Nine

2.5K 494 58
                                    

YERI tak henti-hentinya mengembangkan senyum saat dirinya baru saja keluar dari dalam kafe, seraya memegang seamplop cokelat berisikan hasil jeri payahnya selama dua hari belakangan ini. Benar. Gaji kerja paruh waktunya. Walau tak seberapa, namun tentu saja uang itu sudah terbilang cukup banyak--baginya. Mengingat sebentar lagi uangnya akan terkumpul, Yeri jadi tidak sabar ingin segera pulang, bertemu kedua orang tuanya di Jakarta.

“Yeri?” Tiba-tiba seseorang menyapa dirinya yang tengah asik melamun. Ia mendongak, mendapati sosok Mingyu yang tiba-tiba berada di hadapannya. Langkah lelaki itu mendekat, kemudian terhenti tepat beberapa senti di depan Yeri. “Lo kok di sini?”

“Oh, barusan.... gue habis kerja,” balas Yeri.

Dahi Mingyu mengerut, tak mengerti. “Kerja? Kerja gimana?”

“Iya. Gue habis dari kafe itu.” Yeri menunjuk sebuah kafe kecil yang terletak tak jauh di belakangnya. Ia menghela napas pendek. “Kan gue kerja part time di sana, gara-gara.... uang gue habis waktu pertama kali datang ke sini.”

Mingyu mengangguk paham. “Oh, iya. Jungkook gimana? Udah baikan belum?” tanyanya, seraya memberi jeda sejenak. “Maaf ya, gue kemarin nggak bisa lama-lama. Habisnya, ada urusan sebentar. Insha Allah nanti malem gue mampir deh. Gue juga liat waktu soalnya.”

“Udah nggak apa-apa, sih. Cuman katanya masih pusing, badannya juga masih anget. Tapi nggak separah kemarin,” tutur Yeri. Sepersekian detik kemudian, ia tersenyum. “Lo nggak usah khawatir, Jungkook bakal gue jagain terus, kok. Yah, selagi gue di sini, sih.”

“Emang lo balik kapan?”

Yeri terdiam sebentar. “Mungkin.... dua sampe tiga hari lagi. Yah pokoknya tunggu sampe uang ini cukup buat beli tiket pulang aja. Soalnya bokap gue bener-bener nggak ngasih. Ya iya sih, namanya juga tantangan. Hehehe.”

“Ya udah deh kalau gitu. Ehm, gue pergi dulu ya, Yer. Oh, iya. Suruh si Jungkook makan yang banyak. Biasanya dia kalau lagi sakit suka rese, males makan. Gue nggak tahu obat yang ampuh biar dia lahap makan apaan. Tapi gue yakin, kalau lo yang nyuruh, pasti dia mau nurutin.”

Yeri terkekeh, memukul lengan Mingyu pelan. “Apaan, sih. Udah ah, gue juga mau ke rumah sakit. Lo hati-hati ya, Ming.”

“Sip! Byee!”

Yeri hanya membalas dengan lambaian tangan di saat Mingyu sudah melangkah, kemudian menghilang dari pandangan. Selama perjalanan menuju rumah sakit, Yeri tak henti-hentinya memikirkan sosok Jungkook. Benar, si lelaki yang sudah mau membantunya selama seminggu belakangan ini.

Dan sekarang, Yeri justru bingung, ingin membalas semua itu dengan apa. Memang tak banyak yang dapat Yeri lakukan. Tapi setidaknya, ia juga ingin membalas semua kebaikan yang telah Jungkook berikan--sebelum dia benar-benar pergi meninggalkan kota Singapura.

Memasuki lobby rumah sakit, tiba-tiba saja Yeri melihat sosok Chaeyoung yang tengah berdiri di depan ruang administrasi. Wajah gadis itu tampak sedikit cemas, entah kenapa. Penasaran, Yeri segera menghampiri gadis berambut sebahu itu. “Chaeyoung, lo kok di sini? Ngapain?”

“Eh, Yer.” Chaeyoung menoleh, masih memasang ekspresi yang sama. “Gini, tadinya tuh gue mau ngurusin administrasi biaya rumah sakitnya Jungkook. Tapi masalahnya gue baru sadar, dompet gue ketinggalan di rumah. Gue bawa duit sih, tapi ini nggak cukup. Lo ada uang nggak, buat talangin dulu semuanya?”

Tiba-tiba Yeri teringat amplop cokelat yang baru diterimanya beberapa jam yang lalu.

Jungkook udah banyak bantu gue. Jadi.... jadi gue juga harus bantu dia, batin Yeri pelan.

Singapore Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang