2

2.7K 304 10
                                    

5 jam sebelumnya

06.00 a.m

Pierce tergesa-gesa berlarian kebawah, keringat dingin mengalir di pelipisnya seakan tak mau berhenti.

"Ada apa? Kau seperti orang kerasukan saja."

"Gunting dan benang." Pierce memotong perkataan ibunya.

"Apa maksudmu Pierce?" tanya ibu Pierce dengan wajah khawatir.

"Dimana itu..?" ujarnya sambil terengah-engah, wajahnya pucat pasi sampai-sampai ibunya menjadi takut.

Ibunya pergi ke ruang tengah dan mengambil kotak kecil, kemudian menyerahkan gunting dan benang.

"Untuk apa itu?" tanya ibunya " Apa kau baik-baik saja?"

Pierce tidak menjawab, ia berlari ke atas menuju kamarnya dan segera mengunci pintu.

"20 cm."

Pierce mengukur benang sepanjang 20 cm dengan tangan gemetaran, kemudian membaca kembali pesan yang tertera di layar telepon genggamnya.

"Kemeja sekolah, kancing urutan ketiga dari bawah."

Tanpa menunda ia langsung membuka lemarinya dan melihat kemeja, tapi sayang ia tidak menemukannya.

"Sial." umpatnya kesal.

"IBU!" teriak Pierce.
"IBU!!!"

"Kenapa kau berteriak seperti orang gila Pierce?" tanya ibunya yang ternyata sedari tadi berdiri di luar kamar Pierce karena khawatir dengan anak laki-lakinya itu.

"Dimana kemejaku?" tanya Pierce dengan volume suara yang agak kencang.

"Ada di tempat laundry, memangnya kenapa? Bukankah hari ini di sekolahmu masih pekan olahraga, kenapa kau mencari kemejamu?"

"Aku perlu itu." ujarnya ketakutan.

"Pierce kau baik-baik saja?"

Pierce melewati ibunya dan berlari kebawah seperti orang kesurupan. Pierce mendobrak pintu, keluar tanpa menggunakan alas kaki menuju ke tempat Mrs. Gil, tempat laundry langganan ibunya.

"A..ku pe..perlu..itu..." ujar Pierce dengan susah payah karena kelelahan berlari.

"Kau baik-baik saja nak?" tanya Mrs. Gil yang khawatir dengan Pierce.

"Kemeja sekolahku!"

"Ada di dalam mesin cuci Pierce, katakan pada ibumu belum selesai, nanti kami antarkan." ujar Mrs. Gil yang mundur beberapa langkah dari Pierce.

"Aku perlu itu sekarang." Desak Pierce dengan raut wajah ketakutan.

Pierce menerobos masuk ke dalam rumah Mrs. Gil.

"Dimana itu?" tanyanya.

"Mesin cuci yang ketiga." ujar Mrs. Gil.

Pierce menghentikan mesin cuci itu dan membukanya, ia mencari kemeja itu dengan membabi buta, Mrs. Gil bahkan takut untuk mendekatinya.

"Aku aman."

Pierce menaruh kembali kemejanya dan berterima kasih kepada Mrs. Gil, ia kembali menjadi normal.
Pierce berlari dari sana tapi kali ini lebih santai dari sebelumnya.

08.00

"Ada apa? Kenapa kau terlihat cemas seperti itu Bill?"

"Ada.. p..pesan." ujar Bill yang tidak bisa berbicara dengan benar, ia hanya menatap papan putih dengan tatapn kosong.

"Pesan apa?" tanya Josh yang penasaran.

"Tidak ada." sela Pierce cepat.

"Pierce?" Josh terkejut melihat Pierce di pintu masuk dengan napas terengah-engah.

"Kau juga?" Pierce menghampir bill yang sedang duduk dan dibalas dengan anggukan darinya.

"Cecil?"

"A...aku.."

"Kau juga? Pesan?"

Cecil terlihat pucat dan ketakutan.

"Tenangkan dirimu dan duduklah bersama Bill, aku akan pergi ke ruang guru sebentar."

Tidak ada jawaban dari mereka berdua, Pierce mengambil napas dalam-dalam dan pergi ke ruang guru.

Sesampainya disana Pierce mengetuk pintu ruang guru dengan pelan dan masuk ke dalam.

"Sir, anda sudah ditunggu dibawah." Kata Mrs. Ann dengan suara seduktif seperti biasanya padahal Sir Tony selaku kepala sekolah sudah mempunyai anak dan istri.

"Pierce bukankah kau seharusnya dibawah bersama yang lain?" Mrs. Ann sepertinya terkejut dengan kedatangan Pierce, mungkin ia tidak mendengar ketukan pintu tadi karena fokus pada Sir Tony.

"Sir, aku ingin meminta denah sekolah." ujar Pierce tanpa berbasa-basi dan menghiraukan kelakuan Mrs. Ann tadi.

"Untuk apa?" tanya Sir Tony menyelidik.

"Mungkin untuk perlombaan." ujar Mrs. Ann yang kemudian memberikan denah sekolah dari laci mejanya.

"Kau bisa mengambilnya dariku, dan untuk tadi aku ingin itu menjadi rahasia, oke." ujar wanita itu disertai senyum palsunya.

Pierce langsung keluar, ia menuju kembali ke dalam ruang osis yang sempit itu.

Tiba-tiba ia berhenti, telepon genggam yang berada di sakunya berbunyi.
Tubuhnya kembali gemataran dan sepersekian detik wajahnya menjadi pucat.

"Pesan baru...nomor yang tadi.."

"Kata yang memicu semua, tebaklah." Pierce membaca isi pesan tersebut.









==============================
❤💙💚💛💜

Gimana ceritanya? Tinggalkan jejak ya, vote dan comment akan sangat berarti.

Ps : kalau ada typo atau kesalahan apapun harap ditandai agar dapat diperbaiki secepat mungkin

Salam kasih
MG

1440Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang