Chapter 11 - Senyuman Itu

100 23 33
                                    

Happy reading guys.....

***
Hari demi hari berlalu bahkan minggu demi minggu pun sudah terlewati. Tapi aku masih di sini berada dalam keadaan yang sama antara terus mencintainya atau berhenti.

Ya, aku masih belum bisa memutuskan hal itu. Apalagi dengan Ervin yang sudah kembali seperti dirinya yang dulu dan status sendirinya yang membuatku tidak rela jika harus berhenti mencintainya.

Meskipun begitu, aku masihlah Salsabila yang sama. Bila yang tidak berani maju mendekatinya dan hanya mengaguminya dari jauh. Bahkan perasaan itu masih menjadi sebuah rahasia antara hati dan diriku sendiri, tanpa ada seorangpun yang tahu.

Itu sangatlah menyakitkan untuk dijalani, tanpa bisa berbagi dengan orang lain tentang perasaanmu padanya saat kecewa ataupun bahagia karenanya.

Aku terlalu takut dan malu untuk bercerita dengan seseorang tentang perasaanku itu. Rasa malu jika aku sudah terlanjur mengatakannya pada seseorang dan pada akhirnya terungkap jika dia tidak mencintaiku dalam arti kata cintaku hanyalah sebuah cinta yang bertepuk sebelah tangan dan membuat perasaanku itu menjadi bahan tertawaan semua orang, membuatku takut untuk sekedar berbagi dengan orang lain tentang hal itu.

Aku benar-benar terjebak dengan keadaan ini. Aku takut jika aku terus mencintainya, aku akan terluka jika dia menemukan seseorang yang seperti Dysa lagi. Tapi apalah dayaku untuk berhenti karena sekuat apapun aku berusaha, aku tidak dapat membohongi diriku sendiri bahwa aku masih mencintainya.

Cinta yang semakin tumbuh subur seiring berjalannya hari dan semakin besar pula keinginan untuk bisa bersamanya, mengaguminya setiap waktu dan fokus pandangku yang selalu saja tertuju ke arahnya menjadi rutinitasku setiap hari.

Kadang aku berpikir, kenapa aku tidak bisa seperti orang lain yang dengan mudah mendapatkan cintanya? Atau kenapa aku tidak bisa seperti orang lain yang begitu mudah melupakan dan jatuh cinta lagi dengan mudahnya?

Ahhh... biarlah, akan ku jalani apa yang ada sekarang, aku tidak akan mengubahnya. Biar saja jika takdir membuatku harus tetap mencintainya dan pada akhirnya akan membuatku terluka atau berakhir bahagia, siapa yang tahu tentang hal itu.

***
Hampir setiap malam aku memimpikannya. Entah itu karena aku yang setiap saat selalu memikirkannya hingga terbawa mimpi atau rasa cinta dan ingin bersamanya yang semakin besar saja. Entahlah aku juga tidak tahu.

"Bunda... Bila berangkat ya?!" kataku sambil berlari menuruni tangga.

Beginilah rutinitasku setiap pagi akhir-akhir ini. Karena memimpikannya setiap malam, aku jadi selalu bangun kesiangan dan harus menuruni tangga dengan berlari agar tidak terlambat. Bahkan terkadang aku juga tidak sempat hanya untuk sekedar sarapan.

"Ehh... tunggu!! Kamu nggak sarapan lagi?" kata Bunda yang membuatku berhenti dan menoleh.

"Nggak bunda, aku sudah terlambat sekarang," kataku sambil berlari kecil ke arahnya dan mencium tangannya berpamitan. Tidak lupa aku juga melakukan hal yang sama kepada ayah yang tengah membaca koran sambil meminum kopi paginya.

"Akhir-akhir ini bunda perhatikan, kamu selalu bangun kesiangan. Ada apa sayang?" Bunda menahan tanganku ketika aku hendak pergi.

"Tidak ada, bunda. Aku hanya lupa memasang alarm, itu saja," kataku beralasan.

"Bunda khawatir Bil, apalagi kamu juga jarang sekali sarapan. Bagaimana jika maag kamu kambuh gara-gara ini?" kata bunda dengan kecemasan yang tergambar jelas di wajahnya.

"Itu tidak akan terjadi bunda, aku selalu makan di kantin pas istirahat kok. Jadi bunda tidak perlu khawatir tentang itu," kataku mencoba menenangkan dan meyakinkan bunda.

Crush Is Never EnoughTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang