02. Zovan?

2.5K 64 8
                                    

~Selamat membaca~

Vanya meneguk air minumnya yang ia bawa kesekolah sampai tandas. Berlari mengelilingi lapangan itu memang melelahkan. Apalagi, Vanya punya daya tahan tubuh yang kurang mendukung.

Acha terkekeh dengan tingkah sahabatnya yang sudah seperti tidak minum 1 tahun 7 bulan. Vanya hanya mendelik sebal menanggapi itu. Lalu kembali minum dengan tergesa-gesa.

Untung saja Vanya tidak tersedak karena meminumnya secara tergesa-gesa. Acha segera membisiki Vanya sesuatu.

“Lo tau? Dari tadi Pak Anwar ngeliatin lo sambil cekikikan.”

Seketika, mata Vanya membulat dan langsung melihat Pak Anwar. Benar, Pak Anwar terkekeh sendiri melihat tingkah konyol Vanya. Vanya hanya cengengesan.

Teng! Teng! Teng!

Tanda istirahat sudah berbunyi. Semua murid pun bersorak senang.

“Baiklah, kita sudahi pelajaran hari ini. Sampai ketemu di hari Jum'at.”

•••

“Kantin yuk,” ajak Vanya pada Acha yang tengah merapikan buku tulisnya. Acha berpikir sekejap lalu mengangguk.

“Eh, tunggu. Via sama Lala kemana?” tanya Acha.

“Tadi disuruh Pak Anwar buat bawain tasnya.”

Acha hanya mengangguk sebagai jawaban. Lalu mereka kembali melanjutkan perjalanan.

Dengan waktu yang bisa dibilang cepat, Vanya dan Acha sudah tiba di kantin. Tapi, sangat disayangkan, kantinnya penuh. Jika begini, mana bisa mereka duduk. Tidak mungkin mereka duduk diatas genteng.

“Duduk dimana, nih? Penuh gini!” rengek Vanya. Tanpa memerdulikan Vanya, Acha langsung berlari ke tempat yang kosong. Sementara Vanya, gadis itu menganga tidak percaya. Acha langsung melupakannya ketika berada di dekat Zaky, gebetan Acha. Dasar Acha!

Vanya menyusuri pandangannya ke seluruh penjuru kantin. Aha! Akhirnya ia mendapat satu bangku yang memang kosong. Sedangkan di hadapan bangku tersebut, ada seorang lelaki yang duduk sambil membaca buku dan menyumpal earphone ditelinganya.

“Hai, Kak. Aku boleh duduk disini gak?” tanya Vanya dengan nada semangat. Pasalnya, Lelaki dihadapannya ini sangatlah tampan. Tapi, ia heran. Mengapa cowok ini tidak memiliki teman sama sekali. Atau bahkan memang penyendiri? Ah, Vanya tidak tahu benar.

Lelaki dihadapannya ini hanya menatap Vanya sekilas lalu menatap ke arah lain dengan wajah datar yang membuat Vanya sedikit heran. Lelaki itu bahkan tidak menjawab pertanyaan Vanya. Atau seperti berinisiatif untuk mengangguk sebagai respon untuk Vanya.

Vanya terkejut tentunya. Baru kali ini ia menemui lelaki dingin seperti pria ini.

“Kak?” Vanya memastikan sekali lagi, apakah lelaki itu merespon atau tidak. Ternyata, sama. Tetap keukeuh tidak ingin merespon atau memang irit bicara.

Vanya hanya mengangkat bahunya acuh. Memanggil Mang Kirman untuk memesan sesuatu.

"Mang Kirman!"

Yang dipanggil pun menoleh. Senyum pelayan kantin itu merekah begitu saja ketika menatap Vanya. Vanya yang ramah, hanya memasang wajah manis.

"Pesan apa, Neng geulis?"

Lelaki yang duduk dihadapan Vanya ini tentunya bisa mendengar percakapan mereka. Tapi, dia mencoba acuh.

"Mang, pesen batagornya 1 porsi aja ya. Minumnya Teh ManDi."

"Siap atuh, Geulis! Tunggu ya, sabar menunggu. Hehe."

Setelah mengucap itu, Mang Kirman melangkahkan kakinya menuju ke Ibu Tini untuk melaporkan apa saja yang dipesan oleh siswa/i disini.

Selagi menunggu pesanan datang, Vanya melirik ke Acha yang kini tengah bercanda ria dengan Zaky. Kakak kelas yang juga terkenal tampan itu. Sedangkan Vanya disini? Seperti tidak mempunyai teman makan. Bahkan, kakak kelas yang nampaknya murid baru ini acuh padanya.

“Kelas sepuluh?”

Vanya terkejut dengan sebuah pertanyaan singkat yang dilontarkan oleh kakak kelas itu.

“Hah?” jawab Vanya gelagapan. Ternyata, suara cowok itu mampu membuat jantung Vanya berdisko ria. Entah mengapa.

"Lo kelas sepuluh?" ulang cowok itu. Sedari tadi kakak kelas itu menatapnya dengan intens. Tapi, wajahnya tenang. Vanya semakin gelagapan sendiri.

“Iya, Kak–”

Vanya melirik ke name tag cowok itu. Zovan Andrew Arkanda. Nama yang bagus.

“–Zovan.”

Cowok itu mengerutkan dahinya. “Tau darimana?”

Vanya turut mengerutkan dahi. Cowok itu seakan tahu atas keheranan Vanya. “Nama gue.” lanjutnya.

“Oh, hehe. Itu name tag kakak.”

Cowok yang ternyata bernama Zovan itu mengangguk sekilas dengan senyum tipis, namun sekejap juga. Itu membuat jantung Vanya berdetak lebih kencang. Zovan lebih tampan jika tersenyum.

Mengacuhkan Vanya yang tengah sibuk menetralkan detak jentungnya, Vanya melirik sekilas dan melirik lagi.

"Duluan." Zovan bangkit dari tempat duduknya. Vanya hanya mengangguk sembari tersenyum. Menatapi punggung Zovan yang semakin lama semakin mengecil.

Vanya kaget. Secepat itu? Lalu, ia akan sendiri lagi disini? Oke, baiklah.

Vanya pun hanya bisa diam sambil memikirkan hal lain. Dan saat ia melihat lapangan, entah kenapa ia teringat dengan cowok yang tadi menabraknya. Wajahnya sangat familiar dan Zovan dan ...

Oh, tidak. Jangan bilang orang yang menabraknya di lapangan tadi adalah Zovan?

Vanya tak bisa memercayai hal itu.

●●●

Hai, ketemu lagi di Part 2-nya.
Oh ya, aku bakal nge-next kalo punya waktu senggang, ya. Tunggu aja My Moodbooster ya;) Siapa tau nge-next mendadak:)

Salam,

mp:))

My Moodbooster [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang