Molekul 10: Latihan dan Realisasinya

61 2 0
                                    

Jam tujuh malam adalah waktunya orang Indonesia normal untuk menyantap makan malam. Sebagiannya masih bergelut dengan pekerjaan atau terjebak macet. Orang waras tidak seharusnya berada di dalam di Kebun Raya Bogor.  

Hari ini adalah hari kedua Brilliant, Mamoru, dan Vero mendatangi Kebun Raya Bogor untuk melatih kekuatan elemen mereka. Medan aura di Bumi sangat berbeda dengan dunia Xena.   

Brilliant mengecek sekeliling kebun Raya Bogor yang gelap dengan penerangan lampu jalan yang jaraknya cukup berjauhan. Suara jangkrik dan hewan malam lainnya menjadi latar suara di konservasi exsitu kota Bogor itu.

"Hari ini aku cuma latihan sejam ya. Banyak PR soalnya." kata Vero sambil memasang tampang memelas. 

"Tumben ingat PR."

Vero mendelik dan mendaratkan tinjuan ke lengan Mamoru. Ia mengedarkan pandangannya, kemudian menyadari ada yang ganjil. Dua orang yang biasanya datang lebih awal malah absen.  

"Hanif sama Ferdi kemana? Mereka nggak datang latihan?"

"Biarin aja mereka latihan berdua. Mungkin mereka pacaran dulu." jawab Mamoru asal.

"Serius, Mamo!" balas Vero galak. Yang dibentak malah tertawa kencang. Bagi Mamoru, wajah galak Vero lebih mirip anak kucing mendesis marah.  

"Hanif masih kerja kelompok dengan Elena. Ferdi baru berangkat dari kontrakan, sebentar lagi ke sini." jelas Brilliant. 

Vero berhenti mengomel lalu memperhatikan wajah Brilliant. Walaupun ilmuwan muda itu jarang berekspresi, baru kali ini Vero melihat ekspresi wajah Brilliant yang menekuk kesal. Salahkan Mamoru (dan dirinya) yang mengulur waktu latihan.

"Kayaknya Brili udah nggak sabar pengin mulai latihan," Vero menarik kemeja seragam Mamoru, "buruan bikin aura pelindungnya, Mamo!"

Mamoru mendengus sebal, namun ia tetap merentangkan tangannya sebagai permulaan membuat aura pelindung seluas lima ratus meter. Kedua tangannya mengeluarkan cahaya berwarna jingga pudar. Dengan gerakan tangan merentang ke samping lalu ke atas, aura pelindungnya membentuk kubah.

Ketika kubah berwarna jingga transparan itu hampir sempurna—masih terbuka sedikit di bagian atas, tiba-tiba sesuatu melesat cepat dari atas dan membuat kubah jingga itu berlubang besar.

"Woi, bocah! Sabar dikit dong! Kalo mau latihan kasih aba-aba du—"

"Mamo, yang tadi itu bukan api darimu?"

Mamoru urung melabrak Vero. Remaja berambut pirang itu menunjuk bekas lubang pada kubah jingga transparan dengan wajah syok. 

"Itu bukan dari Vero. Arahnya dari sana dan dilemparkan ke atas."

Brilliant menunjuk ke depan, arah datangnya api yang mengikis sebagian aura pelindung Mamoru. Mata sipit pemuda Asia Timur itu membelalak. Ternyata pengunjung malam kebun Raya Bogor bukan hanya mereka bertiga.  

Sosok berpakaian serbahitam berjalan mendekati ketiga pangeran. Waktu seakan berjalan lambat saat sosok bertopeng kelabu itu berhadapan dengan ketiga pangeran, lalu membungkuk dan mengucapkan permintaan maaf.   

"Maaf telah mengganggu latihan anda bertiga."

.

.

.

"Siapa kau?" tanya Mamoru.

"Saya akan menemani anda bertiga untuk latihan di sini, sebagai target sasaran."

Mamoru menyeringai. Tangan kanannya mengibas udara dan mengeluarkan api berwarna jingga berbias kuning. Pemuda itu juga mengibaskan tangannya ke kanan dan mengeluarkan api berwarna merah. Kedua api berbeda warna itu bertabrakan dan menimbulkan ledakan Yang keras.

Lima Pangeran : AnginTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang