15

335 13 0
                                    

Seperti yang direncanakan papa, begitu mama menelfon memberitahukan jika Reva telah siap melahirkan kemi langsung meluncur ke Rumah sakit. Saat tiba disana Reva belum keluar dari ruang bersalin. Aku melihat mama yang duduk di depan ruang persalinan.

"Gimana ma?" tanyaku langsung menghampiri dan menyandarkan kepalaku di bahunya.

"masih di dalam baru juga 15 menit masuknya, doanya saja biar semua lancar" kata mama lembut seraya memngusap kepalaku.

***

Setelah bertemu dengan Reva dan bayi mungil mereka, kami segera pamit pulang. Toh disana sudah ada mama, keberadaan kami hanya akan mengganggu istirahat mereka.

"Kamu dari tadi senyum-senyum melulu" kata Daren membuka pembicaraan saat kami memasuki rumah.

"Bayi Reva mungil banget ya, aku jadi gemas" kataku masih membayangkan bayi mungil yang sempat aku gendong dengan perasaan takut.

"kamu pasti nanti sayang banget sama anak kita" ku pandangi Daren dengan tatapan tidak suka, kenapa jadi beralih ke aku? Kami sedang membicarakan Reva dan putrinya.

"kenapa? Bener kan aku? Tadi aja kamu terlihat sayang banget sama anak itu. Tatapan memuja kamu itu lho. Apa lagi nanti sama anak-anak kita, aku jadi nggak sabar"

"maksudnya?" tanyaku binggung, aku masih belum bisa mengikuti ke mana arah pembicarannya.

"Kamu nggak ada rencana menunda punya bayi kan? Kita harus lebih rajin berusaha biar segera punya baby. Inget permintaan papa tadi pagi kan?" aku segera menghindari tatapan usil Daren, kutinggalkan dia sendiri diruang tamu. Masih bisa kudengar tawa Daren saat ku masuki kamar kami. Mukaku pasti terlihat sangat merah sekarang, kuhembuskan nafasku panjang untuk menetralisir debaran jantung yang semakin menggila.

***

"Daren, Malam ini aku mau makan sama anak-anak. Kamu mau ikut?" Kataku kepada Daren yang sedang sibuk memeriksa pekerjaannya. Kami sedang berada di ruang TV saat ini, aku yang sedang berbaring di sofa sibuk dengan gambar yang ada di layar televisi di depanku. Sedangkan Daren duduk di lantai dedepanku dengan laptop di meja kecil dedepannya.

"Kalau aku bilang nggak boleh, kamu bakal tetep dirumah nggak?" jawabnya tanpa mengalihkan pandangan dari layar laptopnya.

"kenapa nggak boleh?"

"bisa nggak sih kamu nggak usah deket-deket sama mereka lagi?"

"nggak usah mulai deh"

"Kamu yang mulai duluan, nggak pernah dengerin omongan aku. Kamu tu dah jadi istri orang, nggak seharusnya kamu terlalu dekat dengan temen laki-laki kamu."

"Lah, aku kan perginya rame-rame. Ada anak ceweknya juga kok. Ada Tian, kamu nggak usah kekanakan deh"

"terserah kamu saja" Daren segera membereskan laptop yang ada di meja dan berlalu dari hadapanku. Aku hanya menatap punggungnya hingga dia menghilang di balik pintu kamar.

Ahh masa bodoh lah, selama ini aku sudah mengalah sama Daren. Aku nggak pernah lagi keluar sama anak-anak, kecuali saat mereka datang ke café. Aku juga nggak pernah lagi ikut proyek Arash sejak Daren mengutarakan ketidaksukaannya aku terlalu dekat dengan Arash. Ini hanya makan bareng yang udah lama nggak kami lakukan bersama.

***

Daren masih menunjukkan kemarahannya saat aku sudah siap berangkat, niatnya tadi Arash akan menjemputku, namun aku menolaknya.

"Kamu tetep pergi?"

Aku hanya bergumam mendengar pertanyaanya, sembari memeriksa tasku dan mencari-cari handphone.

"Tunggu disini, aku ikut"

Aku mengalihkan perhatianku dari handphone yang ada ditanganku kea rah Daren yang sedang berlalu memasuki kamar. Segera aku mengikutinya dari belakang.

"Kamu mau ikut?" tanyaku masih dengan nada tidak percaya.

"Iya, kenapa? Kamu keberatan"

"Tapi ini aku mau di jemput Tian" kataku sembari menunjukkan handphone yang ada ditanganku, menunjukkan chat antara aku sama tian yang tak digubris Daren.

"Suruh aja dia langsung ke sana"

"Tian udah di jalan Daren" kataku sebal

"ya nggakpapa kan?! Ayo, aku udah siap, jadi berangkat nggak?"

Dengan kesal aku mengikuti Daren sembari mencoba untuk menghubungi Tian.

"Aku udah masuk ke perumahan kamu na, tunggu bentar ya"

"Yan, maaf ya. Aku sama Daren. Kamu nggak apa-apa kalau langsung ke café?"

"kenapa nggak bilang dari tadi?" dapat kudengar nada kesal dari suara Tian

"Ini Daren juga mendadak bilang mau ikut. Ntar kita bahas lagi udah ya" aku segera mematikan handphone dan bergegas menyusul Daren yang sudah ada di dalam mobil.


***

numpang promo cerita kedua aku ya.. judulnya Jalan berliku

terima kasih sebelumnya


Rahasia HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang