09. Jatuh Cinta?

1.6K 40 6
                                    

~Selamat Membaca~

Vanya senyum-senyum sendiri di dalam kamar. Kamar? Ya. Ia baru saja pulang diantar Zovan. Zovan juga sempat mampir ke rumahnya. Vino, cowok itu terkejut setengah mati melihat Zovan dan Vanya yang basah. Vanya terkekeh melihat reaksi Vino. Lalu, Vanya menjelaskan semua. Vino mengerti dan menyuruh Vanya berganti baju.

Zovan, cogan itu sudah pulang. Alasannya, ditelpon orangtua. Vino tidak bisa membantah. Rencananya yang ingin berbincang dengan Zovan lenyap seketika. Vanya sangat geli saat melihat Vino yang sangat mengintimidasi Zovan. Sebegitu penasarankah dirinya? Vanya sangatlah geram. Sungguh.

Gadis berumur 16 tahun itu berjalan pelan menuju balkon kamarnya. Rambutnya yang masih basah, meneteskan air secara satu-persatu di lantai balkon. Gadis itu tidak peduli jika ia terpleset. Dia sedang menikmati udara segar sehabis hujan. Udaranya damai. Sedamai hati Vanya.

Tok...! Tok...! Tok...!

Vanya mendengar ketukan pelan di pintu kamarnya. Sudah pasti itu Vino. Sebab, hanya dirinya dan Vino-lah yang ada dirumah? Orangtua? Kak Vidya? Vinni? Mereka sibuk. Cukup kata sibuk yang mewakili. Kalau dijelaskan secara satu-persatu, panjang ceritanya. Dan yang pasti, cerita itu tidak keburu habis dengan waktu yang bisa dibilang cepat.

"Masuk, Bang." Jawab Vanya dari balkon. Jadi, dia harus berteriak sedikit. Lalu, setelah itu pintu kamarnya terbuka. Wajah Vino menyembul dari luar. Mencari-cari dimana Vanya. Ternyata adiknya itu ada di balkon sedang memunggungi pintu. Dengan santai Vino masuk.

"Dek, uda makan belum?"

Vanya membalikkan badannya dan melihat Vino sudah duduk di kasurnya. Vanya menggeleng lalu membalikkan tubuhnya lagi membelakangi Vino. Vino berdecak dengan gelengan Vanya.

"Makan! Ntar sakit," Ketus Vino. Bukannya apa-apa. Ia tidak mau adiknya sakit.

"Iya, Vino." Jawab Vanya sekenanya. Vanya masih diam memandangi rumput yang hijau di halaman belakang rumahnya. Tahukah kalian, bahwa Vanya sedang senyum-senyum aneh sekarang? Tidak, 'Kan. Itulah sebabnya gadis itu terus menerus membelakangi Vino.

"Abang hitung 1 sampai 3, kalo kamu belum pergi dari situ, abang jewer kamu." Suruh Vino seraya berjalan keluar kamar dengan sedikit berteriak. Ditutupnya pintu kamar Vanya membuat yang punya kamar mengejeknya.

Vanya berdecak super sebal. Bukannya beranjak atau tidak takut dijewer, gadis tersenyum lagi sekarang. Ia tahu Vino hanya mengancamnya agar ia mau makan. Sedetik kemudian, gadis itu menggeram senang. Suasana hatinya berubah semenjak ia melihat Zovan.

"PANYA!" Teriakan Vino dari luar membuatnya berhenti tertawa. Sebal adalah ekspresinya terhadap Vino sekarang ini. Menyebalkan.

●●●

Dentingan sendok memecah keheningan antara Vino dan Vanya. Vanya makan dengan lahap. Melihat itu, Vino tersenyum tipis. Vino masih mengingat kejadian tadi dimana Zovan mengantarkan adik tersayangnya itu pulang kerumah dalam keadaan yang sama-sama basah.

"Dek," Panggil Vino yang tengah menatap Vanya yang menikmati makanannya. Vanya menoleh sekilas lalu melanjutkan aktivitasnya. Memakan dengan lahap. Sejak pukul 02 siang tadi, ia memang sudah lapar. Tetapi, hujan.

"Zovan itu sebenarnya siapa, sih?" Tanya Vino entah untuk yang ke berapa kalinya.

"Kakak kelas." Jawab Vanya singkat seraya berjalan ke dapur untuk mencuci piringnya. Bi Sima, pengurus dapur, sedang pulang kampung kemarin siang. Katanya, anak sulungnya sedang melahirkan.

"Dari kemaren ngomongnya kakak kelas mulu, tapi lengket banget kaya lem fox." Celoteh Vino. Vanya hanya diam membiarkan Vino yang terus berceloteh.

"Lagian, tadi kalian berdua sama-sama basah. Atau jangan-jangan kalian main hujan bareng ya? So sweet banget." Cerocosnya tidak henti-henti. Vanya meletakkan piring yang sudah ia cuci, ke rak piring. Lalu menuangkan air mineral ke gelasnya. Setelah tandas, Vanya duduk di depan Vino membuat abangnya itu terdiam seketika.

"Diem. Berisik tau gak! Asal Abang tau, tadi, Vanya uda nelpon supir kita untuk jemput Vanya. Tapi, hujan. Ya uda Vanya nunggu. Karena bosen Pak Tomo belum datang juga, Vanya sama Acha main hujan deh. Kita ketawa bareng. Eh, taunya ada Kak Zovan. Kak Zovan sempat marah, lho, bang. Tapi, akhirnya dia gak marah lagi." Vanya menjeda ceritanya sebentar. Sementara Vino, menatap Vanya intens sambil mengangguk-angguk, persis seperti pajangan mobil.

"Dan Acha juga basah kok. Jadi bukan Kak Zovan sama Vanya aja yang basah. Makanya, Abang tuh kerjaannya gak usah molor mulu biar bisa jemput Vanya." Vanya memukul meja makan pelan seraya berjalan menuju kamarnya. Vino melengos.

"Nya," Panggilnya.

"Kenapa?" Dengan malas, Vanya menghentikan jalannya. Vino terkekeh malu lalu menyodorkan piringnya.

"Cuciin piring Abang. Plisss.." Pinta Vino dengan memasang wajah prihatin. Dasar! Vanya sudah tau dengan wajah sialan itu. Jadi, jangan harap Vanya mau menjalani perintah Vino.

"Ogah! Cuci aja sendiri!" Dengan kekuatan Flash, Vanya berlari meninggalkan Vino. Vino hanya berdecak kesal. Bibirnya dikerucutkan. Asal kalian tahu, Bibir Vino itu keciiiil banget. Jadi, kalau dikecilin lagi, gemes deh. Pengen gigit:D Eh!? Astaga! Nda khilaf><

●●●

"Assalamu'alaikum."

Zovan memasuki rumahnya seraya mengucap salam dan melepas sepatu. Bundanya, Vanessa, dengan cepat berjalan menuju anak tunggal kesayangannya itu.

"Zovan? Kok baru pulang, hm? Terus kenapa kamu basah?" Tanya Nessa lembut.

"Kehujanan, Bun." Jawab Zovan sekenanya lalu mencium punggung tangan Nessa.

"Yauda, cepat-cepat ganti baju ya. Nanti kamu masuk angin." Pinta Nessa sambil mengelus kepala anaknya lembut. Zovan mengangguk singkat dan memasang senyum tipis. Nessa sangat tahu sikap anaknya itu. Dingin. Sama seperti Johan, Ayah Zovan.

●●●

Di kamar, Zovan duduk di ranjangnya. Memikirkan tingkah manisnya kepada Vanya 1 jam yang lalu. Belum lagi reaksi Vanya dan Acha yang tampaknya sangat terkejut. Ah, rasanya kupu-kupu di perutnya ber-terbangan dengan bebas sekarang. Dia sangat geli.

Sebenarnya, ia juga tidak tahu kenapa bisa sepeduli itu dengan Vanya juga Acha. Tapi, tiap kali menatap mata Vanya, jantungnya selalu berdetak dengan cepat. Tidak seperti biasanya. Aneh. Sebelumnya, ia tidak pernah seperti ini. Apa mungkin wajah Vanya yang imut itu selalu membuatnya terpesona?

Dia terkekeh saat awal mereka berjumpa di kantin. Vanya menyapanya tapi dia malah diam. Akhirnya setelah dilihat-lihat, wajah Vanya tidak bosan untuk terus dipandang. Bisa dibilang wajah Vanya manis.

Entahlah. Zovan tidak tahu perasaan macam apa ini. Dengan segera dia mengambil ponselnya yang berada di nakas. Dia mengetikkan sebuah password di lock screen-nya. Belakangan ini Zovan banyak tersenyum. Ada desiran aneh di hatinya. Semacam ... Jatuh cinta.

Apa mungkin dia jatuh cinta pada Vanya? Mungkin. Gadis petakilan berhati bidadari itu membuat Zovan selalu tersenyum tanpa alasan. Oh ya, satu lagi! Kalian tahu apa password di ponselnya?
.
.
.
Vanya.

●●●

How about this part? Haha!><

Uhhh, gaje banget yak-_- Garing-garing gimana gitu kaya ikan asin*ha?* Sejujurnya, waktu aku nulis adegan AchaVanya main hujan dan Zovan datang dengan wajah dingin nan galak, aku menggeram sendiri. Gregetan tauk. Tapi, gak tau ya, kalo kalian nganggapnya kurang romance. Nda belum pernah pacaran soalnya *Keplak!!* Jadi gak bisa nulis adegan yang lebih romance lagi biar bisa bikin readers gregetan juga*bhaks><*

Beri kritik atau saran kalian ya;)

mp:))

My Moodbooster [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang