Seluruh pengunjung taman pada malam ini tengah berkumpul menyaksikan sebuah pertunjukan gratis. Kebetulan Degas pun tengah berjalan-jalan disekitar taman tersebut. Melihat seperti ada sebuah pertunjukan, pria itu mencoba mendekat untuk ikut melihat.
Kedua bola matanya langsung membulat seketika, saat mengetahui siapa yang tangah memberikan tontonan gratis tersebut.
"Angindita..?" gunamnya pelan mengetahui sosok gadis yang kini tengah battle-dance adalah Angin.
Namun bukan terkagumlah yang Degas pikirkan. Melainkan ilfeel. Bayangkan saja, seorang gadis SMA tengah battle-dance bersama ibu-ibu. Bukan gerakan seksi maupun acrobat yang ditunjukan gadis itu. Tetapi gerakan-gerakan tak teratur yang dihasilkan spontan oleh Angin, membuat semua orang tertawa karena lucu dengan tingkah gadis muda itu.
Tarian octopus, poco-poco, patah-patah, goyang inul ngebor. Semuanya dipraktekan oleh gadis itu dengan heboh. Bahkan ada seorang kakek-kakek yang tertawa terbahak tanpa mengingat malu karena giginya yang hampir hilang semua itu.
"Hayo bu, terus.. keluarkan semua kemampuanmu. Buat sejarah baru tentang goyangan poco-poco!!" ujar Angin sambil terengah karena semua energinya hampir terkuras habis saat ini.
Degas yang melihat itu pun tersenyum. Walaupun banyak info yang dia dengar dari seluruh anak sekolah yang mengatakan bahwa gadis itu mengerikan dan tak berperasaan, tetapi pada malam ini, pada jam menit dan didetik ini juga, Degas meyakinkah dirinya bahwa Angin bukanlah gadis yang buruk.
"Degas?" panggil Angin yang menangkap sosok pria itu diantara kerumunan orang lain yang tengah menontonnya.
Degas sedikit kaget mendengar namanya dipanggil oleh Angin, ternyata gadis itu tahu keberadaannya. "H-hai.." balas Degas sambil melambaikan pelan tangannya kikuk. Malu karena semua orang memperhatikannya.
"Bu aku selesai jogetnya. Capek, kapan-kapan kita lanjut lagi, oke." Angin menyudahi kegiatannya itu dan berlari menghampiri Degas. "Kita makan yuk?" ajaknya pada pria itu.
"Boleh," jawab Degas.
"Bye-bye semuanyaa.. Ayo ibu-ibu teruskan goyangnya biar pantat kalian kencang kembali!!"
Degas yang mendengar itu pun melotot. Merasa sedikit malu. Bagaimana bisa gadis SMA mengatakan hal tersebut dan bersikap kurang ajar seperti itu.
"Lo sering mainan begituan sama ibu-ibu?" tanya Degas.
"Mainan begituan apanya? Oh.. itu, ya daripada suasana taman sepi, mending gue bikin heboh aja sekalian," jawab Angin sambil nyengir kuda, "kita ke kedai sana yuk, banyak makanannya loh.."
"Yuk."
Mereka berjalan menuju sebuah kedai tak jauh dari taman tersebut. Dan sesampainya disana, mereka langsung disambut oleh seorang pelayan untuk menanyakan pesanan mereka berdua.
"Silahkan masuk.. Mau pesan apa?" ujar pelayan tersebut ramah.
"Saya pesan.. Mie ayam sama es jeruk," ujar Degas.
"Mbak nya mau pesan apa?" tanya pelayan tersebut kepada Angin yang sejak tadi sibuk melihat daftar menu makanan.
"Em aku pesan.." pelayan tersebut menunggu pesanan apa yang akan dikatakan oleh Angin, "mie ayam."
"Mie ayam katanya mba," ulang Degas menyebutkan pesanan Angin.
"Sama bakso, terus mie ramen, martabak telor, kebab jumbo juga, dan kentang goreng, oh iya satu lagi, sama nasi goreng spesialnya," Degas dan sang pelayan pun tentu saja cengo mendengar pesanan sebanyak itu. Terlebih lagi yang memesannya seorang wanita.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELANGIN
Teen Fiction"Lo itu seperti api. Jangankan untuk gue peluk, buat nyentuh aja gue harus ngerasain sakit yang luar biasa. Dan apa karena nama gue Angin, jadi lo anggep gue seperti hembusan udara?" -Angindita- "Hilangkan perasaan lo itu. Kita ini hanya berteman. D...