Seharian Cikko tidak bisa berkonsentrasi. Dia selalu saja terbayang wajah gadis yang tadi siang melamarnya.
Melamar.
Pantaskah seorang lelaki dilamar perempuan? Cikko menggeleng pelan. Di beberapa daerah memang ada yang seperti itu. Dia tidak menyangka saja jika mengalaminya sendiri. Dia tidak percaya jika gadis kecil tadi melamarnya.
"Pasti tadi cuma permainan," gumam Cikko.
Cikko masuk ke Xks Club. Hari ini butuh sedikit minuman untuk meringankan beban di pikiran. Dia duduk di depan bartender kemudian memesan. Suara musik berdentum membuat siapapun yang ada di sana terpacu adrenalinnya.
Cikko menegak minumanya. Kemudian berdiri dan berjalan ke lantai dansa. Tidak perlu menunggu waktu lama, seorang wanita datang mengampiri.
"Hai!" sapa wanita itu.
Pinggul Cikko bergerak mengikuti irama. Dia menunduk melihat wanita yang meliak-liukkan tubuh di depannya. Cikko tidak menggubris jika diladeni pasti akan berujung ke sebuah hasrat semalam.
"Hai aku tanya namamu!"
"Saya tidak dengar!!" Tubuh Cikko terus bergerak mengikuti irama hingga wanita tadi memilih pergi. Dia tidak peduli dengan wanita tadi yang sudah pergi karena tidak dianggap.
Bruk!
"Huek!"
Dada Cikko terasa tertimpa, kemudian ada suatu cairan yang mengenai dada. Refleks dia menunduk dan mendapati seorang gadis muntah di depannya. Pandangannya lalu teralih ke kemejanya. Sial! Kemejanya terkena muntahan gadis itu.
"Maafkan teman saya!"
Cikko menoleh lalu mengernyit. Sepertinya dia pernah melihat wajah tiga gadis di depannya. Kemudian dia menatap ke gadis yang muntah di kemejanya itu. Gadis ini lagi.
"Kalian lagi? Kalian mengikuti saya!" teriak Cikko.
Tina dan Fafa menggeleng. Mereka tidak mengikuti lelaki di depannya sama sekali. Mereka hanya ingin menemani temannya yang sedang banyak pikiran. "Tidak! Kami menemaninya," jawab Fafa sambil menunjuk temannya.
"Kalian ngomong sama siapa? Cepet bawa gue pulang. Gue ngantuk." Mora sepenuhnya tidak sadar.
"Ayo, Fa. Kita pulang. Maafkan teman saya, Om." Kemudian Tina dan Fafa memapah Mora keluar dari kelab.
Masih di posisi yang sama Cikko menatap ketiga gadis itu. Dia geleng-geleng, tidak terima dipanggil om. Tapi, akhirnya Cikko membiarkan mereka pergi begitu saja. Dia tidak mau terkena muntahan lagi. Dia kemudian menunduk dan bergidik melihat kemejanya yang kotor.
Sial! kalau kayak gini gue harus pulang.
Cikko kemudian buru-buru pergi. Dia keluar dari dan berjalan ke area parkiran. Dari kejauhan dia melihat ketiga gadis tadi, dua orang sedang berdebat sedangkan yang satunya hanya menunduk.
"Ada apa lagi ini?" tanya Cikko sambil melewati tiga gadis itu.
Tina dan Fafa menggeleng. Mereka tidak mungkin membicarakan masalah ini ke lelaki asing di depannya.
"Tidak ada apa-apa," jawab Tina.
"Terus gimana ini? Gue nggak berani bawa dia pulang," bisik Fafa.
Samar-samar Cikko mendengar bisikan itu. Dia menghentikan langkah, berbalik lalu menatap kedua gadis itu dengan tajam. "Ada sesuatu?"
Tina takut melihat tatapan tajam lelaki itu. Dia menggaruk tengkuk lalu menjawab. "Anu, Kak. Saya takut bawa teman saya pulang."
"Takut? Memang kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
How Can I Move On?
Romance[COMPLETE] "Kak, maukah kau menikah denganku?" Apa yang terjadi jika sedang makan siang tiba-tiba ada yang mengucapkan kalimat itu? Apakah kamu akan menerima? Atau malah tertawa? Itulah yang dialami oleh Cikko Herdianto, lelaki yang selama ini belum...