Chapter 16 - Manifestations or Clues

79 19 33
                                    

Berharap kalian menyukainya..
Happy reading guys...

***
Duduk di bangku pojok paling belakang, aku mulai membuka buku catatan matematika-ku. Bu Tiwi belum datang meski sebagian besar pelajar yang less di sini sudah datang.

Mengedarkan pandanganku ke sekeliling ruangan, aku tidak menemukan Ervin di mana pun. Mungkin dia belum datang. Pikirku dan kembali melihat catatanku, mempelajari apa yang ada di sana.

Karena terlalu fokus pada buku catatanku, aku sampai tidak menyadari jika seseorang telah duduk di sebelahku. Sampai dengan orang itu menyapaku.

"Hai Bil!" Tertegun, aku menoleh ke arahnya dengan perlahan. Dan benar saja itu dia. Ervin, orang yang ingin aku hindari sampai aku rela duduk di pojok paling belakang agar tidak terlihat olehnya dan tidak perlu bertukar sapa dengan cowok itu.

Lebih dari itu, aku tidak ingin duduk di sampingnya seperti waktu itu. Rasanya benar-benar tidak nyaman, tidak bisa fokus pada pelajaran juga jantungku yang tidak ada henti-hentinya berdegup cepat. Benar-benar bukan apa yang kuinginkan terulang untuk kedua kalinya.

Jika begitu, kenapa dia duduk di sini? Di kursi di sebelahku? Dimana aku yakin bahwa peluang untuk bersebelahan dengannya lagi itu sangat kecil. Jika ya, pasti aku sangat tidak beruntung.

Mengedarkan pandanganku ke seisi kelas yang sudah penuh, sekarang aku tahu sebabnya kenapa Ervin duduk di sebelahku yang awalnya kuyakinin bahwa itu tidak mungkin. Memang hari ini aku begitu sial dan sangat tidak beruntung.

"Hai Vin," kataku akhirnya membalasnya sebagai bentuk kesopanan, apalagi dengan dia yang masih melihat ke arahku.

Perhatian kami teralihkan saat salah satu pelajar memberikan pengumuman bahwa less diliburkan untuk hari ini karena bu Tiwi ada urusan mendadak yang sangat penting.

Pantas saja beliau belum datang sampai sekarang.

Kututup lagi buku catatanku dan memasukkannya ke dalam tas. Sebagian pelajar sudah keluar dan pulang ke rumah mereka masing-masing. Aku juga akan melakukan hal yang sama tapi berhenti saat Ervin memanggilku.

"Apa kau akan langsung pulang, Bil?" tanyanya menyusulku dan berdiri di depanku.

"Ya, aku akan langsung pulang," balasku karena memang aku tidak memiliki rencana lain selain pulang selesai less.

"Sebelum pulang, apa kau mau ikut denganku dulu?"

"Kemana?"

"Makan ice cream di perempatan jalan itu, sambil kita pulang. Kan masih searah tuh sama rumah kita, gimana?"

Sepertinya menyenangkan, tapi apa aku berani mengambil kesempatan itu, dengan segala kemungkinan yang sudah jelas akan terjadi setiap kali aku bersamanya dan berada di dekatnya.

"Ya, kenapa nggak?!" Aku terkejut dengan jawaban yang baru kuucapkan. Sepertinya kesenangan makan ice cream bersama Ervin mengalahkan kekhawatiranku itu.

"Baiklah, ayo kita pergi sekarang!" katanya, bergeser dan membiarkanku keluar ruangan lebih dulu. Menyamai langkahku saat kami sudah di trotoar dan berjalan beriringan menuju kedai ice cream di perempatan jalan sana.

Beberapa kali aku melihat ke arahnya yang sedang bicara tentang musik yang ia sukai.

Mimpi apa aku semalam hingga bisa seperti ini dengan Ervin, mendengarkan dia bercerita sambil memperhatikannya?

Masa bodoh untuk kata move on yang akhir-akhir ini kuperjuangkan tapi tidak pernah ada hasilnya dan malah membuatku tersiksa sendiri.

Sampai di kedai ice cream, aku duduk di kursi yang disediakan sambil menunggu Ervin mengatakan pesanannya pada pegawai kedai ice cream yang ada di balik meja pesanan.

Crush Is Never EnoughTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang