Amara-Bab 8

48 6 2
                                    

Hawa dingin mulai menusuk kulit Amara yang kuning langsat. Ditambah dinginnya keramik yang memaksakan dia untuk bangun dan berdiri.

Tanpa dia sadari dia pingsan di balkon kamarnya dan hanya dialasi dengan keramik putih. Pantas saja badan serta kepalanya terasa sakit. Bukan nya ranjang besar serta selimut hangat miliknya yang dia dapatkan. Malah angin sejuk yang berperan sebagai selimutnya dan keramik putih sebagai ranjang nya. Poor Amara.

Dengan langkah gontai dia menuju ranjang empuknya dan menenggelamkan tubuhnya di dalam selimut. Sejenak dia melirik jam dinding nya dan jam menunjukkan pukul 12.05 malam.

"Huh! Udah dua jam rupanya gue tepar disitu." Sungut Amara sambil memijat pelipisnya. Pening,itu yang dia rasakan.

Entah kenapa dia bisa tidak sadarkan diri di balkon kamarnya dan tidak ada satupun orang yang tau akan hal itu. Tapi dia tidak peduli. Toh,semenjak Bunda dan Kakaknya meninggal yang memperhatikan dia hanya Bi Suji.

Ayahnya? Sibuk bekerja sampai larut malam. Dan sekali nya pulang cepat,malah mesra-mesraan sama wanita lain.

Karena terlalu sibuk memikirkan tentang Ayah nya dan wanita itu,tanpa sadar Amara memejamkan mata dan mulai masuk ke alam mimpinya.

****

"Ara, bangun sayang ini Bunda." Amara terkejut dan mendapati Bunda nya yang tengah memangku kepalanya diatas paha dan mulai mengelus-ngelus anak rambut Amara. Bunda nya sangat cantik dengan mengenakan gaun tidur putih polos yang berwarna cerah seperti cahaya.

"Bunda? Ara rindu Bunda. Bunda kenapa sih pergi nyusulin Kakak? Jadi nya kan Ara kesepian." Ucap Amara sambil memanyunkan bibirnya.

"Lho? Kan ada Ayah,sayang" Balas Bunda nya sambil mengecup kepala Amara.

"Ayah? Ayah itu udah gak peduli lagi sama Amara! Nih ya bun,asal Bunda tau,Ayah tadi siang mesra-mesraan sama wanita asing Bun. Kalo Bunda lihat langsung,pasti Bunda bakal sakit hati kayak Amara.

"Ara,memang sudah waktunya untuk Ayah mencari pengganti Bunda. Ayah harus mencari pengganti Bunda agar ada yang mengurusi Ayah dan kamu." Kata Anisa--Bunda Amara yang mencoba memberi pengertian kepada Amara.

"Tapi Bun,Amara masih bisa kok buat ngurusin Ayah. Amara akan berusaha meringankan beban Ayah." Ucap Amara keukeuh.

Anisa menghembuskan napasnya sejenak lalu lanjut berbicara "Ara.. Kamu emang bisa ngurusin Ayah kamu secara lahir. Tapi kalo soal bathin,kamu nggak akan bisa Amara. Yang bisa itu hanyalah istri sah nya." Kata Anisa terakhir kali dan membuat Amara diam dan kehilangan kata-kata. Sebelum Amara melanjutkan kata-katanya lagi,Anisa telah pergi jauh dengan cahaya yang menemaninya. Dengan sekuat tenaga Amara mengejar Anisa,namun dalam sekejap mata Anisa hilang bersamaan dengan cahaya itu.

"BUNDA!" Teriak Amara dengan nafas yang tersengal-sengal. Dan kembali terlempar ke dunia nyata.

Hampa.

Itulah yang dirasakan Amara. Hanya suara detak jantungnya dan jam dinding yang terdengar.

Untuk kesekian kalinya Amara memimpikan bunda nya yang menasehati nya agar mau menerima orang pengganti dirinya.

Waktu subuh telah tiba. Amara beranjak dari tempat tidurnya dan langsung mandi.

****

"Mas,hari ini yang masakin makan siang nya aku aja ya. Aku pengen anterin bekal soal nya buat kamu dan sekalian buat makan siang Amara." Lembut memang suara wanita itu--persis seperti bunda nya. Tapi entah kenapa hanya mendengar suara itu membuat Amara mendadak mual.

AMARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang