7

346 13 0
                                    

Malam ini adalah acara makan malam yang diadakan untuk merayakan kelulusanku dan Reva. Ketika acara makan telah selesai kami berpindah ke taman belakang untuk menyalakan kembang api.

"Na, pinjem powerbank donk.. hapenya baterainya mo habis nih, tadi lupa nggak dichas dulu. Masih mau foto-foto" kata tian kepadaku.

"Ntar aku ambilin deh, sekalian mau ambil hape aku."

Aku segera berlari ke arah rumah dan kKetika akan sampai di tangga, sayup-sayup aku mendengar suara dari ruang kerja ayah, karena penasaran aku memutuskan untuk mendekat dan suara itu semakin jelas karena pinyu ruang kerja yang tidak tertutup rapat.

"Jadi bagaimana Daren? Tidak harus langsung menikah, kalian bisa bertunangan dulu." Itu suara papa.

"iya nak, sebelum kamu berangkatlagi ke Amerika, lebih baik kamu sama reva tunangan dulu." Mendengar apa yang papa dan mama katakan membuat dadaku terasa sesak. Ya sejak lama aku memang menaruh rasa pada Daren. Tapi aku menekan kuat-kuat rasa itu, sejak awal Daren menyukai Reva. Dan aku merasa reva juga menyukai Daren dilihat bagaimana dekatnya mereka selama ini. Sejak lama pula aku tahu mama dan papa ingin menjodohkan mereka, tapi mendengar bahwa hal tersebut semakin dekat waktunya, tak urung juga membuat hatiku sesak.

Aku segera bergegas kembali ke kamar tanpa menunggu jawaban dari Daren, untuk apa? Toh dia juga akan menerimanya. Mungkin sudah saatnya bagiku untuk benar-benar mengubur perasaan ini, aku akan pergi dari rumah, tempat dimana banyak akan selalu mengingatkan aku padanya. Tidak akan ada yang peduli padaku.

***

"Apa kamu bilang? Kamu mau kuliah di luar kota? Arsitek?!" tanya papa marah

"iya pa, aku sudah diterima disana, lagi pula ada reva yang akan mengikuti jejak papa untuk kuliah bisnis." Jawabku

"kamu itu ya, selalu berbuat sesuka hati, tidak bisakah kamu membicarakan ini semua kepada kami?" sambung mama

"Papa tidak keberatan kamu kuliah di luar kota, tapi Jika kamu memutuskan untuk mengambil kuliah di luar bisnis, maka papa tidak akan membiayai kuliahmu. Pikirkan baik-baik." Kata papa sembari meninggalkan aku dan mama di ruang keluarga.

"Mama rasanya mau menyerah soal kamu, sejak dulu kamu menjadi anak yang suka bertindak sesuka hati. Bahkan apa yang mama dan papa katakan tidak pernah kamu dengarkan, terserah kamu mau melakukan apa. Tapi jangan sampai kamu mencoreng nama baik keluarga kita."

***

Aku terbangun dalam suadana kamar yang gelap. Aku teringat dengan acara makan malam yang silaksanakan beberapa jam yang lalu. Acara makan malam untuk merayakan pernikahanku tetap berlangsung sebegaimana mestinya. Meski suasana tidak begitu ceria tapi semua berjalan dengan lancar. Aku bersyukur hanya keluarga inti dan beberapa teman dekatku dan Daren yang diundang ke acara tersebut. sehingga tanpa bertele-tele setelah acara makan malam selesai kami mengakhiri acara secepatnya.

Merasa ada yang membebani perutku aku menglihkan pandanganku dari langit kamar ke arah perutku dan akhirnya ke samping menatap wajah dari orang yang selama ini aku kagumi. Bertahun-tahun mencoba menghindar, mencari kesibukan. Bahkan ketika aku merasa hampir dapat melupakan sosok Daren, Reva datang dengan segala cerita yang membuat luka hatiku semakin menganga. Sejak kepergianku hingga aku selesai kuliah Mereka tidak pernah melakukan pertunangan, entah mengapa. Aku juga tidak pernah berusaha mencari tahu. Lebih tepatnya aku berusaha menekan perasaan ingin tahuku sedalam-dalamnya. Namun ketika hati ini mantap untuk membuka lembaran baru, hati ini tetap patah berkali-kali mendengar cerita Reva yang menunjukkan seberapa dekat mereka. Hingga suatu hari reva menelfonku, memintaku untuk pulang, dia mengatakan bahwa dia akan bertunangan. 5 tahun adalah waktu yang cukup lama dan aku merasa aku akan siap bertemu dengannya lagi. Aku yakin aku telah melupakannya. Kuberanikan untuk pulang, dan untuk meyakinkan diriku sendiri, bahwa itu hanya perasaan yang tidak begitu berarti lagi. Namun seberapa lama aku berfikir telah melupakannya dan seberapa seringpun mulutku mengatakan aku telah menghapusnya dari hatiku. Tak urung perasaan sesak tetap menyelimuti hatiku. Bahkan kala itu reva, papa dan mama harus menelfonku berkali-kali untuk memastikan kedatanganku, dan dengan berjuta alasan pada akhirnya aku memilih datang terlambat. Disaat acara tukar cincin telah selesai dilaksanakan.

Mengingat masa lalu membuatku ingin tertawa, namun kemudian aku merasa sedih dengan keadaanku sekarang. Entahlah, rasa-rasanya aku menjadi sedikit melankolis akhir-akhir ini. Aku menghela nafas secara kasar berkali-kali dan menyingkirkan tangan Daren dari atas tubuhku. Kulangkahkan kakiku menuju ke jendela kamar, menyibak tirai dan membuka jendelanya. Dingin angin malam yang menerpa wajah membuat hatiku merasa nyaman. Setidaknya kini tubuhku lebih merasa dingin dibandingkan dengan hatiku. Kulayangkan pandangku menatap gemerlap bintang dan bulan yang berbentuk sabit. Malam yang indah, bertahun-tahun aku membayangkan malam yang ini, namun ketika ini semua menjadi kenyataan, rasanya malah semakin menyesakkan dada. Tak terasa air mata mulai menetes di kedua pipiku, pernikahan apa ini. Kenapa aku harus terjebak dalam ikatan ini? Aku menginginkannya Tuhan, tapi tidak hanya tubuhnya, tetapi juga hatinya.

Rahasia HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang