12. Membagi Tenda Bersama

313 10 2
                                    

Di hari Sabtu pagi sekitar pukul 7.00 di jam tanganku, dengan suasana rintik hujan, kami memulai pendakian menuju pos pertama di Gunung Cikuray. Aku sudah mempersiapkan segalanya mulai dari carrier, tenda, jaket gunung, jas hujan, headlamp, sleeping bag, peralatan masak portabel dan juga P3K untuk jaga-jaga.

Berhubung rintik hujan semakin lebat, Aku segera mengeluarkan jas hujan yang kusimpan di carrier. Aku memakainya dengan cepat, kemudian Aku membungkus carrier ku dengan water proof agar air hujan tidak masuk ke dalam.

Disaat orang-orang sedang mengeluarkan jas hujan untuk memakainya, Rio justu terus berjalan melewati kami satu per satu. Dia membiarkan air hujan itu membasahi dirinya.

"Gila tuh bocah, dia gak ngebawa jas hujan atau sengaja pamer kekuatan?, kalo hujan kayak gini terus, bisa-bisa belum nyampe di puncak dia mati kedinginan," Ucap Ilham ke arah ku.

Melihat Rio yang terus berjalan, Aku segera mengeluarkan jas hujan cadanganku yang lebih tipis dan segera mengejar Rio.

"Rio! Rio! Rio!" teriakku dari beberapa meter di belakangnya.

Karena tidak digubris, Aku segera berlari dan memotong langkah kakinya.

"Kalo Lo benci Gue itu gpp, Kalo Lo ngerasa terpaksa ikut karena disuruh Bu Tutiek dan Bokap Lo, It's Ok, tapi Lo harus tahu batas kemampuan Lo, pake ini jas hujan, Gue gak mau Lo mati di jalan sebelum puncak gara-gara kehujanan!" seruku sambil memberikan cadangan jas hujanku kepada nya.

Rio hanya terdiam, rawut wajahnya masih terlihat kesal saat menatap diriku.

"Tahu apa Lo tentang batas kemampuan Gue?, Gue gak butuh bantuan Lo!" teriak Rio sambil menampik tangan kanan ku yang memegang cadangan jas hujan itu.

Aku hanya terdiam sesaat setelah tanganku ditapik olehnya.

"Dia masih marah denganku," ucap batinku sambil melihat Rio terus berjalan ke depan.

Setelah melewati pos pertama, hujan berhenti dan cuaca menjadi lebih cerah, Aku bersyukur dan berharap cuaca cerah ini terus menemani kami hingga ke puncak gunung. Pada perjalanan selanjutnya Aku melihat Rio lebih akrab dengan kakak kelas yang berada di depan langkah kami.

Pada pos ketiga, Aku melihat kini Rio mulai lebih banyak bicara, bahkan sesekali ikut bercanda dengan grup kakak kelas kami itu.

"Lihat kelakuannya si Rio itu, gak tahu malu, mainnya sama kakak kelas terus, mo di basket mo di sekolah, ngobrolnya sama kelas 12 aja," ucap Adit sambil menegak air minum dari botol yang dia pegang.

"Biarin aja, lagi pula bukan urusan kita," ucapku sambil melihat Rio dari kejauhan.

Selepas istirahat di Pos ketiga, Aku melihat beberapa kakak kelas kami yang pria membuka bajunya dan mempertontonkan badan mereka yang sudah terbentuk, termasuk Rio yang kini masuk ke grup mereka.

Pada titik istirahat keempat di siang hari, Aku melihat Rio memamerkan perut kotak-kotaknya, dada yang bidangnya dan otot lengannya yang menonjol, ke kakak kelas kami yang wanita, beberapa diantara mereka bahkan meminta berphoto bersama dengan Rio.

"Itu maksud nya apa sih? Mau pamer badan atau mau nanem pinus? Kitakan disini tujuannya nanem pinus!" ucapku sambil yang tersulut emosi.

"Sabar Mic!" seru Ilham sambil mengelus bahuku.

"Perut six pack aja dibanggain, Gue donk yang satu untuk semua aja biasa aja," ucap Adit dengan santai.

Melewat pos keempat, suhu udara semakin dingin, Aku sangat senang melihat orang-orang yang pamer itu segera menutupi tubuh mereka dengan jaket ataupun sweater yang mereka bawa. Namun aneh, si Rio justru masih terlihat terbuka dibandingkan lainnya, hanya memakai kaos singlet tipis yang menutupi perut kotak-kotak nya saja.

"dasar orang aneh," ucap batinku yang masih kesal.

Di sore hari, kami akhir nya berhasil mencapai puncak gunung Cikuray, tetapi sayang cuaca kembali hujan, ditambah lagi datang hembusan angin kencang yang dingin, membuat kami semua segera membangun tenda masing-masing. Selain itu juga, malam akan segera datang, sehingga tidak ada waktu untuk menyia-nyiakan kesempatan untuk membuat tenda kami sendiri.

Disinilah awal kejadian yang tidak pernah Aku lupakan seumur hidupku, yang mungkin juga termasuk Rio.

Ketika itu hujan angin membawa udara yang sangat dingin, pukul 18.10 di jam yang terpasang di tangan kananku. Aku segera menutup tendaku yang sudah berdiri dari tadi dengan rapat, dan melebarkan selimut bulu tebalku yang dibelikan ayah untukku.

Sebuah teriakan seseorang dari kejauhan di luar tenda membuatku kembali membuka sedikit celah masuk yang ada di tendaku. Aku melihat beberapa orang berkumpul di salah satu sisi dimana banyak tenda-tenda dibangun. Sedangkan Aku justru mendirikan tenda jauh dari semuanya.

Ya Aku akui memang Aku sedikit berbeda dengan mereka, mungkin karena Aku ingin sedikit menyendiri dari semua orang disini. Aku melihat Adit dan Ilham ada disana, karena kedua teman dekatku ada disana, Aku segera keluar dan menghampiri perkumpulan itu.

"Tenda Gue kecil, Gue gak bisa!" tungkas salah satu orang di kerumunan orang itu.

"Gue juga kecil, Gue juga gak bisa!" ucap yang lain menimpali.

"Ada apa Ham?" tanyaku ke Ilham dari belakang .

"Biasa si tukang bikin masalah, siapa lagi kalo bukan si Rio," ucap Ilham sambil menoleh ke belakang.

"Ada apa memangnya?" tanya ku penasaran.

"Dia gak bawa tenda," ucap Ilham dengan sedikit kesal.

"Duh duh duh, ini anak bener-bener gak niat banget!" seruku dari belakang.

"Makanya sekarang kakak panitia lagi nanya, kira-kira dari kita siapa yang bisa nampung dia di tenda nya," ucap Ilham kepadaku.

"Sekarang dimana si Rio?" tanya ku ke Ilham.

"Dia ada di bangunan puncak itu, lagi neduh di dalam, tapi kayak nya dia juga gak bawa jaket dan sleepingbag juga deh," ucap Ilham sambil menunjuk ke bangunan persegi kecil yang berada tepat di puncak gunung.

Tanpa basa-basi Aku segera mengangkat kedua tanganku ke mereka semua.

"Gue aja! Tenda Gue lumayan gede! Bahkan cukup untuk tiga orang!" teriakku dengan keras.

"Lo serius Mic?, nerima si Rio tidur di tenda Lo?" ucap Adit ke arah diriku.

"Ini bukan lagi gengsi, tapi lebih tepatnya kemanusian, Gue juga gak tega ada orang yang tidur di luar padahal cuacanya se-ekstrim ini," ucap ku ke arah Adit dan Ilham.

"Ok kalo gitu kasih tahu si Rio, suruh tidur ke tenda Michel," ucap salah satu orang kepada kami semua yang ada disitu.

"Lo yakin? Lo bener gak takut? Kalo ada apa-apa, teriak aja sekeras-kerasnya ya, biar Gue ama Ilham langsung dateng ke tenda Lo!" seru Adit sambil memperlihatkan wajahnya ke arah ku.

"Ok, ok, Gue bisa jaga diri kok, tenang aja," ucapku dengan pelan.

MICHEL IBRAHIM ZEIN (18+| BoyXBoy )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang