CHAPTER 22

12.3K 583 36
                                    

Selamat Membaca
.
.
.
.

Eliza menatap jam dipergelangan tangan kirinya. Sudah 3 jam ia menunggu, namun belum ada tanda-tanda orang yang ia nantikan keluar dari ruangan berpintu kaca itu.

"Kau tidak lapar?" Eliza menoleh saat seseorang menepuk bahunya pelan. Ia hanya menggeleng menanggapi pertanyaan Carmelo.

Begitu mendapat berita Daniel menggalami kecelakaan, ia segera mengikuti Chloe ke rumah sakit tempat Daniel berada. Eliza merasakan sesak didadanya saat mendengar pria yang masih berstatus suaminya itu sedang meregang nyawa akibat kecelakaan mobil yang dialaminya. Setahunya Daniel adalah seorang pengemudi andal, bagaimana bisa ia mengalami hal ini? Dalam hatinya ada harapan agar Daniel segera melewati masa kritis.

"Kau harus makan. Ingat, kau sedang hamil." Christina yang berada disamping Eliza menggenggam erat tangan menantunya itu.

"Aku akan menunggu sedikit lagi." Ucap Eliza akhirnya. Ia tahu semuanya sedang mencemaskannya, namun ia ingin melihat wajah Daniel untuk memastikan pria itu baik-baik saja.

Setiap menit terasa sangat panjang bagi mereka. Eliza menatap Christina yang berusaha terlihat tegar. Ia tahu ibu Daniel itu pasti sangat mencemaskan anaknya, terlebih Daniel merupakan anak tunggal dalam keluarganya.

Seorang wanita menggenakan pakaian berwarna biru tampak keluar dari pintu yang menjadi pusat perhatian mereka sejak tadi. Lampu di atas pintu itu telah berganti warna menjadi hijau, pertanda operasi telah selesai dilaksanakan.

"Keluarga pasien atas nama tuan Daniel?" Christina segera berdiri, menghampiri wanita berambut pendek itu. Tampaknya ia adalah suster yang ikut dalam operasi tersebut.

"Operasinya berjalan lancar, pendarahan pasien sudah kami tangani. Beberapa saat lagi pasien akan dipindahkan ke ruang perawatan." Ucapnya.

Eliza menghela nafas lega. Betapa bersyukurnya ia saat mendengar keadaan Daniel dari sang perawat.

####

Eliza meletakan pir yang baru saja dikupasnya diatas nakas samping tempat tidur Daniel.

"Beginikah caramu melayani seorang pasien?" Eliza mendengus kesal.

Dua minggu berlalu pasca operasi itu berhasil, sikap Daniel semakin menjadi-jadi. Pria yang tingkah sehari-harinya sudah menyebalkan itu menjadi berlipat ganda menjengkelkan saat sakit.

Dengan dalih dirinya yang masih membutuhkan perawatan, ia menggunakan sikap otoriternya untuk memerintah setiap orang. Padahal beberapa hari yang lalu dokter sudah memperbolehkan Daniel pulang karena luka jahitan diperutnya sudah mulai mengering. Namun, entah apa yang berada dipikiran pria itu. Daniel malah memutuskan untuk menetap di rumah sakit sampai hari ini. 

Sungguh merepotkan.

Eliza baru akan beranjak untuk mengambil kotak makan siang mereka. Saat ia merasakan tubuhnya ditarik lembut.

"Apa ia baik-baik saja?" Eliza dapat mendengar suara Daniel di atas kepalanya, tubuhnya terasa hangat saat berdekatan dengan Daniel. Ia hanya mengangguk sebagai jawaban dari pertanyan itu.

"Kemana perginya wanita galak yang melarikan diri kerumah saudaranya?" Daniel mengeratkan pelukan pada istrinya. Ia tahu Eliza pasti lelah karena harus menemaninya di rumah sakit. 

Eliza hanya diam mendengar sindiran Daniel yang tujukan padanya. Ia memilih menikmati pelukan suaminya yang terasa sangat nyaman, berdebat dengan Daniel bukanlah hal yang ia inginkan saat ini, terlebih ia merasa lebih cepat lelah dan sering mengantuk akhir-akhir ini. Sehingga pelukan ini seperti pengantar tidur yang  bagi Eliza. 

Baru saja Eliza mulai mendaki alam mimpinya saat suara pintu terbuka membawanya kembali kedunia nyata. 

"Ah, maafkan saya Tuan Daniel." Chloe dan seorang pria dibelakangnya tampak berdiri kikuk. 

Eliza  yang terkejut dengan kehadiran mereka merasa tidak nyaman dengan posisinya saat ini. Saat hendak melepaskan diri dari pelukan Daniel, pria itu malah semakin mengeratkan cengkramannya dipinggang Eliza. 

"Aku akan memberikan kalian privasi," ucap Eliza saat melihat Chloe dan pria itu semakin kaku. 

"Tetaplah disini," perintah Daniel. Eliza mendengus kesal, tidakkah Daniel melihat wajah pengawalnya yang memucat seperti itu. 

"Katakan Chloe," pandangan Daniel berpindah pada kedua manusia yang masih berdiri didepan pintu itu. 

"Lokasi sudah kami sterilkan tapi, ada baiknya Tuan untuk sementara waktu pindah ketempat lain. Kami menemukan sebuah alat penyadap di kediaman Tuan," Eliza terdiam mencoba mencerna apa yang baru saja ia dengar dari Chloe. 

"Kalian boleh pergi," mendengar perintah itu, Chloe dan pria yang sejak tadi tidak mengeluarkan sepatah katapun itu keluar. Hal ini bukan pemandangan baru lagi bagi Eliza karena Daniel memang tidak akan pernah repot-repot mengucapkan terima kasih pada orang lain. Jadi jangan mengharapkan itu.

"Bisa kau jelaskan?" Eliza menarik wajah Daniel mencoba meminta perhatian pria itu yang mulai menemukan tempat bermainnya dileher Eliza. 

"Kau sudah mendengarnya dari Chloe," Daniel sepertinya tidak mau kegiatannya diganggu.

"Aku ingin tahu semuanya, Daniel aahh," lenguh Eliza saat merasakan gigitan kecil dilehernya.

"Bukan hal besar, kau hanya perlu percaya padaku. Aku tidak akan membiarkanmu dalam bahaya," tatapan Daniel mengisyaratkan apa yang ia ucapkan itu adalah sebuah kesungguhan. Eliza menatap dalam mata pria yang menjadi suaminya itu. Benarkah ini Daniel? 

Eliza memilih menghentikan percakapan ini. Ia tidak akan pernah mengerti apa yang Daniel pikirkan. Pria itu selalu merasa bahwa ia bisa menghandle semuanya dalam genggaman tangannya. Namun, sikap seperti itu kadang membuat Eliza merasa sesak. Daniel dapat membuat hatinya terenyuh seperti saat ini, namun juga berubah dengan sangat cepat saat pria itu mulai mengeluarkan sifat aslinya yang sangat menjengkelkan. 

"Aku menyukai bentuk tubuhmu yang sekarang," Eliza mendelikan matanya kesal saat mendengar ucapan Daniel. Pria itu sedang mengejeknya bukan?

"Kau bercanda?" Eliza menjadi sangat sensitif dengan obrolan seperti ini. Bagaimana tidak, beberapa baju-bajunya kini tidak lagi muat dibadannya yang semakin membengkak.

"Tidak, kau tampak sangat sexy juga terasa lebih empuk," Daniel hanya menahan senyum saat melihat Eliza menghempaskan tangannya dan berjalan menjauh.

"Aku seperti ini karena mengandung anakmu," jawab Eliza yang sudah berpindah duduk di sofa.

"Aku rela membuatmu hamil setiap saat jika kau selalu berubah menjadi lebih mengairahkan seperti ini saat hamil," ucap Daniel sebelum Eliza menutup mulutnya menggunakan tangan wanita itu. Wajah memerah Eliza semakin membangkitkan gairah Daniel, jika sedang tidak berada di rumah sakit, ia pasti sudah menyetubuhi istrinya itu. 

###

"Posisi itu seharusnya milikmu," suara itu menembus dinding putih yang melingkupi mereka. Dua orang yang saling menatap namun tidak dapat saling memahami. 

"Kau, ayah?" hanya dengan dua kata itu berhasil membuat senyuman diwajah sang lawan bicara. Mereka sudah berada disini sejak satu jam yang lalu. 

"Bukan, kau mengingat ayah?" namun, setelah mendengar ucapannya, wajah itu kembali muram. Tangannya sibuk memainkan ujung pakaiannya yang berwarna hijau. 

"Aku berjanji akan membuat keluarga kita kembali," sambungnya dengan penuh keyakinan. Walaupun orang itu masih tidak merespon dan hanya memberikan tatapan kosong tangannya yang masih berada dipakaian itu. 

###

PS : Terima kasih sudah mau sabar menunggu cerita ini, aku mohon maaf yang sebesar-besarnya bukan karena males tapi emang waku yang ngak memungkinkan untuk nulis. Terima kasih untuk vote dan komennya. Terima kasih juga yang selalu setia ngeDM walaupun beberapa orang pesannya dengan bahasa yang kasar, aku terima. Mungkin kalian lelah juga nunggu. Semoga aku bisa segera selesaiin cerita ini. Terima kasih, sampai bertemu di chapter selanjutnya ^^ :)

BABYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang