Satu

1.6K 66 5
                                    

"Angin," panggilnya kepada seseorang. Namun tak ada reaksi apapun dari sang pemilik nama -Angin- tersebut. Dia terlalu larut dalam lamunannya.

Kesal karena tak unjuk mendapatkan respon, sang pemanggil menoyor kepala orang yang bernama Angin tersebut. Berhasil, kini Angin mulai tersadar bahwa ada sosok lain disampingnya.

"Apaan sih lo." ketus Angin.

"Lagi kesel nih, manggil-manggil orang tapi malah dikacangin." Ujar sosok tersebut sambil merebut handphone milik Angin. Mengotak-atik benda itu dengan sangat lihai.

"Emangnya lo manggil-manggil siapa?" tanya Angin bingung.

"Manggil Angin, tapi yang punya nama Angin-nya malah conge,"

"Nama gue DITA, bukan ANGIN." Sergah gadis itu memperingatkan dengan menekankan kata Dita dan Angin.

"Angindita. Itukan nama lo. Ya terserah gue mau manggil lo apa, yang penting masih nyambung sama nama lengkap lo itu," bela sang pemanggil tak mau kalah, "gue benarkan, Ngin?"

Gadis itu sangat membenci ketika orang-orang memanggil namanya Angin. Tentu dia tak menyukainya. Entah mengapa orangtua-nya memberi nama itu kepadanya. Dirinya merasa menjadi sosok yang tak kasat mata ketika dipanggil dengan nama Angin. Dan sebenarnya semua kawan-kawannya memanggilnya dengan panggilan Dita bukan Angin, terkecuali manusia satu yang berada disebelahnya saat ini.

"Dit, kantin yuk," ajak Vica, teman sebangkunya Angin, "udah mending kesana, daripada ngeladenin dia, bisa-bisa lo ikutan gila lagi." Vica menarik tangan temannya itu agar cepat berdiri.

"Vic, lo bahenol banget sih?" celetuk frontalan tersebut membuat Vica menoleh dengan cepat.

"Najis lo! Awas lo yah kalo ngomong asalan lagi, gue potong anu lo!!" amuk Vica yang sewot karena digodai oleh pria itu. Tapi bukannya takut, malah ekspresi datar saja yang terdapat di raut wajah pria itu.

"Bye Angin.." ucap pria itu malah kepada Angin yang sedari tadi diam diambang pintu menunggu Vica. Perasaan yang ngajak ke kantin Vica, kok malah dirinya yang lebih dulu keluar kelas. Batin Angin bergunam.

"Nama gue Dita, Elang..." lelah Angin memperingatkan sosok yang diketahui bernama Elang tersebut.

"Iya tau kok, Angin-ku sayang..."

Vica yang mendengar itu seperti ingin muntah saja, sedangkan Angin sudah melengos pergi meninggalkan kelas, dan disusul oleh Vica kemudian.

Mereka berdua berjalan menuju kantin. Tak ada yang berbicara lagi, karena kebiasaan mereka ketika berjalan disepanjang koridor sekolah yaitu, melihat kanan kiri. Mencari suatu objek yang unik.

"Dit, liat deh tuh cewek, sok ngartis banget sih, baru jadi model majalah aja ngeksisnya gak kira-kira." Dumel Vica sembari menatap ilfeel salah satu cewek pentolan di sekolahan ini yang sedang berfoto ditengah-tengah lapangan. "Siapa tuh namanya?" tanya Vica yang lupa akan nama cewek tersebut.

"Amara Lila," jawab Dita yang kini ikutan melihat kearah cewek itu yang dengan PD-nya berpose ala-ala selebgram ditengah panasnya terik matahari.

Begitulah keadaan di sekolah pada masa kini. Berlomba-loma untuk menjadi yang terunggul, tapi bukan dalam bidang prestasi. Saling menjatuhkan satu sama lain demi ketenaran. Mencari sebuah gelar famous agar terlihat mengagumkan dimata yang lainnya.

Sesampainya mereka dikantin, Vica langsung menuju sang Ibu kantin langganannya. Sedangkan Angindita berjalan menuju salah satu meja dibagian paling pojok, yang berhadapan langsung dengan sebuah kolam ikan.

"Bu, nasi gorengnya 2 yah," Ujar Vica kepada penjaga kantin, "tempat duduknya yang di pojok sana ya, bu." Setelah selesai memesan makanan, Vica pun ikut bergabung dengan Angin yang sudah duduk disana.

"Dit, gue mau nanya sama lo," Ungkap Vica mencoba membuka obrolan baru dengan kawannya itu.

"Apaan?" sahut Angin santai.

"Lo risih gak sih sama si Elang, kayaknya cewek dikelas yang paling sering gue liatin deket sama itu cowok tuh, ya elo." Angin mengerutkan keningnya, pertanda merasa gaje dengan peneluturan Vica barusan.

"Ya trus emangnya kenapa?" ungkap Angin lempeng.

"Elang Damis Ardiyo, cowok paling aneh yang pernah gue temuin tau gak. Bahkan dulu pas kita masih kelas 10, gue malahan gak tahu kalo ada tuh anak dikelas kita. Dan semenjak kelas 11, gue perhatiin lo itu cewek di kelas yang paling deket deh sama dia."

"Dia sendirinya kok yang datangin gue," jawab Angin. Dan kemudian pesanan mereka berdua pun datang. Angindita mulai memasukan suapan sendok pertamanya kedalam mulutnya.

"Dan lo gak merasa aneh gitu sama dia?"

"Maksudnya?"

"Ya kalo menurut pandangan gue sih, tuh cowok kaya welcome banget deh sama lo, bahkan sering gue pergokin kalo dia lagi curhat-curhatan sama lo entah ngomongin apa. Setau gue, Elang tuh cowok yang gak banyak omong deh, sekalinya ngomong malah kata-kata cabul yang keluar. Tapi kalo sama lo kayanya dia jadi sosok yang lain deh," cerocos Vica yang sedang memperincikan seorang Elang kepada Angin.

"Vic," Angin menghentikan ayunan sendoknya itu sambil menatap intens Vica, membuat temannya itu sedikit ikut menyeriuskan ekspresinya, "lo suka yah, sama Elang?"

"Najong!! Adanya juga gue yang mau nanya ke lo," kini berubah, Vica-lah yang menatap intens kearah Angin, berusaha membuat gadis itu fokus terhadap pertanyaannya nanti.

"Apa?" gugup Angin yang ditatap horror oleh Vica.

"Lo punya hubungan spesial ya sama dia?" tebak Vica ngaco.

Angin yang mendengar pertanyaan itu hanya mendenguskan napasnya kasar, "gaada, Vic. Boro-boro hubungan spesial, suka sama dia aja gue engga. Kita cuman temen kok, itu juga kalo mood gue lagi bagus aja ngeladenin dia ngobrol." Jelas Angin menerangkan hubungan pertemanannya itu bersama Elang yang selama ini disalah artikan oleh Vica.

"Eitsss.. inikan sekarang, belum tentu besok sama. Siapa tau diantara kalian berdua ada yang menumbuhkan benih-benih cinta kedepannya?" tegur Vica mengantisipasi keadaan yang akan mendatang.

"Gak usah ngawur deh," Angin kembali meneruskan acara makannya yang sempat terhambat tadi.

"Denger yah, kelemahannya manusia dalam urusan cinta tuh salah satunya yaitu, kita gak bisa memprediksikan kepada siapa dan pada saat kapan kita jatuh cinta." Bijak Vica yang seolah-olah mempunyai sebuah firasat lain terhadap Angin. "Jangan sampe lo jatuh cinta sama Elang."

Angindita

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Angindita

ELANGINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang