Story 5. Loyalty

1.3K 221 13
                                    

---Narator---

"Hange, ini sudah lima hari. Sesuai perjanjian, aku harus pergi."

"Heeeee?? Kenapa mendadak begini? (Name), tolonglah... Satu hari lagi, ya! Please... Levi kan belum bangun. Aku juga nggak bisa ke mana-mana. Aku harus stand by di kantor. Ada Erwin soalnya..."

Matamu terpejam. Inilah jawaban yang paling kau benci.

Penolakan...

Tanganmu semakin erat di gagang telepon. Hange terus memohon untuk tinggal.

"Tapi aku gagal bersihkan rak bukunya..."

"Mumpung Levi belum sadar, aku bantuin, ya! Tunggu, ya! Besok aku pasti ke sana. Aku janji!"

"Lagian... Semuanya gara-gara aku juga. Levi jadi begini karena aku. Hange, aku sudah tidak punya harga diri lagi di sini..."

"Kau ini bicara apa?"

Kau mengukir senyum sedih di wajahmu. "Bye, Hange."

"Levi mau cerita sesuatu."

Telepon tak jadi kau tutup. "Apa?"

"Aku dan Levi akan cerita soal kejadian di sini. Ini sudah tradisi kami. Hahaha. Ayolah... Kau jangan pulang dulu, ya. Please..."

Akhirnya kau mengiyakan.

Napasmu berhembus berat. Memang berat meninggalkan rumah ini. Terlanjur jatuh cinta dengan furniturnya, dapurnya yang bersih, dan Levi... Eh?

Eren menemuimu. Tersipu... Itulah reaksimu melihat Eren mengenakan kemeja Levi yang agak sempit di tubuhnya.

Eren tersenyum, air mukanya lebih kalem dan sesuai umurnya yang menginjak enam belas tahun.

"Aku kangen Heichou."

Kau membalas senyumnya. "Aku juga..."

###

Kalian makan siang berdua, duduk berhadapan di meja kayu bulat yang sempit. Selama ini, meski kau selalu di ruang baca, kau ingat baju-baju yang dikenakan Levi.

Di rumah pun, pria boncel itu selalu mengenakan kemeja...

Kecuali kalau ia berburu.

Sedangkan Eren, ia selalu memakai kaus yang sudah bulukan. Cuek. Bahkan kadang hanya memakai celana gunung kalau ia pergi ke hutan. Pulang-pulang, entah perutnya atau punggungnya lecet kena ranting.

Siang ini Eren seperti Levi. Bahkan mungkin lebih tenang dan lebih charming darinya.

Eren memang tidak banyak bicara. Tapi matanya tak pernah berhenti bermakna. Manik zambrudnya itu seperti lidah kedua yang mengungkapkan isi hatinya.

"Eren, mau nggak sekolah bareng aku?"

Eren menatapmu dengan tenang, menunggu kalimat selanjutnya.

"Y-ya... Di sini... Kamu jadi nggak tahu dunia luar. Maksudku... Di mana-mana hutan... Kamu nggak pernah, kan, ketemu anak ABG seumuran kamu?"

Eren diam.

"Eren... Kalau kamu mau bicara, bicaralah... Jangan sungkan."

Eren bersandar ke kursinya lalu menggaruk lehernya yang tidak gatal.

"Eren, apa Levi melarangmu keluar rumah? Atau... melarangmu bersekolah?"

Eren memincingkan matanya. Kau sudah salah bicara...

"Aku penjaga hutan ini. Aku tidak boleh pergi," jawabnya dengan serius.

Kata-katamu tidak bisa keluar.

The Hunter's House (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang