10. Broken Home

656 30 19
                                    

Aku harap hidup aku seperti drama korea yang akan selalu happy ending di akhir cerita. Namun nyatanya tuhan berkehendak lain hingga aku harus menerima realita yang sangat membunuh jiwa.

***

Tepat saat bel pulang sekolah begitu nyaring di telinga. Semua siswa pun langsung berhamburan keluar kelas. Suasana hening kini sudah berubah menjadi ramai layaknya pasar.

Tatapan - tatapan bingung nampak jelas di muka mereka. Namun tidak ada yang tahu pasti mengapa dan kenapa Farrel bisa mendadak menjadi pendiam sejak kejadian di kantin tadi. Tidak ada keberanian dari para sahabatnya untuk bertanya kepadanya.

Farrel melangkah menuju meja Atha yang terletak di depan jika dihitung ada 2 meja yang menjadikan jarak antara meja Farrel dengan Atha.

"Lo langsung pulang ya gue nanti mau ngomong sesuatu." Tanganya mengacak rambut Atha. "Jangan ngebut. Hati-hati, gue mau pulang duluan bareng Alin."

Atha hanya menganguk sekilas. Bingung dengan ucapan Farrel yang terdengar serius. Ada rasa khawatir yang menyelinap ke dalam hatinya. Namun segera mungkin di tepis oleh Atha.

"Semoga ini bukan pertanda buruk." Ucapnya dalam hati.

***

Entah sudah berapa lama diriku berada di atas bath up. Buku-buku kuku ku sekarang sudah berubah warna menjadi putih pucat. Kulit bagian tangan juga sudah mengkerut. Mungkin jika sekarang didepan ku ada cermin aku bisa dengan jelas melihat wajah yang sudah pucat dengan jelas. Vampire definisi yang sangat tepat untuk menggambarkan kondisi wajahku saat ini.

Samar-samar aku mendengar suara gedoran pintu yang berulang-ulang. Mungkin itu kembaranku. Namun kuhiraukan gedoran itu tanpa rasa bersalah sedikitpun. Buat apa aku bukakan pintu kalau hanya disuruh mengisi perutku yang memang belum makan sedikit pun sedari pulang sekolah tadi. Muak rasanya hidup harus terus-terusan seperti ini. Jujur aku sangat membenci hidupku yang begini. Terlalu naif kalau aku bilang aku tidak iri dengan kehidupan anak-anak pada umumnya. Bukan iri karena harta atau apapun itu jenisnya yang bisa membuat hidupku terjamin bahkan sampai 7turunan sekalipun. Aku hanya iri dengan rasa kasih sayang seorang Mama, kasih sayang seorang Papa pada anak mereka. Dan aku sangat benci saat teringat akan dua orang insan yang kini berpisah seenak jidat bahkan tidak berfikir akan berdampak apa pada anak-anaknya nanti saat mereka mengambil keputusan seperti ini.

Masih teringat jelas di kepalaku saat Farrel yang tak lain kembaranku mengatakan bahwa Papa sama Mama berpisah. Tunggu masih layakkah mereka disebut Papa dan Mama saat hampir 7 bulan tidak pulang dan kini malah dengan enaknya memutuskan untuk berpisah. Rasanya aku ingin mencakar wajahnya saat ini juga. Okey terserah kalian mau menganggapku anak durhaka atau apalah. Tapi nyatanya memang keadaan yang memaksa untuk seperti ini.

Flashback on

"Tha lo bakal janji setelah gue ngomong ini lo nggak boleh ngelakuin hal yang bisa membahayakan diri lo." Ucap Farrel pelan matanya masih lurus ke depan memandang kolam ikan yang ada di halaman belakang.

"Lo kenapa si aneh tau nggak. Tinggal ngomong aja apa susahnya." Atha mendengus kesal.

"Sebenernya Mama sama Papa udah pi-" Belum sempat Farrel melanjutkan kalimatnya Atha sudah memotong dahulu dengan semangat.

"Mama sama Papa udah mau pulang kan ? Terus kapan nyampe kesini nya? Kita harus jemput ke bandara kalau gitu." ucap nya dengan senyum sumringah yang menghiasi wajahnya saat itu. Gue jadi berfikir gimana reaksinya setelah tau yang sebenarnya. Tidak tega rasanya harus menghancurkan impiannya yang sangat ingin bertemu kedua orang tercinta dalam hidupnya. Namun bagaimanapun kalau masalah ini terus dipendam maka tidak akan ada selesainya.

REALITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang