10

359 18 0
                                    

"Rena.." aku melihat kearah Reva yang sedang berlari ke arahku.

"Apaan sih?" tanyaku malas.
"Jangan lupa hari ini kita harus pulang bareng, kata mama kamu harus pulang sama aku. Nggak boleh mampir ke mana-mana dulu."

"Iya, bawel"

"Hai.." aku menoleh keasal suara. Seorang cowok sedang memperhatikan Reva, sepertinya wajah itu tidak asing bagiku. "kamu Reva?" Tanya cowok itu.

"Iya" aku beralih memperhatikan Reva yang menunjukkan muka penuh tanda Tanya

"Aku Daren" memperhatikan interaksi keduanya membuat aku malas dan memilih berlalu dari mereka.

***

Semenjak hari itu, aku melihat kedekatan keduanya. Dimana ada Reva disitu ada Daren. Daren merupakan siswa pindahan yang berada satu tingkat di atasku. Tanpa diduga, papa daren dan papaku merupakan teman kuliah, bahkan sekarang kami juga bertetangga. Hal itu membuatku sering mendapati Daren berada dirumahku ketika aku pulang sekolah. Aku bersyukur dengan adanya Daren, aku jadi tidak terlalu menghawatirkan keadaan Reva, setidaknya aka nada yang menjaganya. Reva adalah tipe orang yang sedikit ceroboh, dan itu menyusahkanku.

Hari ini aku sedang malas mengikuti jam pelajaran, jadi kupuskan untuk menghabiskan waktuku di taman belakang sekolah tiba-tiba perasaanku sedikit tidak tenang. Aku segera terduduk dan mencoba berfikir. Ada apa gerangan yang terjadi. Tiba-tiba pipiku terasa panas.

"Sial.." Segera aku berlari ke arah gedung sekolah dan mencari keberadaan Reva. Ini memasuki waktu istirahat siang, sehingga suasana sedikit ramai. Aku melihat Daren sedang berjalan ka arahku. Segera saja aku menghampirinya dan mendapati wajahnya yang penuh Tanya.

"tolong cari reva, perasaanku sedikit tidak tenang. Aku sudah ke kelas tapi tidak menemukannya. Sekarang pliss.." kataku terengah-engah

"Memangnya kenapa?"

"Sudah cari saja, aku akan mencari di toilet." Kataku kesal dan berlari meninggalkannya.

Aku segera berlari kea rah toilet dan tidak meneukan Reva disana. Aku semakin kalut tidak hanya pipi, tetapi kepalaku juga terasa sakit.

Drrrtttt..

Aku melihat kea rah ponselku dan melihat nomor asing disana.

"ke UKS sekarang juga" Daren, itu suaranya. Segera kuarahkan langkahku ke ruang UKS dengan tergesa-gesa.

Aku mendapati Daren yang duduk di depan ruang UKS, dia berdiri ketika aku sampai disana

"Aku menemukannya di Ruang perlengkapan olahraga, sedang dikeroyok oleh beberapa anak. Di dalam sudah ada Sinta yang menemaninya"

"Bagaimana kondisinya?" aku memutuskan untuk duduk dibangku yang sama yang diduduki oleh Daren tadi. Tidak ada niatan untuk menengok Reva yang ada di dalam.

"Sedikit syok." Aku tersenyum mendengar kata-kata Daren, Reva adalah tipe orang yang hidupnya mulus tanpa rintangan yang berarti. "ada yang lucu?"

Rupanya Daren memperhatikanku tadi

"Tidak, hanya saja dia pasti takut." Kataku sambil menoleh ke arahnya. Aku lihat dia mengeryitkan dahi, segera palingkan wajahku menyadari kesalahanku.

"Pipimu kenapa?" tanyanya

"Ah tidak apa-apa, ini hanya kepanasan tadi, lagi pula sejak tadi aku berlari-lari."

"Hanya sebelah?"

"Sebaiknya aku kembali ke kelas, aku pergi dulu." Segera aku berlari meninggalkannya, dan tidak menghiraukan panggilannya.

***

Hari sudah beranjak semakin siang, ketika keluar kamar kudapati Daren yang tengah sibuk dengan laptopnya di ruang keluarga.

"Apa yang sedang kau lakukan?"

"memeriksa beberapa file" Daren beralih menatapku sejenak dan kemudian kembali asyik dengan kerjaannya.

"Katanya sedang cuti, tapi tetap saja kamu sibuk dengan kerjaan kamu" setelah mengatakannya aku segera berlalu menuju ke arah dapur untuk menyiapkan makan siang kami.

"Sebenarnya aku ingin melakukan aktifitas lain selain bekerja. Tapi sejak tadi kamu mengurung diri dikamar. Aktifitas itu butuh kerjasama kamu soalnya."

Mukaku pasti sudah merah sekali karena malu, jadi aku memilih untuk mendiamkan Daren dan menyibukkan diri memilih bahan makanan yang akan aku olah.

"Bagaimana?" aku terlonjak kaget saat tiba-tiba Daren sudah memeluk tubuhku dari belakang.

"Lepasin, aku mau masak." Kataku berusaha melepaskan belitan tangan Daren dari perutku. Aku bernafas lega saat Daren melonggarkan pelukannya. Namun itu tidak bertahan lama, karena dia segera membalik tubuhku menghadapnya. Jantungku tiba-tiba berdetak semakin kencang saat Daren menarik tubuhku dan menciumku dengan lembut. Ciumannya memabukkan, dan tanpa sadar aku ikut terlena dalam permainannya. Ciuman itu baru dilepaskannya setelah kami kesulitan bernafas.

"Manis, seperti yang selama ini aku bayangkan."

Aku ingin menanyakan maksud kata-katanya, namun semua kata yang ingin aku ucap tertelan kembali saat Daren kembali melumat bibirku

Jantungku berdetak tak karuan, nafasku terasa memburu. Ada perasaan tidak rela ketika daren mengakhiri ciuman kami. Ahh, kenapa aku menjadi murahan seperti ini?

"Lanjutkan acara memasakmu, aku akan keluar sebentar." Kata Daren lembut sambil mengelus pipiku. Setelahnya dia mencium keningku dan meninggalkan aku sendirian di dapur. Aku masih mencerna apa yang baru saja kualami. Kenapa aku harus membalas ciumannya? Tanpa sadar tanganku kembali menyentuh bibir ini. Rasanya masih tertinggal disana. Sedetik kemudian aku tersenyum, rasanya aku benar-benar sudah gila.

Rahasia HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang