Prolog

15K 618 23
                                    

"Mas! Aku bawa makan siang. Eh ada Cikko!!"

Cikko mendongak, menatap Lissa istri dari sahabatnya-Ziddan. Langas ia berdiri, memeluk Lissa sekilas kemudian kembali duduk di sofa.

"Kamu masak apa, Sayang?" tanya Ziddan sambil berdiri. Ia berjalan menghampiri kemudian mencium pipi Lissa mesra.

Cikko menyaksikan adegan itu dengan jelas. Hatinya masih terasa sakit jika melihat Ziddan bermesraan dengan Lissa. Dua tahun lebih telah berlalu tapi Cikko belum bisa melupakan Lissa. Memang cinta pada pandangan pertama sekaligus cinta pertama susah dilupakan.

"Hei! Bengong aja. Yuk makan!"

Cikko tersentak dari lamunannya. Ia menatap Lissa yang terlihat cantik dengan bandana lubang-lubang berwarna putih itu. Kemudian pandangannya tertuju ke Ziddan yang sedang disuapi oleh Lissa. "Ehm! Ada gue kali di sini!"

"Suapin lagi, dong!" Ziddan malah mendekatkan diri ke Lissa.

Cikko mendengus melihat sahabatnya yang malah memanas-manasinya itu. Bahkan sekarang Ziddan menyandarkan kepala di pundak Lissa. Cikko kemudian berdiri tidak kuat melihat adegan seperti itu.

"Mau ke mana Cikko?"

Suara Lissa menghentikan langkah Cikko. Cikko berbalik, menatap Ziddan dan Lissa bergantian. "Gue jadi obat nyamuk. Mending gue pergi."

"Ya udah deh lo pergi aja. Gue mau manja-manjaan sama istri."

"Hahaha...." Cikko tertawa. Ia tidak tersinggung dengan ucapan Ziddan yang mengusirnya itu, tapi ia cemburu. Ziddan sangat beruntung mendapatkan cinta dari seorang Lissa. Walau Lissa sudah ribuan kali disakiti oleh Ziddan.

"Iye! Gue juga ogah ngeliat lo manja-manja kayak gitu." Setelah mengucapkan itu Cikko berbalik, menutup pintu ruangan Ziddan dan berjalan untuk mencari makan.

Cikko mendesah, sampai kapan semua ini berakhir? Hampir tiap hari ia selalu menyaksikan keromantisan Ziddan dan Lissa. Selama itu pula hatinya sakit. Cikko ingin move on, tapi sampai sekarang belum bisa.

Move on tak semudah pengucapannya.

Cikko memejamkan mata sejenak kemudian melanjutkan langkah. Umur hampir 30 puluh tahun, tapi masih saja jomlo.

Saat di perjalanan Cikko melihat sebuah restoran yang cukup unik. Galau Resto and Cafe. Namanya saja sudah bikin galau.

Apa mungkin pengunjung di sana para jomlo? pikir Cikko saat membaca nama restoran itu. Karena penasaran, ia membelokkan mobil ke restoran itu. Entah penasaran atau karena ingin mencari teman yang sama-sama jomlo, hanya Cikko sendiri yang tahu.

Cikko masuk ke restoran dan memanggil pelayan. Seorang pelayan wanita berjalan menghampirinya dan menyerahkan sebuah buku menu. Cikko membuka menu itu dan membaca sederet daftar makanan di sana.

Ceker mewek, ayam patah hati, spageti galau. Sepertinya resto ini menyindir Cikko. Namun, bukan salah restorannya, salah dia sendiri mengapa ke restoran itu.

Jomlo makan di restoran galau. Makin galau gue.

"Pesan spageti galau saja. Minumnya cola." Cikko menyerahkan buku menu itu ke pelayan. Dalam hati ia penasaran, apa pelayan di sini juga jomlo?

Setelah pelayan itu pergi, Cikko mengamati gambar-gambar yang menempel. Banyak gambar wanita atau lelaki dengan pose sedih. Cikko geleng-geleng melihatnya.

"Aduh!! Jangan dong!" Suara grasah-grusuh itu mulai bersahut-sahutan.

"Udah sana!"

"Cepetan!"

Lama-lama Cikko mulai geram mendengar suara ribut itu. Ia menoleh ke belakang dan menemukan tiga gadis yang sepertinya masih kuliah sedang mendorong salah satu teman mereka. Cikko mengernyit saat gadis yang didorong itu melambaikan tangan ke arahnya. Refleks ia menoleh ke belakang, tapi tidak ada orang lain di belakangnya.

"Apa?" tanya Cikko bingung.

Gadis berjalan mendekat sambil sesekali menoleh ke dua temannya. Sedangkan dua temannya itu menyuruhnya untuk maju dengan gerakan tangan maupun pelototan.

"Hai, Kak," sapa gadis itu setelah berdiri di depan Cikko.

Cikko tersenyum lembut lalu meminta gadis itu agar duduk di hadapannya. "Ada yang bisa saya bantu?"

"Cepet!" Suara grasah-grusuh itu kembali terdengar.

Cikko menoleh ke dua gadis itu, mereka tersenyum dan melambaikan tangan ke arahnya. Ia tersenyum tipis kemudian pandangannya teralih ke gadis manis yang duduk gelisah di depannya itu.

"Anu, Kak. Aku... aku.... Sa..saya." Gadis itu terlihat sangat gugup. Beberapa kali ia menoleh ke belakang lalu menggeleng ke dua temannya.

"Saya apa?" Cikko mulai tidak sabaran. Ia melihat keringat sebiji jagung keluar dari pelipis gadis itu. Ia bingung sendiri, apa yang sebenarnya terjadi. Lalu ia menoleh lagi ke dua gadis di belakangnya.

"Eh.. sa. saya." Gadis itu beberapa kali merapikan poninya yang sebenarnya sudah rapi. Ia mendongak, melihat lelaki tampan di depannya itu. Matanya mulai terpejam, ia menarik napas panjang, kemudian mengembuskannya perlahan.

"Saya apa?" Perhatian Cikko kembali tertuju ke gadis berponi itu.

"Kak, maukah kau menikah denganku?"

How Can I Move On?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang