Malam Rindu || Rik

42 16 1
                                    


Sejuk.

Itulah yang aku rasakan saat semilir angin menerpa wajahku. Tanpa peduli adanya secuil debu dengan nakal memasuki pori-pori wajah yang menjadi—tumbuhnya—jerawat. Sudah kubilang 'kan, aku tak peduli.

Rembulan yang memancarkan cahaya cukup menyita perhatian daripada apa pun.

"Kakak!"

Ah, aku rindu suara Emak. Beberapa minggu ini aku memang terus berkutat dengan pekerjaanku, tak peduli orang lain datang ke kubikelku dan menawarkan beberapa makanan mereka. Tentu, aku menolaknya. Pekerjaanku sangat banyak, kautahu.

Mereka bilang aku harus makan supaya kesehatanku tetap terjaga. Guncangan yang kurasakan seminggu lalu berdampak buruk, katanya. Aku bingung luar biasa. Diriku, hanya aku yang tahu. Bahkan, aku tak merasa terguncang atas apa pun. Lalu?

Mungkin mereka melindur.

"Kakak, ayuk makan malam."

Tanpa sadar, sudut bibirku terangkat. Rasanya sudah lama sekali aku tidak makan bersama Emak. Apalagi hanya malam hari waktuku bersamanya. Oh Tuhan, aku rindu masakannya. Berbalik dan berjalan ke meja makan. Di sana juga ada mereka yang selalu menawarkan makanannya untukku.

"Iya, aku makan, Mak."

Dapat kulihat ekspresi wajah mereka menjadi sendu. Melihat diriku seolah aku manusia yang paling miris. Ada apa?

Bahuku mengendik. Tak mau tahu dengan arti tatapan mereka. Malam ini aku hanya ingin bersama Emak, pun mereka. Aku menyendok nasi dan mengambil beberapa lauk. Dapat kulihat wajah Emak yang terlihat cantik.

Dia tersenyum padaku. Dapat kudengar dia berkata, "Buka matamu, lihatlah sekeliling."

Dahiku menyernyit. Aku sudah membuka mata dengan lebar. Apa yang harus kulihat lagi?

"Lihatlah," kata Emak.

Aku mengikuti perkataan Emak. Menoleh, menatap satu per satu dari mereka. Suasanya sangat berbeda dengan apa yang kurasakan beberapa detik yang lalu. Entah mengapa aku merasakan kehidupan di sini. Bukan seperti ilusi (?) seperti sebelumnya. Aku benar-benar merasa hidup ... juga kesepian. Saat menoleh ke bangku Emak, aku tak mendapatkan dirinya di sana. Hanya ada bangku kosong yang tak pernah disentuh siapa pun. Aku tahu karena sudah seminggu ini aku tak menyentuh meja makan.

Lalu, "Emak ke mana?"

Lantas mereka semua bangun dari duduk dan menghapiriku, memelukku dengan isak tangis. "Nis, kita di sini."

===
Penulis : Rik
Uname wp: naxeid

naxeid

Seleksi EWSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang