Febuari || Cokelat

1.3K 148 16
                                    

Manisan mengikat kuat dirinya. Memperkenalkan ciri khas yang terus melekat.

Edogawa Ranpo begitu mencintai manisannya. Tidak peduli apapun itu.

Hari-hari berlalu seperti biasa. Makanan manis kerap kali nampak di meja, sama seperti hari ini. Namun ada sedikit yang berbeda.

Manisan Dazai Osamu berbalap menyaingi manisan yang Ranpo punya. Detektif itu seakan tidak peduli namun, sesekali manik curi pandang. Menatap puluhan kotak cokelat yang sama sekali tidak tersentuh.

Melirik, tertangkap, buang muka. Melirik, tertangkap, buang muka. Begitu terus.

Dazai melihat Ranpo, melihat manik itu sesekali melirik ke arahnya. Atau itu yang ia perkirakan sebelum tahu, pandangan itu bukan untuk dia, tapi cokelat di hadapan.

Si pemuda brunette tersenyum. Senyum nakal, menggoda--penyebab tumpukan cokelat itu kini di tangannya.

"Ah, apa yang harus ku lakukan dengan semua cokelat ini?"

Helaan nafas lembut meluncur dari bibir Dazai. Manik hazel mengintip. Melihat Ranpo. Tidak ada reaksi.

"Ini semua terlalu banyak untukku."

Bahkan seisi ruangan tidak menggubris perkataan Dazai. Tapi, pantat lelaki itu gatal. Bokong kerap kali bergesekan dengan kursi, ingin rasanya ia bangkit untuk mengambil semua cokelat dari Dazai. Tapi apa latar belakangnya melakukan hal itu?

"Apa aku harus membuang semua ini saja?"

Ia sudah tidak tahan. Sekedip mata Ranpo sudah di hadapan Dazai bertolak pinggang.

"Ada apa Ranpo-san?"

"Aku mau cokelat itu!" bukan permintaan. Tapi nadanya lebih memerintah.

Dazai tidak peduli. "Ambil saja," ucapnya sambil mendorong kotak-kotak cokelat menjauh.

Ranpo senang. Bibir mengulas senyum lebar. Ia dapat stok manisan beberapa hari ke depan. Dengan senang hati ia membawa cokelat itu ke mejanya.

Butuh beberapa kali kaki itu bolak-balik untuk memindahkan semua cokelat. Dazai diam melihat. Menatap si detektif sebagai bayangan dari anak TK. Sama-sama tidak jauh berbeda.

Satu kali perpindahan lagi selesai. Dalam langkah terakhir Ranpo berhenti, berbalik. Melihat Dazai.

"Omong-omong, Dazai. Dari mana kau dapat semua ini?"

Ada jeda sebentar sebelum Dazai menjawab. "Para gadis." mata berkedip sebelah, Ranpo merinding dibuatnya.

Ah, detektif itu ingat ini hari valentine. Hari pernyataan cinta bagi para gadis.

Ada begitu banyak hal yang tidak bisa Ranpo tebak dalam diri Dazai. Siapa sangka jika pemuda ini tenar dalam lingkungan para gadis. Meski dengan tampang--bego, bego tolol seperti itu.

"Oi Dazai."

"Hmm?"

"Menggodalah lebih banyak gadis. Dapatkan lebih banyak cokelat, lalu berikan itu semua untukku."

Dazai terpaku. Kunikida termangu. Bibir itu mengulas segaris lengkungan tipis tidak nampak, manik hijau terbuka menatap Dazai lurus. Begitu lurus hingga menusuk. Dazai tidak bisa berbicara apa-apa lagi selain berkata 'ya'.

Dan ada cerita dilain waktu, ketika Dazai membawa lebih banyak cokelat untuk Ranpo pada hari valentine.

°•°

Kau penuh dengan kejutan. Seperti takdir yang tidak bisa di tebak, untuk mempertemukan aku dan kau. Memberi kesempatan bagiku untuk melihat sisi lain dirimu.

12 month || Edogawa RanpoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang