"PAGI, Jungkook." Yeri menyapa lelaki itu yang tengah sibuk melahap sarapannya di meja makan. Sebuah omellete sederhana--entah buatan siapa. Buatan Jungkook, mungkin?
"Hm." Jungkook hanya menggumam singkat, yang setelah itu sibuk melanjutkan aktivitasnya melahap sarapan. Dia melirik Yeri yang sudah terduduk di hadapannya. Matanya memicing sejenak. "Kenapa liat-liat?"
"Laper," keluh Yeri. Sebuah kode juga agar Jungkook ingin memberikannya makanan.
"Ya bukan urusan gue, Mbak."
Yeri mendadak cemberut. "Bagi makanan dong."
Jungkook lantas menjatuhkan garpunya di atas piring, kemudian menatap gadis di hadapannya sedikit sinis. Alisnya tertaut sebelah. "Mau?"
Yeri mengangguk semangat.
Jungkook tersenyum miring. "Bikin sendiri."
"Ih, pelit banget sih." Lagi-lagi Yeri menggerutu sebal. Gadis itu melongos. "Bagi dong. Laper nih, dari kemarin belum makan. Lagian, gimana gue mau bikin sendiri kalau gue nggak bisa masak?"
"Serius? Lo beneran nggak bisa masak?" tanya Jungkook tak percaya, yang hanya dibalas anggukan tanpa dosa Yeri. Lelaki itu mendengus pelan. Jujur, baru kali ini dia bertemu dengan seorang perempuan yang benar-benar aneh. "Ampun. Lo cewek jadi-jadian, ya?"
"Ih, biasanya kan dibikinin sama pembantu di rumah," balas Yeri, kemudian menopang dagu dengan kedua tangannya. "Jadi...gue beneran nggak bisa masak. Sama sekali. Heheheheh."
"Manja sih," desis Jungkook, yang langsung dihadiahi sentilan kecil di dahinya. Lelaki itu meringis, tapi tak berniat membalas. Di detik selanjutnya, ia segera menyodorkan piringnya ke hadapan gadis itu. "Nih, kalau lo laper."
"Uwaaaah!" Yeri menyeru senang--layaknya anak kecil yang baru saja dibelikan mainan oleh orang tuanya. Ia tersenyum lebar. "Beneran nih buat gue? Ikhlas nggak?"
"Kenapa? Nggak mau?"
Yeri hanya terkekeh. "Mau lah," ucapnya singkat. Dengan cepat, ia segera melahap makanan yang Jungkook berikan, sambil sesekali tersenyum ke arah lelaki itu. "Buatan lo, ya?"
"Ya lo pikir siapa lagi yang mau buatin?" Lagi-lagi Jungkook menjawab sinis. Entah memang karena dia yang terlalu sensian, atau karena sifat Yeri yang memang menjengkelkan. Ah entahlah. Dia juga tidak tahu.
Yeri cemberut. "Jangan galak-galak, ish."
"Makan ya makan aja. Nggak usah banyak ngomong," ujar Jungkook, kemudian beranjak dari kursi meja makan. "Ngomong-ngomong, gue mau ke kampus. Lo mau ikut gue atau mau nunggu di sini sampe gue pulang?"
"Pengen ikut!"
Jungkook menghela nafas sejenak. "Oke. Lo siap-siap sana."
***
"Lo ambil jurusan apa di sini?"
Jungkook yang kala itu tengah sibuk menatap ponsel lantas menoleh begitu mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Yeri. "Hukum Internasional," balasnya.
Yeri membulatkan mulutnya. "Wow, keren juga, ya." Gadis itu tampak berdecak kagum. "Kok lo kuliah di sini, sih? Emangnya orang tua lo ke mana?"
"Pengen aja kuliah Singapur," sahut Jungkook. Lelaki itu menghela nafas berat sejenak. "Bokap nyokap ada di Indonesia. Di Jakarta. Mereka juga yang nyaranin gue buat lanjutin kuliah di sini."

KAMU SEDANG MEMBACA
Singapore
Fiksyen PeminatSemuanya bermula ketika Yeri menerima tantangan gila sang ayah. Ya. Bertahan di Singapura dengan uang 500.000 selama satu minggu--dengan syarat, harus kembali dengan uang sisa. Semuanya dia lakukan agar ayahnya itu membelikannya mobil. Tapi siapa sa...