十一

2.5K 461 50
                                    

“LO mau langsung pulang ke apartemen?” Mingyu menyahut, melirik ke arah Jungkook yang masih terduduk di tepi ranjang. Lelaki itu mendongak, lantas mengangguk pelan menanggapi ucapan sahabatnya. “Mau bareng gue atau Chaeyoung, nih?”

Jungkook hanya diam, tak menjawab.

Chaeyoung--yang tengah sibuk merapikan tas milik Jungkook--berdesah pelan, menghampiri lelaki itu yang entah tengah sibuk memikirkan apa. “Lo kenapa jadi diem gini, sih? Aneh banget tahu nggak. Nggak kayak biasanya.”

“Ah, tahu, nih. Pasti lo--”

“Yeri.... ke mana?” Jungkook menyela gesit.

Mingyu lantas terdiam sejenak, tampak berpikir. “Yeri.... Yeri ya kerja, lah. Sebelum lo bangun, dia berangkat duluan.”

Lagi-lagi, Jungkook tak membalas. Bahkan, raut wajahnya saat ini sangatlah tak bersahabat. Terlihat sedikit murung dan.... sedih? Ah, mungkin sedih lebih tepat cocok untuk perasaannya sekarang. Entah ada angin dari mana, namun suasana hati Jungkook benar-benar sedang berbeda. Seperti ada sesuatu yang mengganjal.

Mingyu mendelik. “Ayolah. Lo kenapa, sih? Galau? Nggak ada yang--”

“Kenapa lo biarin Yeri buat bayarin biaya rumah sakit gue pakai tabungannya sendiri?” sela Jungkook, beralih menatap Chaeyoung dengan serius. Bahkan saat Mingyu sedang berbicara pun, ia sama sekali tak mengindahkan. Sementara Chaeyoung membulatkan mata, tampak sedikit kaget mendengar ucapan laki-laki di hadapannya sekarang.

“Gue? Ngebiarin Yeri buat biayain rumah sakit lo?” Alis Chaeyoung tertaut sebelah. Gadis itu menghela napas kasar, menggeleng. “Gue nggak pernah melakukan itu. Dia sendiri yang mau bantu lo, Jungkook. Gue nggak pernah nyuruh apalagi maksa dia sama sekali.”

“Nggak mungkin.”

Chaeyoung lantas tersenyum miring. “Kenapa? Lo nggak percaya?”

“Jelas gue nggak percaya,” sinis Jungkook. “Yeri nggak mungkin mau ngelakuin hal itu ke gue. Lo jangan mengada-ad--”

“Lo nggak tahu apa-apa, Jungkook!” bentak Chaeyoung tiba-tiba, yang sempat membuat Jungkook dan Mingyu tersentak kaget mendengarnya. Raut wajah gadis itu seketika berubah kesal. Kedua tangannya pun sudah mengepal, tampak seperti menahan amarah. “Lo ngomong kayak gini itu seolah-olah lo nuduh gue yang nyuruh Yeri buat biayain rumah sakit lo pakai uang hasil kerjanya itu! Padahal jelas-jelas lo nggak tahu apa-apa!”

“Nggak tahu?” Jungkook mengusap wajah sejenak. “Gue tahu, Chaeyoung. Semuanya gue tahu. Yeri nggak mungkin ngelakuin itu karena gue tau, uang yang dia punya itu jelas-jelas bakal dia pake buat beli tiket! Bukan buat biayain rumah sakit gue! Lo paham nggak, sih?! Dan kalaupun emang dia yang mau sendiri ngelakuin ini harusnya jangan lo biarin! Lo tahu kalau gue paling nggak mau ngerepotin orang lain, apalagi.... apalagi Yeri--untuk saat ini. Dia.... dia juga sama susahnya. Maka dari itu, nggak seharusnya lo ngebiarin dia ngelakuin ini.”

Chaeyoung menghela napas panjang, tertunduk. “Terserah lo mau bilang apa,” lirihnya pelan. Beberapa detik kemudian, ia kembali mendongak, menatap Jungkook datar. “Silahkan lo salahkan gue terus. Karena pada nyatanya, lo nggak tahu apa yang sebenarnya.” Tepat saat Chaeyoung mengakhiri ucapannya, gadis itu segera melesat keluar, meninggalkan ruangan tersebut dengan perasaan yang masih setengah kesal, sekaligus kecewa.

Mingyu menarik napas, memejamkan mata untuk beberapa saat, sebelum akhirnya memandang Jungkook yang masih melamun di tepi ranjang. “Mungkin ucapan Chaeyoung ada benernya juga, Kook. Nggak ada yang mustahil juga. Lo percaya itu, kan?”

“Tapi--”

Mingyu menggeleng, menepuk pundak Jungkook, tersenyum miring. “Nggak ada yang nggak mungkin di dunia ini,” ujarnya, menarik napas sejenak. “Apa yang Chaeyoung bilang itu mungkin bener. Cuman, lo nya yang terlalu sibuk sendiri, sampai-sampai nggak peka dengan lingkungan yang ada di sekitar lo.”

Singapore Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang