15. Tidur masal

2K 50 17
                                    

Jangan salpok ama judul, plis:v

- - -

~Selamat Membaca~

Vanya menjadi merasa sunyi karena Vino yang biasanya sering masuk ke kamarnya, kini mendadak absen. Dengan segera ia melangkahkan kakinya, membawa tubuhnya ke kamar Vino yang tepat berada di sampingnya. Memeriksa apakah abangnya itu masih hidup atau tidak. Eh?

“Abang?” setelah membuka pintu Vino yang ternyata tidak dikunci, Vanya pun menyembulkan kepalanya dari luar.

Kini, ia berdiri tegak setelah melihat Vino yang tengah tidur dengan posisi menyamping menghadap pintu. Salah satu tangannya tergeletak di sisi kasur yang kosong, sedangkan yang satunya lagi berada di lekukan leher.

“Tidur, ternyata.” gumam Vanya. Gadis itu mendekati Vino yang seluruh tubuhnya dibungkus dengan selimut.

Dengan melompat, ia langsung duduk di samping Vino. Tak tega untuk membangunkan, Vanya lebih memilih memerhatikan wajah Vino.

Dengan pelan, Vanya menarik sebagian selimut Vino dan merebahkan diri di samping Vino setelah sebelumnya mengangkat tangan Vino dan meletakkan tangan hangat itu di perut. Memeluknya erat.

Lantas membungkus tubuhnya juga dengan selimut biru laut milik Vino. Baru saja mendapat ketenangan, suara gemuruh terdengar. Vanya tersentak dan dengan sigap ia menutup telinganya. Kaget.

Setelah dirasanya gemuruh itu sudah mereda, gadis itu menjauhkan tangannya dari kedua telinga. Menghembuskan napas lega dari keterkejutannya. Kembali memeluk tangan Vino.

Awalnya, ia biasa saja dan menutup mata. Tetapi, merasa ada yang aneh, matanya kembali terbuka. Ia menyentuh tangan Vino yang sangat hangat.

Tak puas, ia semakin gencar menyentuh lengan atas Vino dan akhirnya ke leher. “Nih orang demam?”

Vanya meringis lalu terduduk. Kembali memeriksa suhu tubuh Vino. Hangat. Lebih menjurus ke panas sebenarnya. Lantas, ia turun dari kasur dan berlari ke nakas abangnya. Mengambil kain dan menyiapkannya disana. Lanjut, ia ke toilet Vino. Sebelumnya ia mengambil baskom plastik untuk diisinya dengan air.

Lalu, gadis itu keluar dan memasukkan kain yang tadi ia ambil dan mencelupkan benda itu ke baskom. Memerasnya lalu menempelkan di dahi Vino yang sudah ia terlentangkan tubuhnya.

Setelah selesai, ia kembali merebahkan tubuhnya di samping Vino. Memeluk Vino erat seolah tak ingin terlepas. Entah mengapa ia menjadi rindu pada abangnya ini. Padahal, tadi pagi saja mereka masih bertemu.

“Abang jangan sakit lagi, ya.”

Cup.

Vanya mengecup pipi Vino yang hangat. Lantas kembali memeluk Vino dan ikut terlelap. Entah mengapa Vanya menjadi lembut mengingat sebelumnya ia suka ketus kepada Vino. Entahlah.

●●●

“Anya?”

Vinni memasuki kamar Vanya dengan wajah heran. Niat awalnya ingin mengambil headphone yang semalam dipinjam kakaknya itu. Namun, kekosongan kamar yang ia temukan. Sang empu tidak terlihat.

“Vanya?”

Kakinya kembali menyusuri seisi kamar Vanya yang terlalu luas itu. Balkon, toilet, tidak ada Vanya sama sekali. Akhirnya, Vinni pun menggendikkan bahu. Berusaha masa bodoh.

Entah mengapa ia merasa haus. Ia pun menuju dapur untuk minum. Setelahnya, ia kembali berjalan menuju kamarnya yang berada di bawah. Namun, langkahnya terhenti saat melewati kamar Vino.

Sekelebat, ia melihat rambut seorang gadis menjuntai ke bawah lantai. Vinni membelalakkan matanya terkejut. Apakah itu hantu? Ataukah selingkuhannya Vino? Atau bahkan pacar?

“Itu siapa, ya?”

Vinni pun penasaran. Akhirnya gadis itu masuk ke sana. Dengan langkah pelan, ia mendekati kasur Vino dan melihat siapa gadis itu. Bahunya mendadak turun karena mendapati ternyata itu Vanya. Pantas saja Vanya tidak terlihat dari tadi. Ternyata ia tidur?

Di kamar Vino?

“Elah, Kak, Kak. Gue cariin juga. Ternyata disini.” ujar Vinni bermonolog.

Entah mengapa hatinya kini menghangat. Ia pun beralih ke Vino yang tertidur dengan kepala miring menghadap Vanya yang juga menghadap ke arahnya. Kain putih panjang terlihat membungkus dahinya sampai ke bantal. Apakah abangnya itu sakit?

Ah, Vinni kasihan. Ia pun naik ke kasur Vino dan merebahkan tubuhnya di samping Vanya yang tidur dengan bermandikan peluh. Melihat itu, Vinni tersenyum. Perlahan, ia memejamkan matanya. Dan berhasil. Ia berhasil masuk ke alam mimpi.

Percayalah, Vinni yang kelewat tomboy itu masih punya rasa kasih sayang kepada seluruh saudara-saudaranya, keluarganya.

●●●

Hujan. Vidya merasa rumahnya sudah seperti tak berpenghuni sekarang ini. Kemana para pemilik rumah yang lain? Kemana adik-adik imutnya dan abang satu-satunya itu?

Merasa janggal, Vidya naik ke atas. Mencari satu-persatu saudaranya. Kamar Vinni yang awalnya ia buka. Kosong. Vanya? Kosong. Kamarnya? Juga kosong. Ia berpikir untuk masuk ke kamar abangnya. Namun, ia agak ragu.

Setelah dipikir-pikir lagi akhirnya ia masuk dengan langkah sangat ragu. Perlahan, ia membuka pintu Vino. Agak jantungan saat itu. Lalu, akhirnya pintu terbuka lebar. Terlihatlah disana seluruh saudaranya. Vanya, Vinni, dan Vino.

“Eh? Kenapa tidur disini semua?”

Vidya pun menatapi wajah Vinni yang tertidur terlentang. Meneliti apakah adik bungsunya itu benar-benar tertidur atau tidak. Dan hasilnya, anak itu memang tertidur. Kalau Vino dan Vanya jelas sekali tampak tertidur.

Vino dengan kompresan di dahinya itu tampak memejamkan mata dengan damai. Sedangkan Vanya tidur menganga menghadap Vino. Jadi intinya, Vino dan Vanya tidur bertatapan muka. Membuat Vidya gemas sendiri.

Tunggu. Kompresan?

Vidya segera menyentuh dahi Vino dan terkejut saat hawa panas langsung menjalar ke tangannya dengan cepat. Ia pun menghembuskan napas pelan. Sama seperti Vinni, entah mengapa hatinya menghangat.

Vidya naik dan merebahkan tubuhnya disamping Vinni. Ikut memejamkan mata dengan senyumnya. Lengkap sudah. Vino, Vanya, Vinni dan Vidya tidur berjejer.

Terlelap bersama-sama. Ditemani hujan.

Kira-kira, apa reaksi orangtua mereka nanti?

●●●

[A.N]

Oke, tah? Udah dobel, kan? Wkwk.
Yaudalah, aku pamit dulu:v

-mp:)

My Moodbooster [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang