9

1.2K 163 6
                                    

"SIAL!"

"KALIAN MEMBIARKANKU!" Pia berteriak ketakutan di ujung, tidak berani lebih dekat lagi.

"TERBAKARLAH DI NERAKA!" Teriaknya kembali.

"Ini salahku..." Dimitry gemetaran, ia ia duduk memeluk kedua kakinya dengan erat. Luna bahkan sempat melihat air mata yang lolos dari sana.

"Bukan salahmu Dimitry, tidak ada yang bisa menolong." ujar Luna yang berusaha menenangkan.

Gilbert berteriak dari sebelah ruangan Pia dan Vee, ia seperti orang gila yang tertawa menyaksikan gigitan demi gigitan dari murid yang menjadi aneh itu pada Pia, kesakitan Pia seakan-akan menjadi alunan musik indah yang masuk ke dalam telinganya sehingga ia dapat memejamkan mata, tersenyum dan menikmati penderitaan itu.

"K-kenapa dia seperti itu?" tanya Luna yang bersembunyi di belakang Pierce, ia lebih takut melihat tatapan itu, tatapan aneh yang haus akan kesakitan dan darah.

"Aku juga tidak tahu, aku memerhatikannya dari tadi." Pierce melihat gerak gerik Gilbert, pemuda itu tersenyum senang dan sesekali menjilat giginya.

"Dimitry, ambil senjata di tempatmu!" ujar Pierce.

Dimitry dengan gemetar mengambil sebuah tombak yang jatuh dari pegangan patung yang hancur.

"P-pierce, tidak terlepas." ujar Dimitry yang kembali melihat ke arah Pia yang sudah tidak bernyawa.

"Apa maksudmu?" tanya Luna memberanikan diri untuk menengok.

"Tangan patungnya tidak terlepas, ini terlalu berat." kata Dimitry.

"Kalau begitu ambil senjata yang satunya!" ujar Pierce.

Dimitry kemudian mengambil anak panah yang tercecer di lantai, tapi ketakutan lebih merayapinya karena panah itu tidak kuat sama sekali, tidak bisa menyelamatkan dirinya.

"Dimitry yakin pada dirimu!" ucap Luna sekadar memberi semangat.

Pia sudah tidak bernyawa, matanya yang masih melihat ke arah Dimitry Pierce dan Luna seakan-akan penuh dengan marah dan dendam.

Tiba-tiba terdengar ada yang muntah di sebelah, Vee bangkit dan berubah menjadi aneh, tangan kirinya yang putus dan menyisakan daging-daging yang bergelantungan. Darah kental mengucur dan membuat genangan merah yang menimbulkan bau amis menjalar kemana-mana.

"Kenapa dengan lampunya?" Luna ketakutan ketika melihat lampu yang semakin lama semakin redup.

"Aku tidak tahu, tapi firasatku mengenai ini buruk." ujar Pierce yang semakin mengeratkan pegangan tangannya pada Luna.

Lampu ditempat itu meredup dan kemudian berubah menjadi cahaya merah yang remang-remang.
Pegangan Pierce ditombaknya semakin mengerat, ia tidak dapat melihat dengan jelas apa yang di lakukan Vee sekarang.

Tiba-tiba ada bunyi aneh yang muncul.berkali-kali dan tanah yang mereka injak bergetar hebat.

"Ada gempa lagi!" Seru Luna.

"Kita harus tetap tenang." ujar Pierce berusaha menenangkan.

Terdengar teriakan cukup jauh dari mereka.

"Itu dari ruangan di sebelah ruangan Vee dan Pia, ruang 9." ujar Dimitry.

"Apa yang terjadi?" tanya Luna.

"Aku tidak tahu, aku tidak bisa melihat apa-apa." Dimitry ketakutan di tempatnya.

Tiba-tiba Luna melepaskan pegangan tangan Pierce dari tangannya.

"LUNA!" Pierce berteriak mengetahui Luna sudah tidak berada di dekatnya.

"Pelankan suaramu, aku tidak tuli!" ujar Luna dari depan. Suara itu menuntun langkah kaki Pierce sampai ke depan Luna.

1440Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang