JiŬ

304 21 0
                                    

Bertemu lagi? Apa yang harus kukatakan kali ini? Yang penting bukan untuk membuat dia malu!





😃






"Heh? Ada yang namanya kayak gitu?"

Aku mengangguk lalu sedikit meringis. "Enggak nyangka, kan? Kok bisa sama gitu, ya?"

Daiyu tertawa. "Kenapa kamu malah mikirin itu, sih? Siapa tahu emang kebetulan? Atau... ah! Mungkin mamanya waktu itu suka sama Zhang Yixing makanya anaknya dikasih nama itu. Iya, kan?" jelas Daiyu yang mulai ngaco.

Aku memukul lengannya dengan bantalku sambil merengut. "Emang dirimu pikir umur Zhang Yixing berapa, hah? Sampai-sampai rasanya sudah setua mamanya Dokter? Ingat, ya, umur Icingku itu baru 33! Paling dokter itu umurnya baru tiga puluhan juga."

Daiyu mengelus lengannya. "Ya udah sih, Mbak. Kan aku cuma berspekulasi. Apa salahnya?"

Aku menghembuskan nafas.

"Eh," Daiyu menepuk pahaku. "Ngomong-ngomong, dokternya ganteng, enggak? Kaya Zhang Yixing beneran?"

Aku mengetuk daguku, mencoba mengingat-ingat detail wajah dokter tadi. "Uhm... dia punya lesung pipi kayak Icing. Tapi wajahnya enggak mirip," Aku nyengir. "Tapi ganteng pol!"

Daiyu tertawa. "Beruntung banget deh, ditolong sama dokter ganteng."

"Hehehe... rezeki anak soleh,"

Daiyu mencibirku. "Heleh. Oh, ya! Kamu pasti norak banget kan, pas dengar nama dokternya?"

Aku tertegun. Waduh... anak ini. Baru juga kenal beberapa hari tapi sudah tahu karakterku. "Kok kamu tahu, sih?"

"Soalnya kamu kayak orang yang fanatik kalau dengar sesuatu yang berkaitan dengan EXO. Iya, kan?"

Aku menggaruk kepalaku. "Iya, sih."

Daiyu menepuk tangannya. "Udah bisa kubayangkan kalau kamu pasti teriak pas dengar nama dokternya terus meluk dia enggak jelas."

Aku kembali memukul Daiyu dengan bantal, kali ini kepalanya yang kena sasaran. "Mana ada, ya!"

Yah... walaupun bagian teriaknya bener, sih.

"Dikiranya aku cewek apaan?" tanyaku kesal yang dibalas dengan cengiran khas Daiyu.

"Berharap ketemu lagi enggak, nih?" tanya Daiyu sambil menyenggol dengkulku.

"Ya, lah," jawabku langsung tanpa pikir panjang.

Daiyu tertawa. "Kalau ketemu beneran gimana?"

"Ngajak kenalan," jawabku cuek.

"Bener, ya? Awas kalau kamu ketemu tapi enggak ngajak kenalan!"

"Kalau aku ketemu dia lagi, aku enggak akan cerita ke kamu supaya kamu enggak tahu."

Kali ini giliran Daiyu yang sibuk menimpuki aku dengan bantal. Aku tertawa dan berusaha menghentikan kegiatan membabi buta-nya.

"Yak! Kau itu muda enam tahun dariku! Kenapa malah memukuliku?" teriakku berusaha mengelak dari serangan bantalnya.

"Tua enam tahun aja bangga," gerutu Daiyu pelan.

Wa'alaikumsalam, BeijingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang