11

350 17 0
                                    

Setelah selesai memasak aku segera memanggil Daren untuk makan siang bersama. Kami melalui makan siang ini dengan suasana yang hening. Aku memutuskan untuk menghabiskan makananku secepatnya. Tidak ingin berlama-lama di dekat Daren. Kejadian tadi sungguh membuat aku menjadi canggung.

Selesai makan aku segera berdiri dan menyibukkan diri mencuci perlengkapan masak yang aku pakai tadi. Semua sudah aku rencanakan agar aku tidak perlu terlalu lama berada di dekat Daren.

"perlu aku bantu" aku terlonjak menyadari Daren sudah berada di dekatku

"nggak perlu. Sudah mau selesai kok. Kalau kamu sudah selesai, kamu bisa melanjutkan aktifitasmu sebelumnya, aku akan membereskan meja makan nanti." Kataku mengusir halus Daren

"Maksudmu aktifitas yang melibatkan kamu tadi?"

"Apa?" Serangai yang muncul diwajah Daren membuat aku mengingat dengan jelas kejadian tadi. Aku yakin mukaku sudah sangat merah sekarang.

"Sebaiknya kamu pergi dari sini, aku akan membereskan semua ini terlebih dahulu. Jangan menggangguku." Kataku ketus. Kulanjutkan kembali kegiatanku membereskan meja makan.

"Aku tunggu di kamar ya Sayang, kita lanjutkan aktifitas yang tadi"

"Daren"

Aku bisa mendengar tawa Daren yang begitu lepas. Saat dia sudah menghilang di balik pintu kamar, tanpa sadar aku juga tersenyum. Sepertinya menjalani pernikahan ini dengan Daren tidaklah buruk. Ini menyenangkan, bolehkah aku bersikap egois? Setidaknya, saat ini Daren adalah milikku, aku hanya perlu memastikan agar dia tetap memilih aku.

***

"Malam ini kita akan makan dirumah mama dan papa"

"kamu nggak perlu ngingetin aku juga masih inget kok, tiap tahun juga githu"

"kamu mau kado apa?"

"ngapain nanya-nanya, kayak bakalan ngado aku aja. Biasanya juga Cuma reva yang di kasih kado." Kataku mencibir dan Daren Cuma tertawa sembari mengacak-acak rambutku.

Pukul tujuh malam kami sudah berada di rumah mama dan papa. Di sana sudah ada Aldo dan reva, mama sedang sibuk mempersiapkan makan malam.

"Selamat ulang tahun ya na" kata Reva sembari memelukku

"selamat ulang tahun juga ya va" selanjutnya Aldo menjabat tanganku dan mengucapkan hal yang sama, demikian juga Daren kepada Reva. Setelahnya Daren menyerahkan kado kepada reva.

Tuh kan nggak ada kado buat aku.

"Makasih ya Daren, Rena dikasih apa nih? Pasti lebih special dari tahun-tahun sebelumnya ya?"

Aku mencibir mendengar perkataan Reva, mana ada Daren ngasih kado buat aku. Cuma dia yang di fikirannya kok. Melihat senyum malu-malu Daren membuat aku semakin kesal, jadi kuputuskan untuk menemui mama di dapur.

"Papa mana ma?"

"masih di ruang kerjanya, Daren mana?"

"Ada di depan sama Aldo dan Reva"

Aku memutuskan untuk duduk sembari memakan buah yang ada di depanku.

"Kamu tu bisanya cuma makan aja kalau dirumah, percuma kamu punya restoran kalau setiap kali ada acara nggak pernah mau bantu masak.

"Kan semua udah dihandle sama mama dan bi Inah."

"jangan-jangan kamu juga nggak pernah masak buat Daren ya?"

"Gaji Daren juga nggak bakalan abis ma kalau Cuma buat makan di luar tiap hari."

"Hush, ngawur kamu. Buat apa daren punya istri kalau masih jajan di luar?"

"Lah niat Daren menikah sama aku kan buat punya istri ma, bukan biar punya tukang masak"

"Kamu itu ya na, kalau dibilangin selalu aja jawab. Heran deh mama sama kamu"

Aku hanya tersenyum mendengar perkataan mama. Beberapa saat semua orang datang dan acara makan malam dilakukan dengan diselingi obrolan santai. Tak lupa acara tiup lilin juga harus aku dan Reva lewati. Biasanya aku pergi bersama teman-temanku setelah acara makan malam selesai, tetapi sepertinya kali ini aku tidak bisa melakukannya. Arash bilang jika dia sedang ada diluar kota dan Leo tak membalas pesan yang aku kirimkan. Sedangkan Tian, terang-terangan mengatakan sebaiknya aku dirumah saja menghabiskan waktu dengan suamiku, sialan satu kunyuk itu. Tak hentinya aku memaki Tian, meski kala itu dia sudah mematikan sambungan telfonnya segera setelah menyampaikan kata-kata tersebut.

Rahasia HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang