dan tidak terurus, ditambah lagi sepi.

"Lho, kata siapa sepi?" Papa langsung menepuk tangannya tiga kali seperti memberi sinyal.

Lampu pun menyala, dan aku sontak kaget karena ibu guru ada di atas panggung. Teman-temanku memberiku ucapan selamat. Aku masih terdiam, tak tahu harus bagaimana.

"Hm, ini ada apa ya?" tanyaku masih terbawa heran.

"Selamat Tara! Kamu berhasil mendapatkan peringkat terbaik dengan nilai ujian tertinggi di sekolah!" suara bergema ibu guru dari balik mikrofon yang dibawanya. Mulutku menganga, senyum mulai mewarnai indahnya binar mata.

"Papa ngajak kamu ke sini cuma mau ngasi kejutan ke kamu. Bukan mau ngomong hal penting." Papa pun mengeluarkan jurus cengangas-cengengesnya.

Kami pun merayakannya di tempat tua itu, hingga tak terasa hari mulai senja menuju malam.

"Terima kasih ya ibu guru dan teman-teman sudah hadir jauh-jauh ke sini. Maafkan my papa yang selalu merepotkan ini hehe."

***

Kali ini aku, papa, dan bubu menginap di sebuah villa yang lagi-lagi bergaya tua ala jaman Belanda. Selera papa tua amat yah...

Papa sekamar dengan bubu, dan aku sekamar dengan teman-temanku yang bisu dan buta. Tentu saja itu barang-barangku. Aku diam melihat panorama kerlap-kerlip lampu di kejauhan, terlihat seperti bintang-bintang yang tumbuh di bukit.

Aku tersenyum, "Aku tak menyangka bahwa aku mempunyai seorang papa yang luar biasa dan seorang ibu tiri yang sangat menyayangiku. Kalau aku baca dongeng, ibu tiri biasanya jahat. Tapi bubu justru berbeda 180 derajat."

Jika memilih antara emas dan keluarga, maka aku pasti memilih keluarga. Karena keluarga adalah harta yang paling berharga dibandingkan emas.

Aku tak sengaja mendengar papa dan bubu berbincang-bincang di ruang keluarga. Entah apa yang mereka bincangkan. Aku mendekatkan diriku di balik pintu. Tiba-tiba saja aku ingat ada yang janggal saat acara di resto tua tadi. Jendela kamarku seketika tertutup dengan kencang.

"Jangan ngamuk gitu, Tara.", teriak Papa.

"Iya pa, ini Tara lupa kunci jendelanya." Aku pun menutup jendela dan menguncinya. Lagi-lagi ada yang aneh.

"Aku udah nutup bahkan udah aku kunci, tapi kenapa bisa kebuka ya?"

Aku mengambil selimut dan berusaha untuk tenang. Padahal aslinya sudah mau nangis huhuuu takut help me guys!

Aku mengambil ponselku, melihat foto-foto tadi saat di resto. Aku menggeser-geser layar ponsel. Meskipun tidak akan mendapatkan uang satu milyar, atau sebuah mobil Mercedes Benz dan helicopter pribadi. Tapi aku melihat something wrong!!!

"Siapa yang berada di balik panggung?", gumamku.

Aku hanya melihat seorang anak, sepertinya seusiaku dan aku rasa sebaya denganku. Aku tidak dapat melihatnya dibalik gelapnya panggung, hanya topinya saja yg berwarna hitam sedikit terkena cahaya. Tapi sangat sulit bagiku menebak apakah dia laki-laki atau perempuan.

Ponselku berdering, sehingga membuatku kaget. Ya, karena suasana cukup mencekam saat ini. Aku mengambil ponselku, belum sempat aku menjawab telponnya mati. Aku menaruh ponselku lagi, acuh tak acuh dengan orang di seberang. Ponselku kembali berdering.

"Halo, dengan siapa?" Tut tut tut

"Issss ngeselin banget dehhh!!!!"

Aku melempar ponselku dan teringat sesuatu

To be continued.....

Update chapter terakhir tahun 2018 yang judulnya "ZIA", dan sekarang author balik lagi di tahun 2020. Yeeeaaayyy lama amat baliknya ya xixixi...

Semoga bumi cepat pulih dari covid-19, dan semangat buat kalian yang lagi belajar dan kerja dari rumah!

Nah, makin penasaran kan siapa sih kira-kira yang ada dibalik panggung?

Stay Tuned terus yaahhh

~Salam author~

HURUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang