Semoga kalian suka ceritanya...
***
Kita tak pernah tahu jalan apa yang tertulis pada takdir. Mungkin itu kata yang pas untuk jalan hidupku saat ini.Beberapa minggu terakhir haruskah usahaku sia-sia karena berita itu? Berita yang sebenarnya membuatku senang tapi di satu sisi aku takut untuk membuka hatiku, yang jujur saja belum tertutup sepenuhnya.
Tepatnya aku mendengar berita itu di hari terakhir ujian, pada jam istirahat. Entah kenapa aku memilih untuk tetap tinggal di kelas waktu itu.
Saat itu Dysa bersama Naina masuk ke kelasku. Entah mereka sadar atau tidak aku berada di sana, duduk di pojok membaca buku sejarah.
Kupikir mereka juga akan belajar atau sekedar berbincang, makanya aku tidak mempedulikannya dan masih fokus dengan bukuku.
Tapi saat aku mendengar suara tangisan. Aku jadi penasaran apa yang sebenarnya terjadi dan mengangkat kepalaku untuk melihatnya. Dan di sana Dysa sedang menangis di pelukan sahabatnya. Kenapa dia menangis seperti itu?
Pertanyaanku terjawab setelahnya saat dia mengatakan kalo Ervin memutuskannya dengan masih terisak.
Sebenarnya aku ingin tetap tinggal lebih lama lagi dan mendengar lebih jelas apa yang sebenarnya terjadi hingga membuat mereka putus, tapi akal sehatku tidak mengizinkanku melakukannya.
Itu bukan urusanku, kan? Tapi tetap saja, saat berada di kantin, aku menyesali tindakanku itu. Aku dibuat penasaran karenanya bahkan sampai saat inipun aku masih penasaran.
Biasanya, liburan sekolah adalah hal yang paling aku nanti-nantikan selama ini. Tapi tidak halnya dengan sekarang karena aku ingin pergi ke sekolah dan mengetahui keadaannya setelah putus dari Dysa.
Entah mengapa aku mengkhawatirkannya seperti ini, padahal waktu itu aku mendengarnya dengan jelas dari Dysa kalo Ervin lah yang memutuskannya. Seharusnya dia baik-baik saja bukan? Tapi kenapa hatiku tidak menerima keyakinan itu.
Rasanya aku ingin cepat-cepat liburan ini berakhir dan bisa melihat keadaannya. Tapi aku masih harus bersabar untuk itu karena libur sekolah baru akan berakhir tiga hari lagi.
Aku tidak bersemangat saat Nadya mengajakku bermain bulu tangkis di taman kompleks rumah kami. Tapi mau bagaimana lagi Nadya memaksaku untuk ikut dengannya pagi ini.
"Bila, yang bener dong mainnya!" tegur Nadya untuk kesekian kalinya karena aku yang tidak bisa fokus mengembalikan bola padanya.
"Udahlah Nad. Istirahat dulu, gue lagi nggak mood buat main nih," kataku lalu duduk di kursi. Kulihat Nadya sempat menghembuskan nafas berat sebelum ikut duduk di sampingku.
"Sebenarnya lo kenapa sih Bil? Gue lihat dari kemari lo kayak nggak bersemangat banget."
"Gue nggak papa kok Nad, mungkin karena gue takut hasil ujian gue jelek. Kan hasilnya belum keluar tuh," kataku mencari alasan.
Nadya hendak membalas ucapanku tapi tiba-tiba sebuah suara yang berasal dari belakangku menyapa kami. Degg... jantungku serasa mau berhenti saat menyadari siapa pemilik suara itu. Bahkan aku tidak menyadari jika dia sudah ada di depan kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crush Is Never Enough
Fiksi RemajaHanya sebuah ketertarikan itu tidaklah cukup untuk CINTA, butuh sebuah usaha dan bukti nyata hingga cinta itu bisa sempurna dan memberikan kebahagiaan pada orang yang bersangkutan. Itulah yang dialami Bila, cewek yang mencintai teman sekelasnya dala...