9

346 18 0
                                    


Hari sudah mulai menginjak sore ketika aku terbangun dari tidur siangku. Ketika aku membuka mata, aku merasakan suasana yang asing. Ini bukan dikamarku, ah iya aku berada di rumah baruku dan Daren, seketika aku terkejut, bukankah taku merebahkan diri di sofa ruang TV? Kenapa saat ini aku berada dikamar? Aku segera duduk dan memeriksa sekelilingku, seketika itu pintu kamar terbuka dan menampilkan sosok Daren di sana. Dia terlihat segar, seperti seseorang yang baru saja mandi.

"Udah bangun? Aku baru aja mau membangunkanmu." Katanya sambil berjalan ke arahku

"Kok aku bisa dikamar?" tanyaku

Dia hanya tersenyum memandangku. "Mandilah, sudah terlalu sore"

"Apa kamu yang memindahkan aku kekamar?" tanyaku tanpa mengindahkan kata-katanya

Dan lagi dia hanya tersenyum ke arahku, dan aku hanya memandangnya tidak mengerti.

"mandi, apa aku juga perlu mengendongmu ke kamar mandi?" dia tersenyum usil ke arahku dan seketika itu aku menyadari jika dia yang memindahkan aku ke kamar "aku nggak keberatan kok na" katanya lagi. Dengan terburu-buru aku segera turun dari ranjang dan berjalan kearah kamar mandi. Sungguh aku tidak mengerti, aku bukanlah tipe yang akan memenuhi permintaan seseorang. Aku melakukan apa yang aku inginkan. Tapi jika itu berurusan dengan Daren, aku lebih sering mengikuti setiap kata-katanya. Mungkin aku memilih seperti itu daripada berlama-lama bersama Daren yang selalu berhasil membuat jantungku bekerja lebih keras.

***

Tidak seperti yang ada dalam bayanganku sebelumnya, tidak terjadi apa-apa antara aku dan Daren semalam. Jujur saja, aku belum siap dengan semuanya. Harus dipastikan terlebih dulu jika aku telah memiliki hati Daren hanya untukku.

Aku sudah bersiap pergi ke restoran pagi ini, namun aku melihat jika Daren masih mengenakan baju santainya dan sedang menikmati kopi di meja makan.

"Kamu mau ke mana pagi-pagi na? kok udah rapi aja gitu?"

"Aku mau ke restoran."

"Ya elah na, baru juga dua hari nikah kamu dah pergi kerja. Udah dirumah aja, kalau perlu nih ya, kamu nggak usah kerja lagi."

"Kenapa begitu?!" aku menatapnya dengan rasa kesal yang membuncah.

"Aku masih mampu kok ngasih semua kebutuhanmu, aku tu pengennya punya istri yang mengurus aku di rumah." Aku tahu kemana arah pembicaraan ini, dan itu semakin membuat aku kesal dan marah.

"Ya kenapa kamu nggak nikah sama Reva? Dia akan jadi istri sempurna buat kamu." Aku segera berlalu meninggalkan Daren .

"Kenapa selalu membawa Reva dalam pembicaraan kita sih na? Sejak dulu aku nggak pernah punya niatan menikah sama Rena, jadi stop pembicaraan tentang ini."

"Oke, tapi denger ya suamiku. Aku nggak keberatan mengurusi semua yang ada di rumah ini. Tapi aku nggak mau kalau cuma seperti itu. Aku juga ingin memiliki kegiatan di luar, aku mau tetap bekerja."

"Termasuk jadi DJ? Nggak, aku nggak bisa mengijinkanmu. Aku nggak mau ya setiap laki-laki mata keranjang menatap istriku dengan pandangan tidak senonoh." Melihat mata Daren yang memancarkan kemarahan sebenarnya sedikit membuat aku gentar, tapi aku sedikit terganggu dengan kata-katanya.

"Maksud kamu apa? Aku bisa jaga diri aku kok. Jangan meremehkan aku, kamu nggak tahu apa-apa tentang aku." Aku berteriak marah kepadanya. Okey, ini mulai tidak baik. Tatapan Daren seakan mampu membunuh semua keberanian yang ada padaku. Segera saja aku mengalihkan tatapanku kea rah ujung sepatuku.

"Okey, nggak masalah aku nggak kamu ijinin jadi DJ lagi, tapi aku nggak mau kamu larang untuk tetap bekerja di restoran." Kataku sedikit mengalah, setidaknya aku berharap tidak akan kehilangan salah satu hal yang aku sukai. Lalu kudengar helaan nafas yang berat, karena penasaran aku mengangkat wajahku untuk melihat ekspresinya.

"Apa?!" sentak Daren kepadaku, sepertinya kemarahannya sudah sedikit mereda. Karena tatapan matanya tidak segarang tadi.

"Jadi bagaimana? Bolehkan aku tetap ke bekerja?" Aku memberikan senyuman terbaikku untuk mendapatkan ijin darinya. Tapi tindakannya benar-benar diluar prediksiku. Tiba-tiba saja dia menarikku ke arahnya dan dia tersenyum licik.

"Jawabannya tergantung sikap kamu, tapi hari ini kamu tidak boleh kemana-mana. Selama aku masih cuti kerja, kamu harus menemaniku dirumah." Senyum yang menghiasi wajahnya membuat aku semakin berdebar-debar. Ahh Daren sialan, selalu saja membuat aku tidak berkutik. 

Rahasia HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang