Malam ini seperti malam-malam seperti biasanya. Aku sendiri... di dalam kegelapan malam ini lagi.
Aku tak punya siapapun di dunia ini. Tidak keluarga, tidak teman, dan juga tidak punya tempat berlindung.
Aku tak tahu apa salahku terhadap Tuhan, hingga Ia memberiku cobaan yang bertubi tubi. Tetapi aku yakin, bahwa Tuhan mempunyai rencana besar yang lebih indah untukku kedepannya.
Sudah setahun belakangan ini aku tak memakan makanan berat. Yang ku makan hanyalah buah-buahan yang ku petik dari dalam hutan. Hanya itu satu-satunya makanan agar aku tak mati kelaparan. Tapi kenyataanya, tidak memakan makanan berat selama setahun lebih membuat tubuhku semakin lama semakin melemas.
Aku rindu keluargaku... aku rindu kedua orang tuaku, dan aku pun rindu adik kembarku.
Aku rindu mereka... aku ingin bertemu mereka secepatnya. Walaupun mereka sudah membuangku tanpa belas kasihan. Dan mengambil bola mata sebelah kiri ku untuk Refa, adik kembarku.
Rafe adalah namaku. Seorang yang sudah di buang keluarganya sendiri di umurnya yang masih 13 tahun. Mereka membuangku karena...
Diriku cacat. Lengan sebelah kiriku tak ada, sejak aku lahir. Aku dan Refa lahir dengan tubuh cacat. Bedanya adalah, aku tidak memiliki lengan di sebelah kiri, sedangkan Refa, mata sebelah kirinya buta.
Aku masih mengingat kejadian, di mana aku baru genap berumur 13 tahun. Orang tuaku membawa diriku ke rumah sakit, dan mengambil bola mata sebelah kiri ku untuk di donorkan kepada Refa, agar Refa menjadi selayaknya anak remaja normal pada umumnya.
Setelah aku mendonorkan bola mataku, orang tuaku membuangku begitu saja di sebuah lahan luas. Aku sudah memohon kepada orang tuaku, agar aku tidak di tinggalkan sendiri di tempat yang tidak aku kenal seperti ini.
Tetapi mereka tetap pergi dengan teganya, tanpa memperdulikan perasaanku. Aku menangis sangat kencang kala itu, aku masih mengingat apa perkataan ayahku sebelum mereka pergi.
"Kamu anak cacat! Tidak pantas menjadi anakku!"
•••
Malam berikutnya...
Aku mengetuk pintu di depanku, dan yang membuka adalah... Refa.
"K-kak Rafe...," ucap Refa terbata-bata kala melihatku.
"Ma... Pa... a-ada Kak Rafe!"
Kedua orang tuaku keluar, raut wajah ibuku kaget melihat keadaanku yang sangat... tak terurus. Sedangkan ayahku? Dia memandangku dengan tatapan geramnya.
"Kamu kenapa balik lagi ke tempat ini! Kamu adalah orang asing! Tak pantas untuk datang ke kediaman kam!"
Aku tersenyum miris menatap ayahku, semalu itukah ia memiliki anak seperti diriku?
"Pa... Ma... Refa... Aku akan pulang." aku tersenyum miris.
"Aku tidak menerimamu untuk kembali ke rumah ini!"
Aku menggeleng mantap. "Bukan Pa... aku bukan pulang ke rumah ini. Tetapi aku akan pulang ke rumah Tuhan, dan tinggal bersama di surga sana."
Ayahku terlihat sangat-sangat terkejut.
"A-pa...." ucap Ibu dan Refa bersamaan.
"Kamu! Jangan coba-coba untuk bunuh diri..."
Ucapan Ayahku terhenti kala aku menubrukkan tubuhku ke arah mereka. Aku memeluk mereka... sangat erat, dan lama kelamaan pelukanku mengendur.
"Tidak Pa! Aku tidak akan bunuh diri, karena Tuhan tidak menyukai hal tersebut. Tuhan memanggilku untuk berada di sisinya, di surga sana. Aku pamit Pa... Ma... Refa... aku sangat menyayangi kalian... selamanya. Aku pergi...."
Tubuhku pun terjatuh, rohku sudah meninggalkan jiwaku. Aku sudah lelah, aku ingin bersama Tuhan. Berada bersamanya... di surga sana.
Ibu Rafe menyerukan nama Rafe dengan kencang berulang-ulang kali. Tetapi Rafe tak kunjung sadar, karena ia sudah pergi bertemu dengan Tuhan.
"Rafe! Bangun sayang! Mama mohon... bangun! Hiks...," ucap Ibu Rafe seraya menangis. "Mama minta maaf Rafe... Mama mohon bangun... bangun sayang!" Ayah Rafe hanya membatu di tempatnya. Sedangkan Refa terjatuh terduduk di depan tubuh Rafe seraya menangis kencang.
Semuanya telah terlambat, karena Rafe sudah pergi... untuk selamanya.
=====
Penulis : Rani Septiani
ToujoursHurt
KAMU SEDANG MEMBACA
Seleksi EWS
RandomKumpulan cerita dari para penulis baru di dunia orange dengan tema : malam. Semua karya yang di-publish, murni hasil karya member seleksi ErrorWS.