CHAPTER 20

12.2K 706 25
                                    

Selamat Membaca
.

.

.

Daniel menatap Eliza yang masih tertidur pulas dihadapannya. Pagi ini cuaca buruk menghampiri New York, membuat kondisi semakin tidak bersahabat untuk orang-orang yang ingin melakukan aktifitas hari ini. Daniel bangun lebih dulu saat merasakan udara dingin menusuk kulitnya, dengan segera ia menyetel penghangat ruangan pada suhu yang lebih tinggi agar wanita yang sedang terlelap di sampingnya tidak terbangun karena perubahan cuaca yang ekstrim ini.

Tempat tidur yang nyaman, ditambah hadirnya seorang wanita yang menghangatkan peraduannya membuat Daniel enggan untuk beranjak. Tubuh Eliza yang polos tanpa satupun kain yang menutupi hampir membuat Daniel hilang kendali. Matanya tertuju pada perut Eliza yang sedikit membuncit. Perasaan asing tiba-tiba menyeruak dalam hatinya, dengan hati-hati ia mengecup tempat dimana janin itu sekarang sedang tumbuh dan berkembang.

Daniel segera menarik selimut untuk menutupi tubuh indah Eliza sebelum nafsu menguasai dirinya. Ia kembali berbaring dan menarik Eliza kedalam pelukannya dan memutuskan untuk tidak ke kantor hari ini. Namun, baru saja memejamkan mata ia mendengar suara ketukan dari luar.

"Siapa yang berani mengusik di saat seperti ini?" Umpat Daniel dalam hati.

Seseorang yang berada di balik pintu itu tentu punya nyali yang sangat besar atau mungkin terpaksa untuk menganggu istirahat sang tuan. Daniel sebenarnya sudah dapat menebak siapa yang berada di balik pintu itu. 

"Ada apa?" tanya Daniel begitu melihat Paul berdiri di hadapannya, tak lupa ia dengan segera menutup pintu agar Paul tidak sempat mencuri pandang pada mahluk indah yang sedang tidur di dalam sana. Paul memang memiliki akses masuk ke penthouse ini. Sebenarnya Daniel ingin mengganti sistem keamanan yang menurutnya sudah tidak aman itu. Bagaimana tidak, password rumah ini diketahui oleh kedua orang tuanya, bahkan Paul.

"Maafkan saya. Hari ini, Tuan Russel ingin menemui anda di kantor." Paul menunduk, tidak berani menatap mata Daniel yang seolah bisa membunuhnya. Bukannya Paul tidak merasa bersalah, ia tahu tindakannya ini mungkin membuat Daniel marah. Tapi, ia tidak punya pilihan lain selain menjalankan perintah tuannya.


#####

Eliza merasa pegal disekujur tubuhnya. Ia baru saja selesai mandi dan sedang membuat sarapan untuk dirinya sendiri. Kenapa hanya untuknya? Karena pria yang berstatus suaminya itu entah pergi kemana. Saat ia terbangun, Daniel sudah tidak berada di rumah. Eliza cukup mensyukuri itu, entah ia harus bersikap bagaimana jika berhadapan dengan Daniel nanti. 

Bayang-bayang adegan percintaan mereka semalam masih berlalu-lalang di pikirannya. Eliza bahkan tidak melupakan satupun rekaman ingatan itu. Saat Daniel menyentuhnya dan sialnya ia juga menikmati perlakuan Daniel. 

Ahhh, sungguh memalukan. Apa aku sudah gila? Aku bahkan meneriakan namanya!  Pekik Eliza dalam hati sambil mengacak rambutnya dengan frustasi. 

Eliza duduk di depan TV, melamun dengan memegang gelas berisi susu untuk ibu hamil yang masih mengepulkan uap panas. Seluruh siaran memberitakan cuaca extrim hari ini serta himbauan agar mengurangi aktifitas di luar rumah. 

Bagaimana caranya ia pergi bekerja hari ini? Pikir Eliza. Jika ia nekat keluar, pria sinting itu pasti akan datang ke restoran lagi. Padahal ia harus bertemu Nolan hari ini dan meminta maaf untuk ketidakjujurannya mengenai pernikahannya dengan Daniel. Kehidupan pernikahan ini membuatnya pusing.

Eliza memilih untuk tetap berada di rumah dan membersihkan kediaman Daniel. Terlebih kamar pria itu bagaikan di hantam angin topan setelah aktifitas panas mereka semalam. Bahkan aroma percintaan mereka masih tercium oleh panca indra Eliza. Membuat wajahnya yang pucat merona.

Hari sudah beranjak siang saat Eliza telah selesai membersihkan seluruh penthouse. Kediaman Daniel ini memang terasa sangat nyaman, apalagi dengan penghangat ruangan di dalamnya sehingga Eliza tidak merasa telah menghabiskan banyak waktu untuk membersihkannya.

 Sangat berbeda dengan cuaca di luar sana. Dari tempat ini terlihat seluruh kota tertutupi salju tebal bagai selimut putih nan lembut. Eliza merapatkan tangannya saat ia membuka balkon untuk menikmati turunnya salju. Lihatlah salju itu mampu menutupi segala hal yang berada di bawahnya. Semuanya berubah menjadi putih bagaikan kertas tak bernoda. 

Jika diberi kesempatan untuk mengulang lagi semuanya, seperti lembaran kertas baru yang harus di tulis kembali. Eliza tidak akan pernah menyia-nyiakan sejengkalpun kertasnya. Ia akan memulainya dengan lebih baik dan lebih baik lagi. Ia akan mendengarkan seluruh omongan saudara-saudaranya, dan berbagi waktu lebih banyak bersama mereka. 

Eliza memejamkan matanya, merasakan angin dingin memukul lembut wajahnya. Apa kesempatan seperti itu ada? Pikirnya.

"Kau tidak kedinginan?" Eliza membuka matanya, saat sepasang tangan kekar memeluknya erat dari belakang. Panas menjalar dalam tubuh Eliza saat sang pemilik suara itu mencium lembut ceruk lehernya yang terbuka. 


#####

Sampai bertemu di chapter selanjutnya ^^


BABYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang