06. Cemilan

1.7K 40 0
                                    

~Selamat Membaca~

Setelah bel masuk, Vanya bergegas membuka buku dan membacanya. Ini adalah pelajaran Matematika. Gurunya ialah Pak Joko. Bapak itu terkenal sangat galak dan ketus. Rata-rata siswa sangat takut jika berjumpaan dengan guru tersebut. Jangankan berjumpaan. Bahkan, hanya mendengar namanya saja, mereka sudah mati berdiri.

"Perhatian semua! Pak Joko enggak datang. Kita freeless." Fathur, si ketua kelas yang baru saja datang dari kantor guru untuk menemui guru piket.

"WHOA!!!"
"YESSS!"
"Apaan-apaan? Gue gak nyimak Fathur."
"Pak Joko gak datang, La! Yes!"
"Iya, Vi? Alhamdulillah! Makasih Ya Allah!"
"GODZILLA JANTAN GAK DATANG!"
"Kita bebas!"
"Kantin yuk,"
"Entar."

"Ini kenapa pada ribut, sih? Freeless aja kaya uda dapet sembako sama kulkas. Lebay," Acha mencibir Lala yang ikut-ikutan bersorak ria tadi. Vanya hanya mendongakkan kepalanya sekejap lalu menunduk kembali menatap bukunya.

"Ih, kan seneng tauk, Pak Godzilla gak datang!"

"Emangnya kenapa? Takut dimarahi? Takut dipanggil kedepan dan ngerjain soal sulit di papan tulis? Makanya belajar. Belajarnya pake otak! Jangan pake mulut," Cerocos Acha yang sudah sangat geram dengan Lala. Lala mengerucutkan bibirnya.

"Ish! Iya deh iya yang ahli matematika! Gue si cecans otak cetek mah bisa apa." Ketus Lala karena kalah adu muut dengan Acha. Vanya hanya menggeleng dan menyumpal earphone di telinganya.

"Cecans kok bego!" Umpat Acha. Via yang lelah mendengar pertengkaran itu pun akhirnya turun tangan.

"Berisik! Gak usah kaya monyet sama anjing deh!" Ketusnya lalu memandang layar ponsel lagi dan mendekatkan ponsel itu di telinganya.

"Siapa monyet?!" Tanya Acha merasa kalau dirinya yang dikatakan monyet.

"Siapa anjing?!" Begitupun dengan Lala.

"Anjingnya Lala, monyetnya Acha." Jawab Via santai sambil mengambil ponselnya dan menjawab telpon dari Fery lalu keluar kelas. Via sebenarnya mengelak agar dia tidak kena semprot dari kedua teman tengilnya.

"Viaaaa!!!"

Vanya hanya mendengus kelas melihat tingkah ketiga temannya. Rada gesrek, tapi Vanya suka.

●●●

Vanya meraih botol minuman di kulkas kantin Bu Tini. Setelah memberi uangnya, Vanya bergegas berjalan balik menuju kelas. Tenggorokannya agak kering karena hampir tidak minum beberapa jam. Ia lupa membawa minum.

"Nya!"

Vanya mendongak karena seseorang dari hadapannya memanggil saat dia menunduk membuka tutup botol.

"Eh, Cha." Vanya tersenyum menyambut kedatangan Acha. Acha merangkul Vanya dan menyambar minuman Vanya begitu saja.

"Bagi ya. Haus banget gue." Acha berbasa-basi dulu ketika hendak meminum minuman itu. Vanya sama sekali tidak keberatan minumannya diminta oleh Acha. Acha juga sering membagikan makannya pada Vanya. Jadi sama, 'kan?

Acha meneguk setengah botol. Lalu cengar-cengir sewaktu Vanya menggeleng melihat tingkahnya.

"Haus, hehe."

"Aku tau kalo kamu haus. Tapi gak usah dihabisin setengah juga kali," Vanya memberenggut sambil mengangkat botol itu ke udara.

Acha malah tertawa dan semakin mengapit rangkulannya pada Vanya.

"Acha! Sakit!" Dengan keras, Vanya memukul tangan Acha yang mengapit lehernya.

"Iya, iya." Acha menurunkan tangannya. Lalu beralih menggenggam tangan kiri Vanya. Vanya meneguk minumannya sampai tandas.

"Btw, jam istirahat kapan ya? Lama." Dengus Vanya. Acha mengernyitkan dahinya mendengar dengusan Vanya barusan.

"Kenapa?" Tanya Acha tidak mengerti. Vanya menggeleng cepat sambil tercengir. Ia keceplosan hendak mengatakan jika ia ingin bertemu Zovan di taman.

"Aneh." Acha menolak kepala Vanya kebelakang dengan pelan. Vanya hanya bisa bersabar menghadapi Acha yang cerewet plus judes ini.

"Cha, nanti sewaktu jam istirahat, aku ke toilet sebentar ya,"

Acha terdiam dan membuka matanya. Lalu tersenyum lebar seperti orang yang baru saja mendapat kulkas hasil copet dari warung Bu Tini. Eh?

"Lo mau buang air, ya makanya pengen cepet-cepet istirahat gitu? Ohhh."

Vanya sendiri heran. Darimana dia mendapat ide itu? Sedetik kemudian Vanya mengangguk lemah. Memegangi perutnya berpura-pura kebelet buang air.

"Yauda. Gapapa, 'kan kalo sendiri kesananya?" Tanya Acha. Vanya tersenyum lebar berusaha meyakinkan Acha. Acha pun mengangguk mengerti.

●●●

Sekarang Vanya berada di taman belakang sekolah. Ingat, 'kan? Tentu saja. Untuk menemui Zovan. Dan yang membuat Vanya terkejut adalah; Zovan yang sudah berada di bangku taman itu terlebih dahulu sambil mantengin Ponselnya.

"Hai," Sapa Zovan saat menyadari jika Vanya sudah berada di taman ini juga.

"Eum. Hai, kak." Vanya membalasnya dengan senyum manis. Wajahnya berseri entah karena apa. Zovan sedikit terkesan dengan wajah itu. Jantungnya kini bekerja dua kali lebih cepat. Dan jika Vanya mendengarnya ... ya begitulah.

Vanya yang melihat Zovan sibuk dengan ponsel, mendekatkan badannya ke Zovan untuk bisa melihat apa yang dilihat Zovan di ponselnya itu.

Game? Oh, ternyata Zovan seorang gamers. Vanya tidak terlalu suka dengan game. Menurutnya, apa enaknya game itu? Tapi ini? Zovan seolah-olah memberitahunya jika game itu tidak seburuk yang ia pikirkan.

"Apasih enaknya game, Kak?"

"Seru aja."

Vanya membulatkan bibirnya seraya manggut-manggut mengerti. Gadis itu sempat mengalihkan pandangan ke rerumputan hijau untuk menyegarkan matanya sebentar. Lalu berubah antusias saat mengingat sesuatu.

"Kak! Aku bawa cemilan yang semalam, lho! Kakak mau?" Tanya Vanya. Zovan menghentikan aktivitasnya sebentar. Lalu menatap Vanya teduh.

"Boleh." Sebuah senyum tipis tercetak di wajah Zovan--yang biasanya datar. Vanya mengangguk mengambil cemilan itu di sakunya. Cemilan tersebut sama sekali belum terbuka dari pulang semalam. Karena Vanya memang ingin memakannya bersama Zovan.

Srekkk!

Vanya membuka bungkus cemilan itu dengan semangat sampai isinya--tidak semua--jatuh ke tanah. Vanya terdiam beberapa saat memerhatikan cemilan itu. Zovan? Terkekeh.

"Gapapa," Celetuk Zovan. "Makan yang ada aja." Lanjutnya. Vanya mengangguk pasrah walaupun merasa sayang karena cemilan itu terbuang dengan sia-sia.

Gadis itu lalu mengendikkan bahu acuh dan mengambil cemilan lainnya yang masih ada di dalam bungkus itu. Lalu Zovan menyusul.

Vanya tertawa cukup kencang saat Zovan hampir tersedak. Lalu Vanya memberi pria itu minum. Wajah Zovan langsung memerah seketika.

Menggemaskan.

●●●

How about this part? *Naik-turunin alis sambil masang senyum*
Baru bisa nge-next karena ada kendala paket. Biasa itu mah. Maapkeun yak:D

Beri kritik atau saran ya;)

mp:))

06 Juli 2017~

My Moodbooster [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang