37. I Always Love You

272 11 1
                                    

Setiba nya di Bandara, dan saat Aku keluar dari pintu kedatangan 3 Bandara Soekarno Hata. Rio telah menanti diriku dengan sedikit mata yang terlihat sayup-sayup dan jaket bomber hitam yang menutupi kaos hitam polosnya. Sempat Aku berfikir 

"Bagaimana dia tahu Aku sudah ada disini?" 

Tetapi ya sudahlah, meskipun Aku tahu bagaimana dia tahu, Aku akan tetap pergi bersamanya. 

"Gue pikir bakal telat jemput Lo, ternyata pas, sorry  Gue abis begadang ada pengejaran bandar narkoba dari tadi malam sampe tadi siang di Cilegon, jadi mata Gue masih kayak—," ucap Rio yang terpotong saat Aku menutup mulutnya dan segera memeluk dirinya dengan cepat.

Dia hanya terdiam kemudian tersenyum ke arah ku, saat Aku memeluk dirinya, tidak banyak kata yang kami ucapkan setelah Aku melepaskan pelukanku itu. Aku hanya sedikit tersenyum dan mengikuti langkahnya dari belakang, mengikuti dirinya hingga masuk dalam mobil Fortuner hitam miliknya yang telah terparkir sejak dari tadi. 

Di saat perjalanan pulang, di mobil Fortuner  itu, kami mulai berbicara panjang lebar, tentang apa yang Aku lakukan di Solo dan Apa yang akan Aku lakukan untuk melangkah kedepan. Sedangkan Rio justru berbicara tentang masa lalu dirinya yang sebenarnya dari dulu ingin ceritakan kepadaku. 

Aku baru tahu ketika Rio menceritakan tentang masa lalunya secara gamblang, mengapa dia seolah-olah terlihat meninggalkan diriku tanpa informasi yang jelas. Jika Aku sanggup membungkus cerita masa lalu Rio itu, mungkin Aku sanggup menyaingi buku Campbell Biologi itu. 

Singkatnya, Rio adalah Rio, dia tetaplah Rio yang Aku kenal, dalam perjuangan hidupnya dia masih mencintaiku, mengamatiku dari jauh dan berharap Aku bisa menemukan jalan hidupku yang lebih baik. Namun, nasib berkehendak lain, hingga kami bisa bertemu kembali, dan sekarang kami berdua sudah ada di dalam mobil yang sama. 

Quote terbaik dari cerita panjang lebar tentang masa lalu Rio adalah 

cinta itu butuh perjuangan, tidak harus menampak, tetapi harus tetap tumbuh dalam jiwa sang pejuangnya.

 Sungguh manis, hingga kedua mataku berkaca-kaca mendengarkan cerita gamblang Rio yang panjang itu.

Setelah satu bulan kepergianku dari Solo itu dan Satu bulan juga Aku dan Rio tertidur di rumah kami masing-masing. Kami memutuskan untuk perubahan besar di kehidupan kami berdua. 

Kami sepakat untuk menjual rumah, mobil dan semua barang yang ada di Serang-Banten untuk kami bagi ke Rachel dan Alice serta ke tabungan anak ku Giorgio. Kami juga sepakat untuk mencari tempat tinggal bersama di kota yang baru, untuk memulai kehidupan yang baru dan memulainya dari nol. 

Aku sendiri telah lama keluar atau lebih tepatnya dipecat dari perusahaan tempatku bekerja karena hilang tanpa ada keterangan jelas, sehingga Aku sekarang pengangguran dan sedang mencari kerja baru di kota baru yang kami ingin tuju. Sedangkan Rio lebih memilih pergi bersamaku, dia memutuskan untuk keluar dari Kepolisian, membangun usaha Caffe-nya sendiri dan mewujudkan cita-cita sebagai DJ yang dari dulu dia inginkan. 

Selepas pengunduran dirinya pula, Rio langsung mentato beberapa bagian tubuhnya yang dia inginkan sejak dari dulu. Aku sempat memarahi dirinya karena mentato tubuhnya tanpa ada se-izin diriku. Namun, Aku kemudian terdiam saat tahu arti setiap tato di tubuhnya. 

"Yang ini MIZ, nama kepanjangan Lo," ucap Rio sambil menunjukan tato hitam di samping kanan sixpack perutnya. 

"Kalo yang ini Matahari, biar Gue bisa menjadi mentari bagi Lo," ucap Rio sambil menunjukan gambar matahari yang menutupi dada kanan bidangnya. 

"Kalo ini tulisan janji Gue ke Lo," ucap Rio sambil menunjukan tulisan latin kecil dibalik lengan kanan nya yang bertotot. 

"I Always Love You," tulis tato itu dengan jelas. 

Sungguh lucu mendengar penjelasan nya itu, hingga Aku menarik rambut hitamnya dan mencium bibirnya dengan manja. 

"I Always Love You too," ucapku sambil tersenyum kepadanya.

Selang satu bulan kami berdua telah tinggal bersama di kota baru kami, Bogor. Aku mendapatkan kabar bahwa Rachel telah tinggal dan menetap di Jakarta. Dia mendapatkan pekerjaan sebagai konsultan di salah satu perusahaan obat hewan. 

Tidak selang lama, Aku mengundang Rachel ke rumah kami yang baru. Di saat itulah, Aku kembali bertemu dengan Giorgio yang sudah cukup besar dan sudah mampu berbicara cukup lancar. 

Aku tersenyum bahagia saat melihat Giorgio kini tumbuh dan berkembang dengan baik. Rachel yang tahu akan rasa sayang dan rinduku ke malaikat kecilku, hanya bisa tersenyum melihat kami berdua—Ayah dan anak, saling bercanda dan bermain. 

Aku bersyukur Rachel masih bisa menerimaku atas kekuranganku saat ini, meskipun sebagai mantan suaminya. Selepas pertemuan pertama kami itu, Rachel secara rutin selalu membawa Giorgio bermain ke rumah ku 1x dalam 2 minggu bahkan bisa lebih jika Rachel mendapatkan tugas kerja di luar kota. 

Aku sangat senang kehidupanku kembali damai, Rio pun tidak keberatan dan justru sangat senang jika Giorgio ada di rumah. Untuk awalnya kami merasa canggung karena harus menjaga diri di hadapan Giorgio agar dia tidak merasa aneh tentang hubungan kami berdua. Namun, seiring berjalannya waktu akhirnya kami pun sudah terbiasa dengan adanya Giorgio di rumah kami.

Saat semuanya telah kembali damai dan tidak ada lagi keraguan hati, Aku mulai membuka diri terhadap kebutuhan biologis kami masing-masing. Setelah cukup lama bertemu, dari saat pertama kali makan bersama di rumahku di Serang-Banten, hingga tadi sore saat Rio membantu memandikan Giorgio di kamar mandi, kami belum pernah satu kali pun berhubungan sex, hanya sebatas ciuman dan ciuman saja. 

Hingga akhirnya Aku sendiri yang memintanya kepada Rio. Aku tahu Rio sudah menanti ini sekalian lama dan menanti kesiapan diriku untuk menerima dirinya seutuhnya. Malam itu, tepat pergantian tahun kembali, kami masing-masing membuka diri seutuhnya dan memberi waktu, hingga kami berdua terpuaskan akan nafsu birahi kami masing-masing. Dalam dua minggu pertama itu, Rio terus memintaku bercumbu dengannya, tidak mengenal waktu dan tidak pula mengenal tempat, sekali ada kesempatan, dia pasti mendesakku dengan rayuan, belaian hingga Aku sendiri terlarut dan tanpa sadar memberikan tubuhku sendiri kepadanya. 

Aku akui Rio memang hebat dalam merayu atau mengombal dan juga hebat dalam pertempuran melawanku di ranjang, tetapi ketika Aku marah, dia tidak akan berani bekata-kata dan berkutik selain hanya terdiam dan menunduk. Sungguh lucu memikirkan itu semua dan Aku sangat menikmati kehidupanku sekarang. Bahagia dan damai.

Michel.

MICHEL IBRAHIM ZEIN (18+| BoyXBoy )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang