Maret || Manisan

900 115 10
                                    

"Permenku hilang."

2 kata di lontarkan, tapi terabaikan. Seolah-olah hal itu adalah angin lalu dan tabu tuk dibicarakan. Tidak ada yang peduli. Bahkan ketika Dazai merogoh sana-sini, mencari makanan yang hilang.

"Kunikida-kun, apa kau tau di mana?" suara kekanakan menggema di udara. Jemari lentik pria yang di maksud kerap bermain di atas keyboard. Tidak menoleh, tidak melirik. Kunikida menjawab— "Tidak." —Dengan tetap terfokus pada notebook.

Helaan nafas kasar mengambang di udara, Dazai menggosok tengkuk yang tidak gatal. Netra hazel menilik sudut per sudut, terus mencari— hingga ide cemerlang melintas di otak. Kaki jenjang melangkah riang, menuju meja di sudut, dengan seorang pria yang tertidur tanpa dengkur. Tepukan tangan pelan ia lakukan sebagai upaya pembangunan dengan bibir sesekali memanggil nama pria yang di maksud. "Ranpo-san, Ranpo-san."

Ada beberapa hal yang tidak boleh di lakukan--meski itu bukanlah sebuah peraturan resmi. Membangunkan Ranpo contohnya. Detektif itu tidak akan senang saat waktu tidur siang berharganya di usik—

Bahkan untuk apa yang Dazai lakukan saat ini. Menanyakan perihal makanan yang menghilang.

"Ada apa?"

Nampak dengan jelas kerutan tidak senang di dahi Ranpo. Tapi Dazai nampak tidak peduli dan tetap melanjutkan.

"Bisakah kau gunakan dedukasimu untuk mencari manisanku yang hilang?"

Diam sejenak, detektif itu butuh waktu untuk meresapi permintaan Dazai. Dan satu hentakan kepala jenius itu menghantam meja keras.

"Malas~"

"Tolong aku Ranpo-san." manik hazel melihat lurus ke dalam manik zamrud. Harap-harap pemintaan sederhana di kabulkan. Tapi Ranpo menggeleng kuat, ia menolak tuk menolong.

Wajah itu tersembunyi di antara lipatan tangan. Tidak terlihat, dari dahi keringat dingin meluncur mulus dari pelipis.

Lalu ia ingat kejadian beberapa puluh menit yang lalu. Manisan tergeletak begitu saja di sofa, menggoda tuk disantap. Dan tanpa sadar, tangan detektif itu sudah penuh oleh sampah.

Tidak mungkin dibilang dia sudah memakannya. Dialah pelaku di balik kandasnya manisan Dazai.

Dazai kembali menghela nafas, raut kecewa nampak jelas di wajah tampan itu. Tapi tidak ada yang peduli. Bahkan Ranpo sendiri.

Dalam diam Ranpo bersembunyi tapi juga tersenyum puas entah karena apa.

Sisi lain. Dazai tidak terima makanannya hilang tidak berbekas. Separuh gaji ia pertaruhkan untuk makanan tersebut. Mungkin dengan tubuh langsing seperti ini tidak akan ada yang percaya. Tapi Dazai suka makan.

Berbekal otak sendiri, Dazai bertekad mencari pelaku seorang diri. Netra menilik satu-persatu anggota agensi. Dan tersangka jatuh pada si detektif hebat, ketika netra itu menangkap remah biskuit di pipi si pria.

12 month || Edogawa RanpoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang