Maap maap ni ye kalo ada yg typo hehe
Cukup lama Amara memperhatikan layar laptopnya yang terpampang di hadapannya.
Sudah 15 menit lamanya dia terdiam dan tak tau harus melakukan apa. Di sisi lain, Fadhil yang duduk di sebelahnya hanya menatap Amara serta kebodohannya."Ehem, Amar lo ngapain sih daritadi?" Tanya Fadhil sambil mencondongkan tubuh nya ke Amara yang masih memperhatikan layar laptopnya.
"Setan! Lo ngapain deket-deket gue? Jauh-jauh sono!" Ujar Amara sambil mendorong tubuh Fadhil hingga tersungkur di karpet bulu yang khusus disediakan untuk di ruang keluarga Amara.
"Kasar banget sih lo jadi cewek!" Bentak Fadhil sambil menarik ujung rambut Amara dan membuat Amara tersungkur di sebelahnya.
"Bodo! Siapa suruh lo deket-deket gue?! Mau nyari kesempatan dalam kesempitan lo kan?!" Tuduh Amara dan membuat Fadhil tertawa terbahak-bahak.
"Nyari kesempatan lo bilang? He tu de low! Gini-gini juga gue masih normal ya, gak mungkin banget gue mau nyari kesempatan sama cewek jadi-jadian kayak lo!" Balas Fadhil yang membuat Amara semakin pitam sehingga dia melemparkan novel yang tebalnya hampir 1000 lembar kearah Fadhil dan berhasil mengenai ujung pelipisnya.
"Aw!" Erang Fadhil sambil mengusap ujung pelipisnya sehingga menyisakan sedikit noda darah. Amara yang melihat ujung pelipis Fadhil mengeluarkan darah, langsung menggigit ujung kuku nya dan sontak menghampiri Fadhil.
"Dhil sumpah gue minta maaf, gue nggak bermaksud sampe bikin lo luka kayak gini. Lo tunggu bentar disini, gue mau ambil obat merah sama plester dulu." Ucap Amara khawatir dan langsung berlari kedalam kamarnya untuk mengambil kotak P3K.
Setelah mendapatkan apa yang dia cari, Amara langsung cekatan untuk membersihkan luka Fadhil. Namun tiba-tiba Fadhil menepis tangan Amara dan melakukan pengobatan untuk ujung pelipisnya sendirian. Amara yang diperlakukan seperti itu langsung sontak menjauh sedikit dari Fadhil yang saat ini raut wajahnya terlihat kesal.
Dari jauh Amara melirik Fadhil yang membuka plester di tangannya dan langsung menempelkan di ujung pelipisnya. Amara menyesal, kenapa dia harus sekasar itu kepada Fadhil. Biar bagaimanapun juga, Fadhil adalah teman kelasnya dan saat ini juga mereka satu kelompok yang mengharuskan mereka untuk saling menghargai serta saling membantu. Tapi yang dilakukannya tadi sudah kelewat batas. Amara ingin mengucapkan kata maaf kepada Fadhil, namun saat ini Amara mengurungkan niatnya karena suasana hati Fadhil pasti masih memburuk.
Karena Fadhil yang tak kunjung bersuara, akhirnya Amara langsung mengalihkan pandangan nya serta memfokuskan pikirannya untuk meresensi novel di hadapannya.
Sebenarnya daritadi Amara diam di depan layar laptopnya hanya karena satu hal. Dia masih bingung harus mulai meresensi novel nya darimana. Dia juga salah, tidak mau mendiskusikan dulu kepada Fadhil dan berlagak sok tahu kalau dia bisa meresensi novel dengan mudah. Nyatanya, arti dari resensi saja dia tidak tahu apa maksudnya. Lalu, bagaimana bisa dia meresensi novel itu sendirian. Poor Amara..
"Eh, lo mau ngapain?" Tanya Amara yang terkejut ketika melihat Fadhil secara tiba-tiba mengambil laptop yang berada di pangkuan Amara dan memindahkan diatas pangkuannya sendiri.
"Fadhil mending lo istirahat, dan novel nya gak papa gue resensi sendiri aja. Gue tau pasti luka lho masih nyeri dan gue minta maaf karena udah buat pelipis lo jadi di plester" Ucap Amara sungguh-sungguh, tapi lawan bicaranya saat ini hanya diam sambil mengetikkan sesuatu di laptonya.
"Fadhil, lo dengerin gue nggak s--" Belum selesai Amara berbicara, Fadhil menatap tajam kearah Amara serta menyentuh pelan bibir Amara sebagai isyarat untuk diam. Amara yang melihat ekspresi Fadhil yang menurutnya seram hanya bisa terdiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMARA
Teen Fiction-Ketika rasa mengubah segala nya, sesuatu yang kita benci sekalipun akan hilang begitu saja.- Amara dan Fadhil Cerita ini aku buat hanya sekedar untuk mengisi waktu luang. Jadi maafin ya kalau cerita ini gak sebagus ekspetasi kalian😊 Selamat membac...