"Pintunya terkunci!" ujar Anthony mencoba membuka salah satu pintu ruangan. Sosok itu masih diam di tempatnya.
"Kita harus sembunyi dimana?" tanya Bertha ketakutan, matanya masih tetap terpaku pada sosok yang muncul itu.
"Semua ruangan pasti ada lampunya." ujar Bertha.
"Kita harus mencari ruangan tanpa lampu." ujar Pierce. "Ayo cepat!"
"Cahayanya sudah sangat dekat!" ujar Luna.
"Disini, ayo cepat!" ujar Anthony yang berhasil membuka salah satu pintu ruangan.
"Ssst!" bisik Luna agar Bertha tidak mengeluarkan suara apapun.
Tiba-tiba lampu di ruangan menyala sangat terang, bahkan lebih terang dari biasanya.
Mereka berempat berlari dari ruangan tersebut, dan bunyi bantingan terdengar dari belakang, pintu itu sudah kembali terkunci.
Tiba-tiba lampu di seluruh koridor itu menyala lebih terang dari yang ada di dalam ruangan tadi.
"Tutup mata!" ujar Luna.
"Tidak ada terang yang dapat menyentuh selama itu gelap." katanya kembali.
Mereka semua merasakan panas yang menjalari tubuh mereka, meninggalkan rasa perih dan menyakitkan.
"Pintunya yang juga terkunci!" seru Pierce masih kesakitan karena cahaya panas yang menyengat ini, situasi semakin mencekam ditambah dengan pintu yang terkunci ini membuatnya semakin frustasi dan kehilangan pikiran.
"Lalu, kita harus sembunyi dimana?" tanya Luna.
"Semua tempat pasti akan ada lampunya, lihat bola lampu diatas. sedangkan kita harus menghindar dari cahaya." ujar Pierce.
"Ikuti aku, cepat!" ujar Anthony.
"kita mau kemana?" tanya Bertha.
"Ada satu ruangan yang tidak akan terkena cahaya, Karena tidak ada setitik lubang dan apapun yang bias membuat ruangannya terang." ujar Anthony dengan penuh penekanan, yang yakin atas apa yang ia sampaikan.
"Aku tidak tahu ruangan apa yang kau maksud." ujar Pierce dengan nada suara yang ragu.
"Lorong sayap B, lampunya bermasalah, ada seseorang yang merusaknya. Belum diganti sampai sekarang Karena jarang dilewati." ujar Anthony dengan senyum penuh kemenangan.
Mereka berlari Bersama menuju Lorong sayap B, tiba-tiba Luna menghentikan Pierce dengan menarik kemejanya, pelan, sehingga mereka berdua berhenti di tengah jalan.
"Ada apa? Kita harus cepat!" tanya Pierce pada Luna yang menghentikan langkahnya tiba-tiba.
"Tidakkah menurutmu ini aneh, kenapa Lorong di sayap B mati, bertepatan dengan kejadian di sekolah ini." ujar Luna.
"Maksudmu? Aku tidak mengerti." ujar Pierce.
"Ini semua seperti telah dipersiapkan sejak awal, semua seperti telah di atur, aku tidak tahu siapa yang pasti. Orang-orangnya atau yang melakukan hal ini pada kita, tapi satu hal yang pasti, Lorong di sayap B bukanlah tempat yang aman." ujar Luna.
"Luna, dengarkan aku! Hilangkan semua prasangka buruk dan pikiran-pikiran anehmu itu. Instruksinya adalah menjauh dari cahaya, itu maksudnya mencari tempat yang gelap. Hanya itu tempat yang aman, aku tidak ingin berdebat lagi, kita harus cepat, yang lainnya sudah jauh di depan." Pierce mulai lelah dengan pemikiran ini, sekarang bukan saat yang tepat menurutnya.
"Ayo Luna, bagian ini lampunya akan segera menyala!" ujar Pierce kembali karena mendapati Luna yang masih saja diam di tempatnya.
Akhirnya Luna menyerah dan mengikuti yang lainnya.
Mereka berempat berlari ke Lorong sayap B, kaki mereka sudah Lelah Karena sedari tadi tidak berhenti berlari, tangga yang mereka tapaki seakan-akan menjadi lebih banyak dari biasnya, napas mereka memburu dan tak karuan. Kaki mereka rasanya mau melepaskan diri.
"Sebentar lagi, kita hampir sampai." ujar Anthony.
"Ayo! tangga di bagian bawah sudah menyala!" kata Luna.
"Anthony kau harus cepat!" Bertha mendesak Anthony agar mempercepat langkah mereka.
"Iya."
Luna yang berlari di depan Anthony merasakan ada yang aneh ketika mereka berhasil masuk ke Lorong sayap B dan menutup pintu yang menghubungkan tempat itu.
"kau tidak apa-apa?" tanya Luna kepada Anthony.
"Apa maksudmu?" tanya Anthony dengan wajah kusam.
"Tidak ada, hanya saja.....jangan dipikirkan, mungkin hanya perasaanku." ujar Luna.
Anthony berjalan mendahului Luna dan menuju ke arah Pierce, ia membicarakan sesuatu. Luna memerhatikan semua itu tidak ada yang ia lewatkan. Meskipun ada beberapa kata yang tidak ia tangkap tapi tidak sedikit pula kata yang dapat ia mengerti walau hanya melihat gerak bibir Anthony dan Pierce.
"Kita akan masuk ruang G, lab fisika. Kata Anthony lampu di ruangan itu juga rusak." ujar Pierce.
Bertha terdengar senang dan bersemangat, ia berlari mendahului Anthony dan Pierce dan langsung masuk ke dalam ruangan G.
"Kita beruntung, ruangan ini tidak terkunci." kata Anthony.
"Tunggu, apa kalian yakin?" tanya Luna yang ragu akan keputusan teman-temannya ini.
"Apa maksudmu Luna?" tanya Anthony.
Tatapan yang diberikan Anthony itu terasa janggal dan aneh, entah kenapa ada kesan yang mencekam mengikutinya dari tadi. Fakta mengenai ia yang menyarankan Pierce untuk memasuki ruangan lab fisika tentang lampu yang rusak itu semakin menguatkan rasa curiga Luna kepadanya.
Mereka bertiga masuk ke dalam tanpa berpikir panjang. Tiba-tiba lampu di Lorong sayap B satu-persatu menyala, bahkan Luna dapat melihat wajah terkejut sekaligus takut yang terpancar dari wajah Pierce. Bias cahaya membantunya. Anthony menyembunyikan wajahnya dengan melihat ke lantai.
"Luna, Cepat masuk!" teriak Pierce.
Seketika itu juga Luna tersadar dari lamunannya, dan bertepatan ketika ia masuk ke dalam lab fisika, cahaya sudah memenuhi Lorong sayap B.
"Kalian bilang bagian ini lampunya rusak, sekarang bagaimana?" Bertha terlihat marah.
"Kau juga Anthony, kau bilang lampu di lab ini rusak." teriak Bertha ke arah Anthony. Gadis itu terlihat frustasi, ia menarik-narik rambutnya dengan tangan sebelah kiri dan menghisap ibu jari dia tangan kanannya, ia menunduk pelan-pelan ke lantai putih dingin itu.
Anthony tidak menjawab pertanyaan dari Bertha, sehingga membuat gadis itu kesal dan membuang muka. Luan lebih takut dengan cahaya.
'Apa yang bisa mencegah kita dari cahaya?' batin Luna, ia berpikir keras, samar-samar lampu di ruangan itu seperti mengeluarkan cahaya, tapi tidak dominana. Sesedikit mati.
"Yang aku tahu lampu di ruangan ini mati." ujar Anthony.
"lampunya akan segera menyala. ujar Luna yang nenatap ke atas melihat lampu itu.
"AKU MUAK!"
"ARGHH!!!"
"AKU LELAH!"
"MATI! MATI! MATI!"
"BERTHA! JANGAN!!!"
WAKTU HABIS
Priu
Priu
Priu...
===============================
❤💙💚💛💜Gimana ceritanya?
Jangan lupa tinggalkan vote dan comment😊Ps : kalau ada typo atau kesalahan apapun mohon ditandai agar dapat segera di perbaiki.
Maaf sekali updatenya lama, tapi perkuliahan itu ternyata tidak semudah yang saya pikirkan.
Mohon pengertiannya jika lanjutan cerita agak lama, tapi saya usahakan akan menyelesaikan cerita yang terlah saya buat.Sekian dan terima kasih
Have a great day y'all
KAMU SEDANG MEMBACA
1440
Mystery / ThrillerGenre: Psychological Thriller "Aku tidak ingin mati." Cecil sangat pucat, tubuhnya bergetar dan tatapan matanya kosong. "Tidak ada yang akan mati." ujar Thomas yang berusaha menenangkan Cecil. "Aku tidak ingin bergantung pada kata mungkin." Bill se...