10. Pulang Bareng(1)

1.5K 43 0
                                    

~Selamat Membaca~

Zovan turun dari motornya. Hari ini pria itu ingin membawa motor. Tidak apalah sekali-sekali. Lagipula ia berasa manja jika diantar oleh supir dan merasa bosan jika membawa mobil.

Pria itu menyisir rambutnya kesamping. Kakinya yang panjang menyusuri koridor sekolah dengan wajah datar. Bahkan, tidak banyak siswi yang berteriak histeris dan menggigit bibir bawahnya melihat pesona Zovan. Zovan hanya diam dan tidak peduli. Dia terus berjalan sampai ke depan kelasnya.

"Bro! Waduh, makin panjang ya lo," Ucap Patra seraya merangkul teman baiknya itu. Yang dirangkul hanya menaik-turunkan kedua alisnya sekilas. Mood nya untuk bicara menghilang lagi. Patra bahkan sudah terbiasa dengan sikap super duper dingin Zovan.

"Apanya yang panjang, Tra?" Celetuk Bobby tiba-tiba. Patra terkekeh dan refleks memukul lengan Bobby kuat.

"Tingginya," Jawab Zovan malas. Bisa-bisanya, Bobby mengira hal lain. Patra tertawa sambil mengangguk. Bobby membulatkan bibirnya.

"Gue kira apanya yang panjang."

"Masih pagi, Bob! Jangan mikir yang aneh-aneh lo!" Tegur Patra. Bobby hanya melengos kesal. Ia sebenarnya memang tidak mengerti. Tapi, kenapa Patra malah tertawa? Apa ada yang lucu dengan kata-katanya? Huh.

"Duluan." Ujar Zovan. Jika Zovan berlama-lama didekat Patra dan Bobby, bisa gila. Jadi, ia memilih untuk pergi saja. Aman. Pria itu meletakkan tasnya dimeja lalu mengambil earphone. Mendengarkan musik lebih bagus daripada mendengarkan hal lain yang bisa merusak otaknya.

Tapi, satu hal mengganggu pikirannya ...

Vanya.

●●●

"Acha! Lala! Via! I'm coming!" Teriak Vanya didepan kelas. Senyumnya mengembang membuat ketiganya membalas senyum tersebut.

"Hei! Pagi-pagi ceria amat! Emang tugas lo udah selesai?" Tanya Lala yang sedang mantengin ponsel sambil sesekali mencomot keripik singkong sambal milik Via.

Vanya mengangguk lalu duduk di bangkunya. Acha mengernyit. Vanya benar-benar sudah mengerjakan tugas?

"Udah?" Tanya Acha tidak yakin. Sama sekali. Vanya menangguk lagi. Kali ini, ia mengambil sesuatu dari tas. Dan ternyata itu buku tugasnya.

Acha terbelalak, "Apaan?" Vanya tersenyum dan membuka bukunya. Memperlihatkan tugasnya yang sudah selesai.

"Nih, tugas Anya udah selesai." Ucapnya sambil menopang dagu menatap ketiganya secara bergantian. Via yang sedang memakan keripiknya itu melongo. Lala, keripik pedas ditangannya jatuh ke meja dengan sia-sia. Acha, sibuk memeriksa tugas Vanya. Dan hasilnya, rata-rata sama dengan hasil kerjanya. Acha menggelengkan kepala kagum.

"Ini lo yang ngerjain?"

"Engak. Abang Vanya yang ngerjain."

Krikkk ... Krikkk ...
Pletak!

"Gue kira lo yang ngerjain!" Seketika, ketiganya memasang wajah masam, marah, dan menyesal karena percaya pada Vanya. Vanya tertawa memang, tapi tangan kanannya mengusap kepalanya yang mungkin benjol karena Acha menoyornya.

"Ih, mau aja dikibulin. Ya Panya lah yang ngerjain. Bang Vino tadi malem lagi ngumpul di rumah temennya."

"Bohong! Lo kan bisa minta tolong sama yang lain." Balas Via masih tidak percaya jika Vanya sendirilah yang mengerjakan.

"Kak Vidya ngurung diri dikamar. Gak mau keluar. Kalo diganggu, aura macannya keluar. Vanya takut digigit," Via hanya mengangguk-angguk mendengar jawaban itu. Tapi, seperti ada yang aneh.

My Moodbooster [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang